Hari Pangan 2015 : Jangan Hanya Tertumpu pada Beras
Admin distan | 19 Oktober 2015 | 859 kali
JAKARTA. “Kekayaan negeri ini sesungguhnya banyak yang kita abaikan karena kesalahan memandang pangan; kita ingatkan jangan hanya tertumpu pada beras saja”. Hal ini diutarakan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih dalam diskusi dan bincang-bincang #HariPangan 2015 di kantor pusat SPI di Jakarta, kemarin (16/10).
Henry mengemukakan, Indonesia memiliki potensi pangan lokal yang sebenarnya jauh lebih murah memproduksi ubi, singkong, sukun, alpukat, yang bisa jadi substitusi beras. “Di belahan negara lain pangan itu sebetulnya menjadi bahan pangan utama,” katanya. Henry melanjutkan, (niatan) impor beras sepihak kali ini (sebanyak satu jutaan ton dari Vietnam) menjadi ganjil karena setiap kementerian memiliki pendapat berbeda beda.
“Kita mengusulkan untuk mengurangi konsumsi beras, kita bisa menggunakan umbi-umbian. Kalau kita mencintai pangan lokal, akan panjang dampaknya. Pertama mengurangi konsumsi beras, dan mengurangi impor gandum, 2014 saja kita sudah 7,5 juta ton impor gandum. Dan yang penting, kesehatan kita semakin baik jika mengkonsumsi pangan lokal. Mengkonsumsi pangan yang beragam akan membuat kesehatan kita terjaga,” papar Henry.
Henry meneruskan, strategi pangan kita dihadang oleh perluasan kebun kelapa sawit yang tak terkendali, yang seharusnya bisa dikendalikan. “Program kedaulatan pangan dan pembaruan agraria Presiden Joko Widodo harus diperjuangkan agar bisa dilaksankan,” ungkapnya. Henry pun menambahkan, mandat implementasi Undang-Undang Perlidungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan) No. 19 tahun 2013, tiga tahun setelah pengesahan, belum tampak.
“Padahal ini sangat ditunggu-tunggu petani,” tambahnya. Hal senada disampaikan Ridwan Darmawan dari Indonesia Human Rights Commission for Social Justice (IHCS). Menurutnya, kebijakan pangan nasional masih terbelah. “Di beberapa kesempatan terjadi silang pendapat antara menteri, wapres dan presiden. Terjadi tarik menarik kepentingan rakyat dan modal,” tutur Ridwan. Ridwan menggarisbawahi, dari sisi perlindungan petani (UU Perlintan dan UU Pangan) selama setahun pemerintahan Jokowi-JK belum ada perkembangan yang menggembirakan.
“Terutama mandat untuk lembaga pangan yang powerful, yang langsung berada di bawah presiden yang urus hal strategis terkait pangan,” tekannya. Dalam kesempatan yang sama, Nurhadi dari Aliansi Petani Indonesia (API) menambahkan, mengenai polemik impor beras juga seperti politik, petani tidak ikut-ikutaan; yang petani mau Bulog/pemerintah serap beras petani. “Soal beras, usulan petani untuk serap beras, HPP multi kualitas, kerja sama Bulog – ormas tani malah adem ayem saja,” tambahnya.
Sementara itu, bincang-bincang #HariPangan kali ini juga ditemani dengan hidangan pangan lokal yang langsung berasal dari lahan petani, lalu diikuti dengan menikmati kopi arabica specialty Bengkulu produksi petani SPI.