Oleh : I Gede Putu Dharma Aditya, S.P. / BPP Kubutambahan
Permintaan
tanaman biofarmaka cenderung meningkat seiring peningkatan kesadaran pola hidup
sehat di masyarakat
dengan memanfaatkan herbal yang
berimbas pada potensi pengembangan Industri Obat Tradisional
(IOT) dan kosmetika di Indonesia. Permintaan ini menjadi sebuah peluang besar
sekaligus tantangan untuk peningkatan sumbangan produksi dan produk olahan
tanaman obat hasil budidaya. Salah satu tanaman biofarmaka rimpang yang ada dan
dibudidayakan adalah kunyit/kunir.
World Health Organization (WHO) memasukkan kunyit dalam daftar prioritas tanaman
obat yang paling banyak dimanfaatkan
di berbagai negara. Pada golongan tanaman biofarmaka, kunyit menjadi
komoditi ekspor Indonesia kedua terbesar setelah jahe.
Kunyit dikatakan sebagai tanaman biofarmaka sebab dapat
menjadi tanaman obat yang berkhasiat dalam penyembuhan dan pencegahan penyakit.
Desa Bengkala merupakan desa di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali yang memiliki luas 438,36 Ha dengan topografi datar pada ketinggian ± 90-170 mdpl, yang seluas 366 Ha (83,56 %) wilayahnya merupakan lahan pertanian/perkebunan. Potensi ini dimanfaatkan untuk budidaya komoditas tanaman bagi kesejahteraan masyarakat. Salah satu komoditi yang dikembangkan masyarakat di lahan miliknya adalah jenis hortikultura berupa biofarmaka khususnya kunyit seluas 25,75 Ha. Oleh karena itu potensi kunyit dari Desa Bengkala untuk dipasarkan langsung dalam bentuk rimpang segar/basah, irisan kering/bubuk, maupun diolah menjadi produk dengan nilai tambah seperti jamu/loloh memiliki prospek pasar yang masih dapat dikembangkan.
Pada dasarnya, kunyit merupakan tanaman biofarmaka semak-rimpang bernama ilmiah Curcuma Domestica, (famili Zingebereceae), berbatang semu, tegak, dan bulat setinggi 70 cm, dengan morfologi daun tunggal, lanset memanjang, dan pangkal runcing bertepi rata. Memiliki rimpang yang berumpun rapat, berwarna orange, dan tunas mudanya berwarna putih. Kunyit mengandung kurkuminoid, yang terdiri dari kurkumin, desmetokikumin, dan bisdesmetoksikurkumin. Selain itu, kunyit juga mengandung minyak asiri (5%), khususnya volatil oil. Minyak asiri kunyit terdiri dari bahan aktif keton sesquiterpen, turmeron (30%), tumeon (30%), zingiberen (25%), felandren, sabinen, borneol dan sineil. Selain itu, rimpang kunyit juga terkandung minyak nabati, karbohidrat, zat pati, protein, vitamin C, dan garam mineral (zat besi, fosfor, dan kalsium).
Kunyit memiliki khasiat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, antiseptik alami, karena fungsinya sebagai anti oksidan, anti inflamasi, anti tumor, anti mikroba, pencegah kanker, dan menurunkan kadar lemak darah dan kolesterol, serta sebagai pembersih darah. Selain itu kunyit dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, pemberi aroma dan pewarna alami masakan dari zat kurkumin yang terkandung didalamnya.
Desa Bengkala tercatat memproduksi sejumlah 682,11 ton kunyit segar/basah pada tahun 2021 dengan produktivitas sekitar 14,3 ton/Ha rimpang kunyit. Tingkat produksi yang dapat dikatakan cukup besar ini perlu didukung dengan penerapkan Good Agriculture Practices (GAP). Penerapan GAP diperlukan sebagai acuan dalam mengelola usaha budidaya kunyit dalam rangka tercapainya usaha produksi yang efisien dan berdaya saing, dihasilkannya produk bermutu yang aman dikonsumsi dan diproduksi atas dasar keberlanjutan serta kelestarian sumberdaya alam pertanian. Panca Usaha Tani menjadi upaya dalam meningkatkan produksi dan kualitas kunyit yang dibudidayakan, antara lain: (1) pengolahan tanah yang baik; (2) penggunaan bibit unggul; (3) pemupukan yang sesuai kebutuhan; (4) pengairan yang baik; dan (5) pengendalian organisme pengganggu seperti hama dan penyakit tanaman.
Pemasaran yang dilakukan petani pembudidaya di Desa Bengkala masih dilakukan secara mandiri ke pasar, melalui pengepul, pengecer seperti warung atau kios, dan melalui BUMDES. Terkait dengan olahan produk nilai tambah kunyit seperti jamu/loloh, Desa Bengkala memiliki salah satu sentra loloh kunyit dari beberapa usaha sejenis yang ada di Desa Bengkala dengan nama “Sakuntala” sebagai nama produk pemasarannya. Kendati penyerapan komoditi kunyit untuk produk loloh kunyit Sakuntala sangat terbatas, hanya 5-10 kg per hari, uniknya pengolahan usaha ini dijalankan oleh kelompok masyarakat bekebutuhan khusus tuli-bisu atau kolok yang dulunya merupakan bantuan program CSR Pertamina yang berlokasi khusus di KEM (Kawasan Ekonomi Masyarakat). Kini usaha loloh kunyit sepenuhnya telah dikelola kelompok masyarakat berkebutuhan khusus dengan dukungan dari pihak desa dan untuk pemasarannya melalui BUMDES serta website.
Potensi usaha-pemasaran biofarmaka kunyit dari Desa
Bengkala dapat dikatakan cukup tinggi dan dapat berkembang melihat produksi
kunyit di Desa Bengkala, adanya peluang selalu tersedianya konsumen produk
kunyit baik itu basah, kering dan berbentuk jamu serta penerimaan pasar yang
masih terbuka lebar. Kenyataan ini dilandaskan
pada tingkat produktivitas, jalur tata niaga, dan kebutuhan kunyit dari
berbagai industri yang membutuhkannya.