Oleh: Pande Made Giopany,
S.P.
(POPT – Ahli Pertama BPP
Kecamatan Sukasada)
Sektor pertanian
merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan sebuah bangsa, karena memiliki
peran dalam mendukung perekonomian nasional dan menjamin kelangsungan hidup
masyarakat. Selain menyediakan kebutuhan pangan, sektor pertanian juga menjadi
sumber bahan baku industri, komoditas ekspor, hingga menyediakan energi
terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Namun demikian, upaya untuk mewujudkan
pertanian yang tangguh, yaitu ketahanan pangan, masih menghadapi berbagai
tantangan, seperti faktor lingkungan, perubahan iklim, gangguan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT), dan degradasi lahan.
Khususnya
kendala gangguan OPT pada budidaya tanaman dapat menyebabkan kerusakan pada
tanaman budidaya sehingga menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas
hasil panen. Dalam menghadapi gangguan OPT tersebut, petani masih mengandalkan
dan ketergantungan atas penggunaan pestisida kimia. Meskipun efektif dalam
jangka pendek, penggunaan pestisida kimia secara terus menerus dan tidak secara
bijaksana dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti resistensi hama,
menurunnya populasi musuh alami serta gangguan kesehatan bagi manusia, hewan
dan lingkungan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengendalian OPT secara hayati
yang aman bagi lingkungan.
Salah satu
alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan pemanfaatan jamur entomopatogen Metarhizium
anisopliae yang mampu mengendalikan OPT, khususnya hama. Jamur M.
anisopliae merupakan jamur entomopatogen yang menghasilkan endotoksin yang
mematikan yaitu destruxins yang menyebabkan kelumpuhan dan kematian pada
serangga. Penggunaan aplikasi jamur M. anisopliae mampu menyebabkan
mortalitas pada berbagai hama, seperti walang sangit, kumbang kelapa, ulat
grayak, kepik penghisap buah, kepinding tanah dan hama lainnya. M.
anisopliae berpotensi sebagai pengendali biologis yang mampu menyerang hama
pada semua fase pertumbuhan, termasuk telur, larva, pupa dan imago.
Morfologi Metrhizium
anisopliae
Secara
makroskopis, jamur M. anisopliae menunjukkan koloni berwarna hijau
bentuk bulat menyebar diameter 9 cm pada hari ke-7. Warna isolat M.
anisopliae pada awal pertumbuhan berwarna putih, kemudian berubah menjadi
warna hijau gelap. Konidiofor muncul dari hifa isolat membentuk percabangan yan
tidak teratur mempunyai 2 sampai 3 cabang tiap konidiofornya. Berdasarkan
pengamatan mikroskopis, karakteristik jamur M. anisopliae mempunyai
miselium bersekat konidia bersel satu berwarna hialin dan berbentuk bulat,
konidia panjang 4-7 mikrometer. konidiofor jamur tersusun
tegak, berlapis dan bercabang yang dipenuhi dengan konidia, sedangkan bentuk
dari konidia jamur bersel satu berwarna hialin dan berbentuk bulat silinder.
Mekanisme Infeksi Metrhizium
anisopliae
Jamur M.
anisopliae akan menginfeksi setelah adanya sentuhan antara konidia yang
bersifat virulen dengan bagian kutikula serangga yang peka. Larva yang moulting
dan pupa yang masih muda cenderung lebih peka terhadap infeksi jamur daripada
larva atau pupa dengan kutikula yang sudah mengeras. Ciri – ciri larva yang
mati akibat infeksi dari jamur ini yaitu menurunnya aktivitas makan larva dan
setelah mati akan berubah kaku dan mengeras diselimuti hifa berwarna putih pada
hari ke-2 setelah infeksi, terutama pada bagian anterior dan posterior. Setelah
jamur menginfeksi konidia akan berkembang dengan cepat, sehingga blatospora
akan menutupi tubuh hama. Lebih banyak konidia yang berpenetrasi menyebabkan
lebih banyak enzim dan racun yang dikeluarkan oleh jamur.
Pemanfaatan M.
anisopliae sebagai agens hayati merupakan langkah penting dalam mendukung
pengendalian hama yang efektif, aman dan ramah lingkungan. Karakteristik
morfologi, mekanisme infeksi yang dimilikinya, serta kemampuannya menimbulkan
mortalitas pada berbagai jenis hama menunjukkan bahwa jamur ini berpotensi
besar menjadi alternatif dalam menekan ketergantungan atas pestisida kimia.
Sumber Pustaka
Indrayani, I. (2017). Potensi jamur Metarhizium
anisopliae (METSCH.) Sorokin untuk pengendalian secara hayati hama uret
tebu Lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaeidae). Perspektif,
16(1), 24–32
Nasution, L., Cemda, A. R., Isnaini, S., Afrillah, M., Filsa, P.,
Agroteknologi, D., & Pertanian, F. (2021). Dari Isolat Brontispa
Longissima Mengendalikan Larva (Oryctes Rhinoceros) Secara Invitro.
Permadi, M.A., Mahmud, A.,
Mukhlis, M., Lubis, R.A., & Faisal, M.T. (2020). Studi karakterisasi
fisiologi cendawan entomopatogen Metarhizium spp dari berbagai rizosfer
tanaman hortikultura Kota Padangsidimpuan. Eksakta: Jurnal Penelitian dan
Pembelajaran MIPA, 5(2), 166.
Suciatmih, S., Kartika, T., & Yusuf, S. (2015). Jamur entomopatogen
dan aktivitas enzim ekstraselulernya. Berita Biologi, 14(2), 78-90.
Utami, A., Dadang, D., Nurmansyah, A., & Laba, I. W. (2017). Tingkat
Resistensi Helopeltis antonii (Hemiptera: Miridae) pada Tanaman Kakao
terhadap Tiga Golongan Insektisida Sintetis. Jurnal Tanaman Industri Dan
Penyegar, 4(2), 89. https://doi.org/10.21082/jtidp.v4n2.2017.p89-98
Widariyanto, R., Pinem, M. I., &
Zahara, F. (2017). Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium
lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana) terhadap Aphis
glycines pada Tanaman Kedelai. Jurnal Online Agroekoteknologi, 5(1),
8
Widiarti, D.G. (2018). Uji
Patogenisitas Jamur Metarhizium sp. Isolat Lampung Selatan dan Salatiga
terhadap Larva Oryctes rhinoceros di Laboratorium. Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sumber Gambar
Kobmoo, N., et al. 2024. Integrative
taxonomy of Metarhizium anisopliae species complex, based on
phylogenomics combined with morphometrics, metabolomics, and virulence data. IMA
Fungus 15:30. https://doi.org/10.1186/s43008-024-00154-9