Kementerian Pertanian (Kementan) mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Luas Tambah Tanam dan Penguatan Data Luas Tanam Pajale guna meningktakan koordinasi lintas sektoral. Tujuannya yakni mempercepat peningkatan luas tambah tanam padi, jagung, kedelai dan kualitas data.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi menyatakan berkenaan dengan data, sumbernya data satu pintu, yakni melalui BPS sebagai institusi yang berwenang atas data statistik. Namun demikian, BPS dan Pusat Data dan Sistem Informasi (Pusdatin) Kementan serta dinas pertanian dan penanggung jawab Program Upaya Khusus (Upsus) perlu menyamakan persepsi sehingga pengentrian data luas tanam benar-benar tercatat.
"Rakor ini sebagai wadah persamaan persepsi antar sektor. Makanya di sini saya undang BPS dan Pusdatin Kementan agar dapat memberi penjelasan ke para peserta Dinas Pertanian Kabupaten dan Penanggungjawab Upsus dalam pengentrian data luas tanam. Jangan sampai kita sudah tanam tapi tidak tercatat di mana pun," demikian diungkap Suwandi saat pembukaan Rakor di Depok, Selasa (20/8/2019).
Lebih lanjut Suwandi mengingatkan, di musim kemarau ini bagi daerah agar lahan sawah yang kering dengan sumber air terbatas tetapi ada potensi sumur dangkal dapat berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP).
"Silahkan lapor usulkan ke Ditjen PSP dan sampaikan kebutuhannya," ujarnya.
Menurut Suwandi, data BPS rata-rata 5 hingha 10 tahun terakhir, di bulan Juli sampai September luas tanam menunjukkan lebih rendah dibandingkan bulan lainnya dalam setahun. Dengan demikian, hal ini tentunya menjadi tantangan semua pihak agar meningkatkan luas tanam.
"Jangan sampai luas tanam di bawah 1 juta hektar. Kita rubah mindset yang biasanya di bulan ini semula tidak tanam menjadi menanam," tegasnya.
Suwandi menjelaskan paradigma baru ini sesuai dengan arahan Mentan Amran Sulaiman dan Presiden Jokowi untuk membuat terobosan baru sehingga bias menanam seluas-luasnya. Dinas pertanian harus mengajarkan petani pada saat air di sawah "nyemek-nyemek" segera ditanam lagi, baik ditanam padi gogo dengan tabela, maupun dengan menanam jagung dan kedelai.
"Kita harus bisa mencari sumber air di sekitarnya seperti waduk, embung, sungai. Jadi nanti bisa dicarikan solusi apakah dengan pipanisasi, pompanisasi ataupun sumur dangkal. Intinya jangan ada tanah yang nganggur termasuk pematang dan galengan," jelasnya.
Suwandi menambahkan untuk meningkatkan luas tanam, harus dilakukan identifikasi di lapangan, yakni lahan-lahan yang bisa ditanam dan selanjutnya melakukan Gerakan Tanam bersama petani.
Dengan begitu, tanaman akan dipanen beberapa bulan lagi saat masuk musim penghujan dan mulai tanam lagi. Ini akan menambah income petani di saat musim kemarau.
"Dalam upaya meningkatkan luas tanam, Kementan juga melakukan koordinasi dengan TNI. TNI mendukung penuh berbagai dukungan gerakan dilapang mulai dari tanam, serap gabah dan lainnya," pinta Suwandi.
Paban III Wanwil Sterad TNI AD, Kolonel Wakhyono mengatakan TNI sendiri ikut melakukan upaya minimalisasi dampak kekeringan. Yakni dengan mendorong petani melakukan budidaya tanam serentak dan membantu membangung infrastruktur jaringan irigasi tersier.
"TNI juga turut hadir dalam pengawalan saprodi dan optimalisasi brigade alsintan," tegasnya.
Hal senada dikatakan Dirjen PSP Kementan, Sarwo Edhy. Ia meminta semua pihak agar mengecek sumber mata air yang ada di sekitar wilayah kering. Hal ini bisa berkoordinasi dengan dinas setempat, sehingga Kementan secepat mungkin dapat menginventarisir kebutuhannya apakah pompanisasi, pipanisasi atau sumur dangkal.
"Untuk benihnya pun Badan Litbang juga menyiapkan varietas yang tahan kekeringan," ujarnya.
Luas Baku Lahan Sawah
Terkait luas baku lahan, Suwandi menerangkan angka luas baku dengan luas tanam atau luas panen tidak selalu sama. Menurutnya, luas baku lahan sawah berbeda dengan luas tanam atau panen. Luas tanam dan panen biasanya lebih tinggi karena adanya Indeks Pertanaman, bisa setahun 2 sampai 3 kali tanam.
"Perlu diperhatikan juga bahwa banyak pertanaman padi yang belum tercatat karena berada diluar luas baku sawah peta KSA BPS. Seperti tumpangsari di lahan Perhutani, pertanaman di bawah tegakan pohon kelapa, dan integrasi dengan sawit, itu biasanya berada di luar luas baku pada peta kerangka sampling area (KSA, red)," jelasnya.
Kepala Seksi Penyiapan Statistik Tanaman Pangan BPS, Hariyanto menegaskan pada dasarnya BPS masih membuka peluang perbaikan luas panen untuk perbaikan KSA. Agar bisa tercatat dengan baik, lahan di luar KSA bisa diusulkan ke BPS asal ada bukti foto GPS dan open camera.
"Dasar perhitungan KSA dari luas baku lahan sawah Tahun 2018 tercatat luas baku lahan sawah 7,1 juta hektar," terangnya.
"Dari angka ini sudah terverifikasi di 16 Provinsi, sedangkan sisanya masih dalam proses verifikasi," tambahnya.
Menanggapi pertanaman di lahan yang belum masuk KSA, menurut Hariyanto, hal ini bisa diusulkan dengan mengklasifikasikan S3 yaitu lahan bukan sawah. BPS akan membuatkan kerangka sampel untuk pendataan dengan berbasis kamera android dan titik amatannya dilakukan terus menerus.
"Data yang sudah jadi kemudian akan dikirim ke server Pusat," ucapnya.
Haryanto pun menekankan luas baku yang belum tercatat bisa dengan geotagging. Hasil geotagging bisa disampaikan ke Kementerian ATR/ BPN yang seterusnya dikonfirmasi ke Badan Informasi Geospasial.
"Jadi, saya tekankan lagi luas data baku lahan sawah tidak bersifat statis. Datanya bersifat dinamis dan bisa berubah setelah diverifikasi Badan Informasi Geospasial," tutupnya.
(Bidang Tanaman Pangan)