(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Wereng Hijau (Nephotettix virescens): Vektor Utama Penyakit Tungro pada Tanaman Padi

Admin distan | 21 Juni 2025 | 25 kali


Oleh: I Wayan Rusman, S.P.

Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Ahli Pertama

Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kubutambahan

 

Tanaman padi merupakan komoditas utama bagi ketahanan pangan khususnya di Indonesia. Akan tetapi produktivitas padi seringkali terancam oleh serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), salah satunya adalah penyakit tungro. Penyakit ini sangat merugikan karena dapat menurunkan hasil panen secara drastis. Salah satu penyebab penyebaran penyakit tungro yang paling signifikan adalah wereng hijau (Nephotettix virescens), serangga kecil yang berperan sebagai vektor biologis virus tungro. Gejala tungro bisa bervariasi tergantung pada usia tanaman saat infeksi dan tingkat keparahannya. Umumnya, gejala yang muncul antara lain: Daun menguning, dimulai dari ujung daun ke arah pangkal. Pertumbuhan tanaman terhambat, batang menjadi lebih pendek dan kurus. Malai sedikit atau tidak keluar sama sekali, menyebabkan penurunan hasil panen. Perakaran lemah dan pendek. Warna gabah terlihat pucat dan tidak terisi dengan baik.

 

Karakteristik dan Siklus Hidup Wereng Hijau

Serangga ini memiliki tubuh kecil dengan panjang sekitar 3 hingga 4 milimeter, berwarna hijau terang yang menjadi ciri khas utamanya. Tubuh wereng hijau ramping dan dilengkapi dengan dua pasang sayap transparan yang menutupi punggungnya saat terdiam. Di bagian punggung atau pronotumnya, terdapat dua bintik hitam kecil yang khas, yang bisa dijadikan indikator visual dalam identifikasi lapangan. Kepala wereng ini cukup lebar, dengan antena panjang dan mata majemuk besar yang memberikan penglihatan luas, sangat berguna untuk mendeteksi gangguan. Kaki wereng hijau panjang dan dirancang untuk melompat, memungkinkan serangga ini berpindah dengan cepat antar tanaman. Perilaku meloncat ini biasanya muncul saat wereng merasa terganggu atau ketika tanaman digoyangkan. Wereng hijau biasanya ditemukan berkumpul di bagian bawah daun padi, terutama pada tanaman yang masih muda atau sedang dalam fase pertumbuhan vegetatif.

Siklus hidup wereng hijau dumulai dari telur yang diletakkan dalam jaringan daun tanaman, menetas dalam waktu 6–8 hari menjadi nimfa. Nimfa mengalami 5 instar selama 10–14 hari kemudian menjadi wereng dewasa. Fase dewasa hidup mencapai 2–3 minggu, dan mampu menyebar dari satu tanaman ke tanaman lain. Dalam siklus hidupnya, wereng hijau bisa menjadi vektor penyakit tungro apabila ia mengisap pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro.

 

Cara Penularan Penyakit Tungro

Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus, yaitu Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Wereng hijau tidak mewariskan virus ke keturunannya, tapi berperan sebagai vektor yang mentransmisikan virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat. Dengan mekanisme penularan dimana wereng hijau mengisap tanaman yang terinfeksi virus (masa akuisisi), setelah virus masuk ke tubuh wereng (masa laten sekitar 5–10 hari), wereng mampu menularkan virus ke tanaman sehat saat mengisap cairan tanaman (masa inokulasi). Virus hanya bisa bertahan dalam tubuh wereng selama beberapa hari (RTBV dapat bertahan lebih lama hingga beberapa minggu). Penting dicatat bahwa penularan hanya terjadi melalui wereng, bukan dari biji, air, atau kontak fisik antar tanaman.

 

Strategi Pengendalian Wereng Hijau dan Penyakit Tungro

Pengendalian penyakit tungro harus dilakukan secara terpadu dan preventif, dengan menargetkan vektor utama, yaitu wereng hijau. Strategi pengendalian harus dilakukan secara terpadu mulai dari:

1.       Penggunaan Varietas Tahan, tanam varietas padi yang tahan terhadap tungro seperti Inpari 13, Inpari 18, Inpari 42 Agritan GSR, Ciherang Sub1, Situ Bagendit atau varietas lokal yang telah terbukti tahan.

2.       Tanam Serempak, menanam padi secara serempak dalam satu hamparan dapat memutus siklus hidup wereng dan menghambat penyebaran virus.

3.       Sanitasi Lahan, cabut dan musnahkan tanaman terserang tungro sedini mungkin serta bersihkan gulma dan inang alternatif yang dapat menjadi tempat persembunyian wereng.

4.       Pengendalian Hayati, pelestarian dan menggunakan musuh alami seperti laba-laba, kumbang predator (Coccinellidae), atau jamur entomopatogen seperti Beauveria bassiana.

5.       Penggunaan Insektisida Secara Bijak, Aplikasikan insektisida berbahan aktif Imidakloprid, Buprofezin, atau MIPC yang efektif terhadap wereng hijau, hanya saat populasi mencapai ambang kendali (10 wereng per rumpun pada fase vegetatif). Namun ketika sudah ada sumber penyakit tungro areal disekitarnya harus waspada dengan peningkatan populasi walaupun hanya sedikit.

Wereng hijau mungkin terlihat kecil, namun perannya sebagai penyebar penyakit tungro sangat besar dan merugikan. Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai biologi wereng, cara penularan virus, serta strategi pengendalian yang terpadu sangat penting untuk mencegah ledakan serangan dan menjaga produksi padi yang berkelanjutan.

 

Daftar Referensi:

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. (2020). Panduan pengendalian terpadu hama dan penyakit padi (PHT Padi). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Hasyim, A., & Supriyadi. (2018). Karakteristik morfologi dan biologi wereng hijau (Nephotettix virescens) sebagai vektor virus tungro. Jurnal Proteksi Tanaman Tropika, 22(1), 10–18.

Hibino, H. (1996). Biology and epidemiology of rice viruses. Annual Review of Phytopathology, 34, 249–274. https://doi.org/10.1146/annurev.phyto.34.1.249

Sastrosiswojo, S., & Setyobudi, L. (2000). Pengendalian tungro pada tanaman padi secara terpadu. Sukamandi: Balai Penelitian Tanaman Padi.