Menjelang musim panen kerap ditemukan banyak populasi burung yang datang ke areal sawah untuk memakan padi. Dengan adanya penghalau yang berbentuk orang-orangan ini sejak dulu dipercaya dapat mengantisipasi banyaknya serangan burung terhadap padi. Orang Bali menyebut orang-orangan sawah sebagai lelakut. Rabu, 18 Desember 2024 petugas BPP Seririt melakukan pembuatan orang-orangan sawah atau lelakut. Hal ini sesuai arahan Bapak Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng agar setiap BPP berkreasi membuat lelakut dan menjaga simbol budaya Bali. Lelakut merupakan budaya yang diwariskan secara turun temurun pada budaya agraris terutama dalam bidang pertanian di Bali.
Lelakut adalah salah satu media atau bentuk visual menyerupai manusia atau orang-orangan dimana berfungsi untuk menjaga tanaman petani di sawah dari gangguan hama. Salah satunya burung dan tentu saja hama-hama lainnya. Proses pembuatan lelakut pastilah para petani sedikit bersentuhan atau memanfaatkan kreasi dan daya seninya untuk menciptakan lelakut sekalipun itu perwujudannya sangat sederhana. Karya seni ini juga memiliki makna mendalam sebagai penolak bala dan pelindung sawah. Lelakut atau orang-orangan sawah ditempatkan berdiri di tengah persawahan. Secara garis besar lelakut atau orang-orangan sawah memiliki bentuk dan tujuan yang tidak jauh berbeda, secara kasat mata kita bisa melihat bahwa bentuk dari lelakut atau orang-orangan sawah tersebut dibuat layaknya manusia yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikendalikan dengan menggunakan tali oleh para petani dari jarak jauh.
Lelakut biasanya terbuat dari bahan-bahan alami seperti jerami atau batang pelepah kelapa yang dianyam dan dibentuk menyerupai manusia. Kepala Lelakut sering kali dihiasi dengan rambut dari ijuk atau gambar wajah yang berwarna-warni menggunakan bahan alami seperti kapur, kunyit, dan arang. Penambahan topi seperti caping atau kukusan bekas memberikan kesan bahwa Lelakut benar-benar seorang manusia.
Lelakut merupakan media ramah lingkungan dimana dapat mengurangi biaya pengendalian serta didedikasikan untuk dunia seni sebagai penyadaran untuk alam lingkungan yang lebih baik. Dengan adanya memadukan antara tradisi dan seni, lelakut dapat dibuat menjadi lebih menarik sehingga bukan hanya untuk sekedar menakut-nakuti burung saja, melainkan membuat indah pemandangan saat sedang melewati areal sawah.
Lelakut sendiri adalah simbol kekayaan budaya Bali yang penuh makna dan filosofi. Lelakut di Bali merupakan bagian dari sebuah ritual yang menjadi sebuah ciri dari masyarakat agraris terutama dalam pertanian tanaman padi. Selain digunakan untuk mengusir hama di sawah, lelakut sendiri juga sering digunakan di kebun untuk mengusir hama tupai pada tanaman durian atau buah-buahan lainnya. Diharapkan dengan adanya lelakut dapat membantu petani guna mengusir atau melindungi padi yang telah berbuah dari serangan burung-burung yang memakan biji-biji padi yang dapat mengakibatkan gagalnya panen.