Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi tanaman secara bersama-sama. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunananya. Sejumlah species wereng hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescens merupakan wereng hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya. Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor.
Gejala utama penyakit tungro terlihat pada perubahan warna daun terutama pada daun muda berwarna kuning oranye dimulai dari ujung daun. Daun muda agak menggulung, jumlah anakan berkurang, tanaman kerdil dan pertumbuhan terhambat. Gejala ini biasanya tersebar mengelompok pada areal pertanaman padi sehingga hamparan tanaman padi terlihat bergelombang karena adanya perbedaan tinggi tanaman antara tanaman sehat dan tanaman sakit. Gejala biasanya mulai tampak pada 6-15 hari setelah terinfeksi. Tanaman muda lebih rentan terinfeksi disbanding tanaman tua. Jika tanaman sampai berumur dua bulan terhindar dari infeksi, penyakit tungro kurang berpengaruh terhadap kerusakan dan kehilangan hasil.
Pengendalian Penyakit Tungro.
Mengingat banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit tungro, maka pengendalian penyakit tungro yang dianjurkan adalah dengan mengintegrasikan komponen-komponen pengendalian dalam satu system yang dikenal dengan konsep pengendalian penyakit secara terpadu. Beberapa teknologi pengendalian tungro yang dianjurkan adalah tanam serempak, pengaturan waktu tanam, varietas tahan, sanitasi lingkungan, dan penyemprotan insektisida.
Tanam serempak.
Penyakit tungro akan selalu ada pada daerah dengan pola tanam tidak serempak dan penanaman sepanjang tahun. Pola tanam serempak akan memutus siklus hidup vektor dan dapat memperpendek waktu keberadaan sumber inoculum. Untuk mengurangi serangan penyakit tungro, dianjurkan tanam serempak minimal pada luasan 40 ha.
Mengatur waktu tanam yang tepat.
Tanam pada saat yang tepat dimaksudkan agar supaya pada saat fase pertumbuhan tanaman padi peka dapat terhindar dari serangan penyakit tungro. Waktu tanam tepat diidentifikasi berdasarkan pola fluktuasi populasi wreng hijau, keberadaan virus tungro dan iklim terutama curah hujan. Fase pertumbuhan tanaman padi peka terhadap serangan tungro adalah pada saat tanaman berumur kurang dari 45 hst. Dengan mengamati pola fluktuasi populasi wereng hijau dan intensitas serangan tungro sepanjang tahun, akan diketahui saat-saat ancaman paling serius oleh penyakit tungro. Waktu tanam diatur sehingga pada saat ancaman tungro serius, tanaman sudah berumur lebih dari 45 hari setelah tanam. Puncak populasi wereng hijau terjadi pada 1,5-2 bulan setelah curah hujan mencapai puncaknya. Pada saat populasi wereng hijau mencapai puncaknya, tanaman padi yang berumur kurang dari 45 hari setelah tanam sangat terancam oleh serangan tungro. Dengan demikian waktu tanam yang tepat adalah 30-45 hari sebelum puncak curah hujan. Waktu tanam tepat hanya efektif mengendalikan penyakit tungro di daerah dengan pola tanam serempak.
Tanam jajar legowo menyebabkan kondisi iklim mikro di bawah kanopi tanaman kurang mendukung perkembangan pathogen. Pada tanam jajar legowo, wereng hijau kurang aktif berpindah antar rumpun, sehingga penularan dan penyebaran tungro terbatas.
Varietas tahan wereng hijau digolongkan menjadi golongan T0-T4. Varietas yang tergolong dalam golongan T0 tidak memiliki gen tahan. Termasuk dalam golongan T0 adalah varietas-varietas IR5, Pelita, Atomita, Cisadane, Cikapundung, dan Lusi. Varietas yang tergolong T1 memiliki gen tahan Glh 1. Termasuk dalam golongan T1 adalah varietas-varietas IR20, IR30, IR26, IR46, Citarum, dan Serayu. Varietas yang tergolong dalam golongan T2 memiliki gen tahan Glh 6. Termasuk dalam golongan ini adalah varietas-varietas IR32, IR38, IR36, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh dan Bengawan Solo. Sedang varietas yang termasuk dalam golongan T3 memiliki gen tahan Glh 5. Termasuk dalam golongan ini adalah IR50, IR48, IR54, IR52 dan IR64. Varietas yang termasuk dalam golongan T4 memiliki gen tahan glh4. yang termasuk dalam golongan ini adalah IR66,IR70, IR72,IR68, Barumun, dan Klara. Hasil uji adaptasi wereng hijau pada berbagai varietas menunjukkan varietas padi yang sesuai untuk ditanam di Jawa dan Bali adalah sebagai berikut. Untuk di Jawa Barat dapat ditanam varietas tahan golongan T1, T2 dan T4. Di Jawa Tengah dapat ditanam semua golongan varietas tahan. Di Yogyakarta dapat dianjurkan varietas tahan dari golongan T2 dan T4. Di Jawa Timur dan Bali hanya dianjurkan varietas tahan golongan T4. Di Nusa Tenggara Barat belum ada varietas tahan yang dapat dianjurkan untuk ditanam. Sementara di NTB dianjurkan untuk menanam varietas tahan virus.
Sumber inokulum merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya penyakit tungro. Virus tungro mampu bertahan pada tanaman inang turiang, gulma dan beberapa jenis padi liar. Tummbuhan inang tersebut dapat berperan sebagai sumber infaksi penyakit tungro dan vektornya terhadap pertanaman padi di sekitarnya, terutama di daerah dengan waktu tanam tidak serempak. Beberapa jenis inang tungro dari jenis rerumputan adalah Jajagoan (Echinochloa crusgali), rumput bebek atau tuton (Echinochloa colonum), rumput belulang (Eleusine indica), tapak jalak (Dactyloctenium aegyptium), dan padi liar. Eradikasi sumber inokulum pada tahap pratanam sangat penting untuk menekan sumber inoculum primer dan menghindari infeksi awal virus tungro. Oleh karena itu sangat tidak bijaksana apabila turiang dari sisa-sisa tanaman terserang dibiarkan dalam waktu lama karena akan menjadi sumber penularan pada pertanaman berikutnya terutama pada pola tanam tidak serempak.
Penyemprotan insktisida dimaksudkan untuk menekan populasi wereng hijau untuk mengurangi kecepatan penyebaran virus tungro. Penggunaan insektisida organik sebaiknya berdasarkan pengamatan populasi wereng hijau. Diteksi ancaman penyakit tungro dapat dilakukan pada waktu pesemaian dan saat tanaman berumur sekitar tiga minggu setelah tanam. Pengamatan wereng hijau di pesemaian dilakukan dengan jaring serangga sebanyak 10 ayunan untuk mengevaluasi kerapatan populasi wereng hijau. Pada daerah dengan pola tanam serempak, penggunaan insektisida sistemik butiran dan insektisida berbahan aktif Imidakloprid, tiametoksan dan MIPC melalui penyemprotan pada pesemaian dan pertanaman dapat menghambat penularan tungro oleh vector.
Red. Candraningsih/BBP Sawan