(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

PENGENDALIAN BUSUK BATANG PADA PISANG

Admin distan | 24 Agustus 2018 | 33256 kali

 

Oleh : Ir. IGusti Ayu Maya Kurnia, M.Si/PP Madya pada Dinas Pertanian Kab. Buleleng

 

Tanaman pisang merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai arti penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Buahnya diperlukan sebagai bahan asupan gizi untuk semua strata umur dan untuk banyak sekali keperluan sosial. Di masyarakat Bali, buah pisang selalu dibutuhkan sebagai bahan dalam kegiatan ibadahnya. Secara ekonomi, buah pisang menjadi tumpuan bagi banyak rumah tangga untuk penyangga kebutuhan hidupnya, sehingga serangan penyakit terhadap tanaman ini patut diwaspadai dan dicegah agar tidak menjadi momok dalam budidaya pisang. Penyakit busuk batang pisang disebabkan oleh dua jenis patogen yaitu bakteri Pseudomonas solanacearum dan jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense.  Kedua jenis mikroorganisme parasit tersebut menyebabkan kematian tanaman, sehingga sangat merugikan petani dalam usahatani pisang. Di lapangan, gejala luar penyakit busuk batang pisang, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun jamur mempunyai gejala serangan yang hampir sama, yaitu daun yang masih tegak sama-sama menguning, meski secara detail berbeda. Demikian pula gejala pada batang dan buah. Secara umum, gejala serangan oleh bakteri dapat menyebabkan busuk basah dan berbau khas, sedangkan serangan oleh jamur menimbulkan gejala busuk kering (kisut) dan tidak berbau. bbppketindan.bppsdmp.pertanian.go.id/blog/pengendalian-penyakit.

Gejala serangan penyakit Layu Fusarium adalah terjadinya gejala khas yaitu pencoklatan pada jaringan pembuluh. Infeksi penyakit layu fusarium terjadi melalui penetrasi pada akar tanaman pisang. Jamur kemudian menyerang xylem sehingga menyebabkan penutupan pembuluh. Gejala internal ditandai oleh pencoklatan jaringan pembuluh diawali dengan penguningan jaringan pembuluh di akar dan bonggol, selanjutnya berubah warna menjadi merah atau coklat pada pembuluh vaskular pada pseudostem dan kadang-kadang pada tangkai tandan. Pada saat tanaman mati, jamur akan tumbuh menyebar dari xylem ke jaringan sekitarnya, membentuk klamidospora (spora istirahat) yang mampu bertahan dalam perakaran inang alternatif sampai 30 tahun (Hermanto, dkk., 2008).

Keluhan yang merata dan meluas secara masive pada petani pisang di seluruh negeri menjadi cambuk untuk terus mencari formula yang tepat untuk dapat mengendalikan serangan penyakit ini. Sedangkan pada penyakit Layu Bakteri, tanaman yang terserang memperlihatkan gejala daun kuning dan layu. Gejala luar diperlihatkan dengan terjadinya pengeringan pada bunga jantan. Pada serangan yang parah, batang semu mencoklat dan membusuk. Kerusakan terutama terjadi pada pisang Kepok yang ditandai oleh pembusukan daging buah, sehingga daging buah busuk coklat kemerahan, sedangkan batang semunya apabila disayat melintang akan mengeluarkan cairan yang berwarna merah, sehingga disebut penyakit pisang berdarah.  Penularan penyakit dapat terjadi melalui bibit, tanah, air irigasi, alat-alat pertanian dan serangga serta dapat bertahan paling singkat 1 tahun dalam tanah tanpa kehilangan virulensinya. Perkembangan penyakit di lapangan terutama dipengaruhi oleh adanya sumber inokulum.

Di banyak lokasi di Indonesia, para petani sudah frustasi setelah mencoba berbagai saran dan petunjuk dari instansi terkait seperti Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPTP) dan Dinas Pertanian setempat. Beberapa teknologi anjuran yang sudah didiseminasikan adalah penggunaan herbisida Glifosat, eradikasi sumber inokulum dan penggunaan bibit yang tahan dan bebas penyakit, serta sterilisasi areal tanam dari tanaman inang.  Penggunaan Glifosat sejatinya kontraproduktif karena petani harus mengeluarkan dana untuk membeli herbisida sementara tanamannya tetap saja mati, sehingga tidak mendatangkan manfaat bagi petani. Tindakan eradikasi sangat menguras energi, waktu dan keuangan petani karena ternyata patogennya dapat bertahan tanpa inang selama 40 tahun. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk upaya pengendalian penyakit ini yaitu: infus akar, injeksi batang dan perendaman bibit (Juniawan, 2008). Pestisida yang digunakan adalah pestisida nabati OPIS dengan bahan aktif yang diperoleh dari limbah cengkeh (Syzigium caryopilatum).

 Teknis Infus Akar, prinsip kerjanya adalah mengikuti proses fisiologis tanaman yaitu difusi atau translokasi, khususnya dalam membawa air dan unsur hara ke bagian atas tubuh tanaman melalui jaringan vaskuler pada batang semu. 

Langkah kerjanya adalah: (a) carilah akar pisang yang masih muda, warnanya coklat muda; (b) posisi akar harus miring membentuk sudut 45ºC, (c) bagian ujung akar lalu disayat miring dengan pisau cutter atau sejenisnya yang steril; (d) siapkan plastik es mambo warna putih kapasitas 25 ml.; (e) masukkan akar hingga ujungnya menyentuh bagian dasar plastik; (f) ikat bagian atas secara hati-hati dengan tali rafia; (g) suntikkan larutan ekstrak dengan sped secara perlahan dari bagian atas plastik dengan dosis 10 ml; (h) selanjutnya ditutup dengan tanah gembur atau seresah daun hingga penutupan 90%; (i) periksa setiap 2 (dua) hari sekali untuk mengetahui keadaan larutan; dan (j) apabila dalam tempo 4 hari larutan belum habis terserap, maka carilah akar lain dengan cara dan syarat yang sama seperti di atas. Untuk aplikasi kali kedua dan seterusnya dapat tetap pada akar yang sama, hanya perlu disayat ulang saja.

Teknik Injeksi Batang, cara ini menjadi alternatif apabila cara pertama sulit dilakukan, misalnya karena terbatasnya tenaga kerja, waktu, biaya dan keadaan tanah tempat tumbuh tanaman pisang yang padat dan lain-lain.

Prinsip kerjanya tetap mengikuti proses fisiologis tanaman dalam mentranslokasi air dan unsur hara ke bagian atas tubuh tanaman. Larutan bersama air dan unsur hara ke bagian lain tubuh tanaman, maka apabila ada patogen di bagian tersebut akan dibunuh oleh larutan obat dan seterusnya hingga bagian paling ujung yakni pucuk atau buahnya. Langkah kerjanya adalah: (a) cairan ekstrak nabati yang  telah disiapkan disedot dengan sped plastik kapasitas 10 ml.; (b) injeksi pada bagian pangkal batang semu dengan posisi miring membentuk sudut 450C; (c) jarum injeksi diarahkan ke bagian tengah batang semu; (d) tanaman dengan tinggi 1 meter diinjeksi pada 2 tempat yaitu di pangkal dan di ujung batang, bila tinggi tanaman mencapai 1,5 m atau lebih, maka diinjeksi di 3 tempat yakni: (a) pangkal batang, (b) bagian tengah dan (c) ujung batang. Setelah larutan habis disuntikkan, tarik sped secara perlahan agar larutan tidak keluar.

Teknik Perendaman Bibit,  caranya adalah dengan merendam bibit yang masih dalam polybag atau tanpa polybag selama 15 menit dalam larutan OPIS yang telah diencerkan 10 kali dengan air biasa. Sterilitas dapat diperoleh melalui hisapan akar terhadap larutan OPIS lalu ditranslokasi ke seluruh bagian tubuhnya. Sedangkan dengan merendam tanah yang menjadi media tumbuhnya akan menjadikan tanah tersebut steril dari patogen.

Larutan OPIS adalah larutan yang diperoleh dari hasil maserasi ekstrak kasar sampah organik cengkeh yang dapat berupa tangkai bunga atau daun cengkeh kering.

bbppketindan.bppsdmp.pertanian.go.id/blog/pengendalian-penyakit.