Oleh: I Wayan Rusman, S.P.
Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Ahli Pertama
Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kubutambahan
Tanaman padi merupakan komoditas utama bagi ketahanan
pangan khususnya di Indonesia. Akan tetapi produktivitas padi seringkali
terancam oleh serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), salah satunya
adalah penyakit tungro. Penyakit ini sangat merugikan karena dapat menurunkan
hasil panen secara drastis. Salah satu penyebab penyebaran penyakit tungro yang
paling signifikan adalah wereng hijau (Nephotettix virescens), serangga
kecil yang berperan sebagai vektor biologis virus tungro. Gejala tungro bisa
bervariasi tergantung pada usia tanaman saat infeksi dan tingkat keparahannya.
Umumnya, gejala yang muncul antara lain: Daun menguning, dimulai dari ujung
daun ke arah pangkal. Pertumbuhan tanaman terhambat, batang menjadi lebih
pendek dan kurus. Malai sedikit atau tidak keluar sama sekali, menyebabkan
penurunan hasil panen. Perakaran lemah dan pendek. Warna gabah terlihat pucat
dan tidak terisi dengan baik.
Karakteristik
dan Siklus Hidup Wereng Hijau
Serangga ini memiliki tubuh kecil dengan panjang
sekitar 3 hingga 4 milimeter, berwarna hijau terang yang menjadi ciri khas
utamanya. Tubuh wereng hijau ramping dan dilengkapi dengan dua pasang sayap
transparan yang menutupi punggungnya saat terdiam. Di bagian punggung atau
pronotumnya, terdapat dua bintik hitam kecil yang khas, yang bisa dijadikan
indikator visual dalam identifikasi lapangan. Kepala wereng ini cukup lebar,
dengan antena panjang dan mata majemuk besar yang memberikan penglihatan luas,
sangat berguna untuk mendeteksi gangguan. Kaki wereng hijau panjang dan
dirancang untuk melompat, memungkinkan serangga ini berpindah dengan cepat
antar tanaman. Perilaku meloncat ini biasanya muncul saat wereng merasa
terganggu atau ketika tanaman digoyangkan. Wereng hijau biasanya ditemukan berkumpul
di bagian bawah daun padi, terutama pada tanaman yang masih muda atau sedang
dalam fase pertumbuhan vegetatif.
Siklus hidup wereng hijau dumulai dari telur yang diletakkan
dalam jaringan daun tanaman, menetas dalam waktu 6–8 hari menjadi nimfa. Nimfa
mengalami 5 instar selama 10–14 hari kemudian menjadi wereng dewasa. Fase
dewasa hidup mencapai 2–3 minggu, dan mampu menyebar dari satu tanaman ke
tanaman lain. Dalam siklus hidupnya, wereng hijau bisa menjadi vektor penyakit
tungro apabila ia mengisap pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro.
Cara Penularan
Penyakit Tungro
Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus, yaitu
Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan Rice Tungro Spherical Virus
(RTSV). Wereng hijau tidak mewariskan virus ke keturunannya, tapi berperan
sebagai vektor yang mentransmisikan virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat.
Dengan mekanisme penularan dimana wereng hijau mengisap tanaman yang terinfeksi
virus (masa akuisisi), setelah virus masuk ke tubuh wereng (masa laten sekitar
5–10 hari), wereng mampu menularkan virus ke tanaman sehat saat mengisap cairan
tanaman (masa inokulasi). Virus hanya bisa bertahan dalam tubuh wereng selama
beberapa hari (RTBV dapat bertahan lebih lama hingga beberapa minggu). Penting
dicatat bahwa penularan hanya terjadi melalui wereng, bukan dari biji, air,
atau kontak fisik antar tanaman.
Strategi
Pengendalian Wereng Hijau dan Penyakit Tungro
Pengendalian penyakit tungro harus dilakukan secara
terpadu dan preventif, dengan menargetkan vektor utama, yaitu wereng hijau.
Strategi pengendalian harus dilakukan secara terpadu mulai dari:
1.
Penggunaan Varietas Tahan, tanam varietas padi
yang tahan terhadap tungro seperti Inpari 13, Inpari 18, Inpari 42 Agritan GSR,
Ciherang Sub1, Situ Bagendit atau varietas lokal yang telah terbukti tahan.
2.
Tanam Serempak, menanam padi secara serempak
dalam satu hamparan dapat memutus siklus hidup wereng dan menghambat penyebaran
virus.
3.
Sanitasi Lahan, cabut dan musnahkan tanaman
terserang tungro sedini mungkin serta bersihkan gulma dan inang alternatif yang
dapat menjadi tempat persembunyian wereng.
4.
Pengendalian Hayati, pelestarian dan menggunakan
musuh alami seperti laba-laba, kumbang predator (Coccinellidae), atau jamur
entomopatogen seperti Beauveria bassiana.
5.
Penggunaan Insektisida Secara Bijak, Aplikasikan
insektisida berbahan aktif Imidakloprid, Buprofezin, atau MIPC yang efektif
terhadap wereng hijau, hanya saat populasi mencapai ambang kendali (10 wereng
per rumpun pada fase vegetatif). Namun ketika sudah ada sumber penyakit tungro
areal disekitarnya harus waspada dengan peningkatan populasi walaupun hanya
sedikit.
Wereng hijau mungkin terlihat kecil, namun perannya
sebagai penyebar penyakit tungro sangat besar dan merugikan. Oleh karena itu,
pemahaman yang baik mengenai biologi wereng, cara penularan virus, serta
strategi pengendalian yang terpadu sangat penting untuk mencegah ledakan
serangan dan menjaga produksi padi yang berkelanjutan.
Daftar Referensi:
Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. (2020). Panduan pengendalian terpadu hama dan penyakit padi
(PHT Padi). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian
Pertanian Republik Indonesia.
Hasyim, A., &
Supriyadi. (2018). Karakteristik morfologi dan biologi wereng hijau (Nephotettix
virescens) sebagai vektor virus tungro. Jurnal Proteksi Tanaman Tropika,
22(1), 10–18.
Hibino, H. (1996). Biology
and epidemiology of rice viruses. Annual Review of Phytopathology, 34,
249–274. https://doi.org/10.1146/annurev.phyto.34.1.249
Sastrosiswojo, S.,
& Setyobudi, L. (2000). Pengendalian tungro pada tanaman padi secara
terpadu. Sukamandi: Balai Penelitian Tanaman Padi.