Peralihan dari musim hujan ke musim kemarau atau
sering disebut dengan musim pancaroba merupakan tantangan tersendiri bagi petani
terutama pada komoditi-komoditi pertanian yang rentan akan serangan penyakit
layu seperti layu fusarium. Pada musim hujan tanaman cabai merupakan salah satu
tanaman yang rentan akan penyakit layu baik itu layu yang disebabkan oleh
bakteri maupun yang disebabkan oleh jamur. Oleh karena hal tersebut khususnya
untuk petani yang baru akan melakukan penanaman tanaman baru harus menyiapkan
strategi untuk mencegah tanaman terserang penyakit layu tersebut. Salah satu
strategi yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan agen pengendali hayati
ramah lingkungan yaitu Trichoderma sp. Jumat (7/10)
Nama Trichoderma sp. sudah tidak asing lagi terdengar di kalangan petani, karena sudah banyak diaplikasikan untuk mencegah penyakit layu pada pisang, bawang putih, cabai serta penyakit jamur akar putih pada cengkeh. jamur ini diklaim mampu meningkatkan hasil produksi tanaman serta dapat diisolasi dari akar tanaman secara endofit, seresa tanah, rizosfer berbagai tanaman, jaringan tanaman yang sehat, serta kayu mati. Dibandingkan dengan jenis fungisida sintetik, jamur Trichoderma mampu mengendalikan jamur patogen dalam tanah dan mendorong adanya fase revitalisasi tanaman. Revitalisasi ini terjadi karena adanya interaksi tanaman dengan agensia aktif pemacu hormon pertumbuhan tanaman. Trichoderma dapat di kembangkan pada kompos yang akan digunakan sebagai pupuk dasar sebelum dilakukan penanaman. Oleh karena kondisi cuaca yang cukup ekstrim BPP Kubutambahan memperbanyak starter Trichoderma sp. pada media beras untuk nantinya bisa ditambahkan pada kompos atau pupuk organic untuk mendukung demplot tanaman cabai yang tersebar di 12 Desa di Kecamatan Kubutambahan. Diharapkan nantinya dengan lingkungan yang mendukung Trichoderma dapat hidup dengan baik serta mampu mengendalikan ataupun mencegah penyakit kayu fusarium pada tanaman cabai.