(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Budidaya Bawang Merah di Lahan Kering

Admin distan | 10 November 2014 | 29049 kali

Oleh Ir. I Gusti Ayu Maya Kurnia, MSi/PPMadya pada Distanak Kab.Buleleng


Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman semusim yang banyak dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Selama ini bawang merah lebih banyak dibudidayakan di lahan sawah dan jarang diusahakan di lahan kering/tegalan. Secara teknis, bawang merah mampu beradaptasi baik jika ditanam di dataran rendah, di lahan irigasi maupun di lahan kering. Bawang merah mempunyai prospek untuk dikembangkan di lahan kering dengan syarat tumbuh dan teknik budidaya sebagai berikut : Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai tinggi (0–1000 m dpl). Ketinggian optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0–450 m dpl. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut.

Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32oC, dan kelembaban nisbi 50-70%.  Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase dan aerasi yang baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan pH tanah netral (5,6– 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. . Jenis tanah yang paling baik yaitu lempung berpasir atau lempung berdebu, pH tanah 5,5 – 6,5, dan drainase serta aerasi tanah baik. Tanah lembab dengan air yang tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah. Waktu tanam bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau dengan ketersediaan air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah  padi dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman bawang merah di musim kemarau biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah, sedangkan penanaman di musim hujan dilakukan pada lahan tegalan. Bawang merah dapat ditanam secara tumpangsari dengan tanaman cabai merah. Pemilihan bibit merupakan salah satu persyaratan teknik budidaya yang menentukan keberhasilan usahatani, termasuk usahatani bawang merah. Syarat-syarat bibit yang baik adalah : (a) sudah cukup tua (dipanen sekitar 70 hari) dan telah melalui masa penyimpanan selama 60-90 hari, (b) bila umbi dipotong 1/3 bagian, titik tumbuh nampak berwarna hijau, (c) ukuran umbi sedang (3-4 gram/umbi), (d) bernas, kulit umbi mengkilap dan tidak luka. Kebutuhan bibit sekitar 800 -1200 kg/ha

Pada lahan kering/tegalan (untuk budidaya bawang merah) tanah perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna, yakni diolah sedalam sekitar 30 cm, digemburkan, dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibersihkan. Bedengan dibuat dengan lebar 100 - 120 cm dengan ketinggian 10 cm, di bagian luar bedengan dibuat guludan keliling dengan ketinggian sekitar 20 cm. Setelah pembuatan bedengan selesai, taburkan pupuk kandang (sebagai pupuk dasar) sebanyak 10 t/ha, kemudian diaduk merata. Saat pengolahan tanah, khususnya pada lahan dengan pH kurang dari 5,6 disarankan pemberian Kaptan/Dolomit minimal 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1–1,5 ton/ha/tahun yang dianggap cukup untuk dua musim tanam berikutnya. Kaptan/Dolomit disebar pada permukaan tanah dan kemudian diaduk rata. Pemberian Dolomit  penting dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) terutama pada lahan masam atau lahan yang diusahakan secara intensif  untuk tanaman sayuran. Untuk lahan yang dikelola intensif, pemberian Dolomit sebanyak 1,5 ton/ha dapat meningkatkan bobot basah dan bobot kering bawang merah.

Penanaman bawang merah di lahan kering/tegalan terlebih dahulu dilakukan dengan pemupukan yang terdiri dari pupuk dasar dan pupuk susulan. Pupuk dasar berupa pupuk kandang sapi (15-20 ton/ha) atau kotoran ayam (5-6 ton/ha) atau kompos (2,5-5 ton/ha) dan pupuk buatan TSP (120-200 kg/ha). Pupuk dasar diberikan dengan cara  disebar serta diaduk rata dengan tanah 1-3 hari sebelum tanam.  Sedangkan pupuk susulan berupa Urea (150-200 kg/ha), ZA (300-500 kg/ha) dan KCl (150-200 kg/ha). Pemupukan susulan I dilakukan pada umur 10-15 hari setelah tanam dan susulan II pada umur 1 bulan setelah tanam, masing-masing ½ dosis.  Bibit yang siap tanam dirompes, pemotongan ujung bibit hanya dilakukan apabila bibit bawang merah belum siap ditanam (pertumbuhan tunas dalam umbi 80%). Tujuan pemotongan umbi bibit adalah untuk memecahkan masa dormansi dan mempercepat pertumbuhan tunas tanaman.

Sedangkan penanaman bawang merah di lahan sawah, terlebih dahulu dilakukan dengan pemupukan yang terdiri dari pupuk dasar dan pupuk susulan. Pupuk dasar berupa pupuk buatan TSP (90 kg P2O5/ha) disebar serta diaduk rata dengan tanah satu sampai tiga hari sebelum tanam.
Pupuk susulan berupa 180 kg N/ha (½ N Urea + ½ N ZA) dan K2O (50-100 kg/ha). Pemupukan susulan I dilakukan pada umur 10-15 hari setelah tanam dan susulan II pada umur 1 bulan setelah tanam, masing-masing ½ dosis

Bibit yang siap tanam dirompes, pemotongan ujung bibit hanya dilakukan apabila bibit bawang merah siap benar ditanam (pertumbuhan tunas dalam umbi 80%). Tujuan pemotongan umbi bibit adalah untuk memecahkan masa dormansi dan mempercepat pertumbuhan tunas tanaman.  Meskipun tanaman bawang merah tidak menyukai banyak hujan, tanaman ini memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya melalui penyiraman. Pertanaman di lahan bekas sawah memerlukan penyiraman yang cukup dalam keadaan terik matahari. Di musim kemarau, biasanya disiram satu kali sehari pada pagi atau sore hari sejak tanam sampai umur menjelang panen. Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan hanya ditujukan untuk membilas daun tanaman, dari tanah yang menempel pada daun bawang merah. Penyiraman sebaiknya dilakukan menggunakan gembor. Untuk tanaman berumur 0 -10 hari, penyiraman dilakukan 2 (dua) kali yakni pagi dan sore hari, sedangkan sesudah umur tersebut  penyiraman cukup dilakukan sekali sehari (sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Cara penyiraman lainnya yakni cara ”leb” (memasukkan air ke bedengan hingga merata). Apabila digunakan cara ini (”leb”), sebaiknya dilakukan setelah tanaman berumur lebih dari 10 hari.  Pengairan secara ”leb” dapat dilakukan setiap 3 -4 hari sekali. Pada bawang merah periode kritis karena kekurangan air terjadi saat pembentukan umbi, sehingga dapat menurunkan produksi. Untuk mengatasi masalah ini perlu pengaturan ketinggian muka air tanah (khusus pada lahan bekas sawah) dan frekuensi pemberian air pada tanaman bawang merah. Pertumbuhan gulma pada pertanaman bawang merah yang masih muda sampai umur 2 minggu sangat cepat. Oleh karena itu penyiangan merupakan suatu keharusan dan sangat efektif untuk mengurangi kompetisi dengan gulma. Penyiangan pada budidaya bawang merah sebaiknya dilakukan 2 kali yakni pada saat tanaman berumur 10 -15 hari dan 28 – 35 hari (sebelum pemupukan susulan). Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma di sekitar tanaman.

Hama-hama penting pada budidaya bawang merah serta cara pengendaliannya seperti : Ulat daun bawang (Spodoptera exiqua). Gejala serangan : pada daun yang terserang terlihat bercak putih transparan. Hal ini karena ulat menggerek daun dan masuk ke dalamnya sehingga merusak jaringan daun sebelah dalam sehingga kadang-kadang daun terkulai. Cara pengendalian : rotasi tanaman, waktu tanam serempak, atau dengan pengendalian dengan pestisida nabati atau kimiawi yaitu menggunakan Trips (Trips tabaci Lind.). Gejala serangan : terdapat bintik-bintik keputihan pada helai daun yang diserang, yang akhirnya daun menjadi kering. Serangan biasanya terjadi pada musim kemarau. Cara pengendalian : mengatur waktu tanam yang tepat, atau secara. Ulat tanah (Agrotis epsilon). Pengendalian dilakukan secara manual yakni dengan mengumpulkan ulat ulat pada sore/senja hari di antara pertanaman serta menjaga kebersihan areal pertanaman.

Penyakit bercak ungu atau trotol (Alternaria porri). Gejala serangan : pada daun yang terserang (umumnya daun tua) terdapat bercak keputih-putihan dan agak mengendap, lama kelamaan berwarna ungu berbentuk oval, keabu-abuan dan bertepung hitam. Serangan umumnya terjadi pada musim hujan. Cara pengendalian : rotasi tanaman, melakukan penyemprotan setelah hujan dengan air untuk mengurangi spora yang menempel pada daun. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan fungisida. Nematoda akar (Ditylenchus dispaci). Gejala seranga : tanaman kerdil dan tidk mampu membentuk umbi. Cara pengendalian : pemberian Furadan 3G sebanyak 20-80 kg per hektar.

Panen dilakukan apabila tanaman telah berumur 65-75 hari setelah tanam. Tanaman yang telah siap dipanen memiliki ciri-ciri : Tanaman telah cukup tua, dengan hampir 60-90% batang telah lemas dan daun menguning.  Umbi lapis terlihat padat berisi dan sebagian tersembul di permukaan tanah. Warna kulit umbi mengkilat atau memerah. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman bersama daunnya dan diusahakan agar tanah yang menempel pada umbi dibersihkan. Biarkan umbi beberapa jam pada bedengan, kemudian diikat (1-1,5 kg/ikat). Umbi yang telah diikat dijemur dengan posisi daun berada di atas (selama 5-7 hari). Setelah daun kering, ikatan diperbesar dengan menyatukan 3-4 ikatan kecil menggunakan tali bambu. Selanjutnya ikatan dijemur kembali dengan posisi umbi di atas (selama 2-3 hari),
Bila umbi telah kering, umbi siap disimpan di gudang atau di para-para. Pengeringan Hasil Panen dilakukan dengan menjemur bagian umbi bawang merah di bawah sinar matahari langsung selama 7-14 hari, dengan melakukan pembalikan setiap 2-3 hari saat susut bobot umbi mencapai 25-40% dengan kadar air 80-84%.  Bawang merah yang sudah diprotol untuk dijual konsumsi dikemas menggunakan karung-karung jala yang berkapasitas antara 50-100 kg.  Sedangkan untuk bibit, penyimpanannya dilakukan dalam bentuk ikatan dan digantungkan pada rak-rak bamboo  pada gudang penyimpanan, suhu penyimpanannya yang baik berkisar antara 30-33oC dengan kelembaban nisbi antara 65-70%.
Sumber informasi : Leaflet terbitan BPTP Bali (2005) oleh : I Nyoman Adijaya, Tabloid Sinar Tani Edisi 1-7 Mei 2013