(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

PERBEDAAN PADI INBRIDA DENGAN PADI HIBRIDA

Admin distan | 29 Januari 2020 | 58258 kali

 

 

Oleh Ir. IGusti Ayu Maya Kurnia, MSi

PP Madya

Koordinator Petugas Pertanian di Kecamatan Sukasada

 

Varietas merupakan salah satu komponen teknologi penting yang mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani padi. Komponen teknologi ini sangat berperan dalam mengubah sistem usahatani padi, dari subsistem menjadi usahatani padi komersial. Berbagai varietas unggul padi tersedia dan dapat dipilih sesuai dengan kondisi wilayah, preferensi petani, dan kebutuhan pasar. Varietas dapat didefinisikan sebagai sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies tanaman yang memiliki karakteristik  tertentu seperti bentuk, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, dan biji yang dapat membedakan dari jenis atau spesies tanaman lain, dan apabila diperbanyak tidak  mengalami perubahan. Jenis varietas menunjukan cara varietas tersebut dirakit dan metode perbanyakan benihnya, sehingga tersedia benih yang dapat ditanam oleh petani. Sedangkan galur adalah tanaman hasil pemulian yang telah diseleksi dan diuji, serta sifat unggul sesuai tujuan pemuliaan, seragam dan stabil, tetapi belum dilepas sebagai varietas. Varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan oleh petani dalam kurun waktu yang lama secara terus menerus dan telah menjadi milik masyarakat serta dikuasai negara. Varietas unggul adalah galur hasil pemuliaan yang mempunyai satu atau lebih keunggulan khusus seperti potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama, tahan terhadap penyakit, toleran terhadap cekaman lingkungan, mutu produk baik, dan atau sifat-sifat lainnya serta telah dilepas oleh pemerintah. Varietas unggul hibrida (VUH) adalah kelomopok tanaman padi yang terbentuk dari individu-individu generasi pertama (F1) turunan suatu kombinasi persilangan antar tetua tertentu. VUH memilki potensi hasil lebih tinggi dari varietas unggul inbrida yang mendominasi areal pertanaman padi. Secara genetik individu tanaman tanaman hibrida bersifat heterozigot, namun dalam satu populasi hibrida penampilan pertanaman akan seragam atau homogen sehingga pertanaman hibrida bersifat heterozigot homogen (heterozigous homogenous). Oleh karena pertanaman varietas hibrida yang ditanam secara komersial dalam skala luas akan kelihatan seragam sebagaimana halnya galur murni. Karena tanaman hibrida bersifat heterozigot maka benih generasi berikutnya jika ditanam akan bersegregasi sehingga penampilanya tidak seragam. Oleh karena itu hasil panen varietas hibrida tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai benih pada pertanaman berikutnya. Hal itu berarti benih F1 hibrida harus selalu diproduksi setiap musim. Tanaman padi mempunyai bunga sempurna (organ jantan dan betina terletak pada satu bunga yang sama), karena itu tetua betina pembentuk padi hibrida harus memiliki sifat ‘mandul jantan’. Secara genetis hal itu dapat dilakukan dengan memasukan gen pengendali kemandulan atau cms (cytopasmic-genetic male sterility), sehingga tetua yang mengandung gen cms tersbut hanya berfungsi sebagai bunga betina. Varietas padi hibrida yang berkembang di Indonesia adalah varietas padi hibrida yang dibentuk menggunakan metode tiga galur, yaitu galur mandul jantan (GMJ) atau CMS (galur A), galur pelestari atau maintainer (galur B), dan tetua jantan yang sekaligus berfungsi sebagai pemulih kesuburan atau restorer (galur R). Ketiga galur (A; B; dan R) tersebut harus dibuat dan diseleksi secara ketat untuk membentuk hibrida unggul. Metode hibrida tiga  galur mempunyai kelemahan antara lain produksi benihnya rumit, tidak setiap varietas dapat dijadikan sebagai tetua pembentuk varietas padi hibrida, dan hanya varietas yang tergolong restorner saja yang dapat dijadikan sebagai tetua jantanya. Perakitan atau pemuliaan varietas hibrida dilandasi oleh adanya fenomena genetika yang disebut vigor hibrida atau heterosis yaitu, suatu kecenderungan bahwa individu F1 hasil suatu persilangan akan tampil lebih baik dibandingkan dengan salah satu atau rata-rata kedua tetuanya. Pada sekala komersial, keunggulan suatu varietas hibrida dinyatakan dalam nilai standar heterosis yaitu persentasi keunggulan potensi hasil suatu varietas hibrida terhadap potensi hasil varietas pembanding baku yang umumnya berupa varietas inbrida yang paling populer di daerah pengembangan.

http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-berita/info-teknologi/pengertian-umum-varietas-galur-inbrida-dan-hibrida

Perbedaan utama antara hibrida dan nohibrida/inbrida adalah pada proses produksi beinh.  Generasi F1 padi hibrida dihasilkan dari persilangan antara dua galur atau varietas homozigot yang menggunakan galur mandul jantan.  Galur mandul jantan (cytoplasmic male sterile) mempunyai polen steril, sehingga hanya dapat menghasilkan benih apabila terjadi persilangan atau mendapat polen normal (fertil) dari galur atau varietas lain.  Dari segi teknologinya, memang produksi benih hibrida lebih sulit, sehingga perlu pelatihan khusus. Untuk padi, penggunaan benih hibrida disukai karena menjanjikan produktivitas lebih tinggi, efisien dalam penggunaan benih,  umur tanaman lebih pendek, dan juga tahan beberapa hama dan penyakit tertentu.

Perbedaan karakter benih padi nonhibrida dengan hibrida

Varietas inbrida

Varietas hibrida

Benihnya diperoleh dari persilangan biasa atau secara tradisional. Untuk benih generasi berikutnya, petani bisa menyeleksi sendiri dari hasil produksi sebelumnya, biasanya dengan memilih bulir yang paling bagus dari tanaman yang paling kokoh dan malai yang lebat.

Tekniknya lebih rumit. Individu generasi pertama (F1) diperoleh dari kombinasi persilangan dengan melibatkan galur mandul jantan sitoplasmik, galur pelestari, dan galur pemulih kesuburan. Produksi benih melalui dua tahap, yaitu produksi galur tetua, lalu produksi benih hibrida.

Produksi rata-rata 5 sampai 7 ton per ha

Potensi hasil lebih tinggi dari varietas unggul inbrida. Di atas 9 ton per ha.

Contohnya adalah varietas Ciherang, Cisadane, IR-64, Memberamo, Ciherang dan Sintanur.

Varietas Inpari 1 hingga Inpari 13, Inpago, Inpara, Arize, Intani 1, Intani 2, PP1, H1, dan Bernas Prima.

Dikembangkan sudah lama semenjak awal Bimas tahun 1960-an.

Ramai di akhir tahun 2000-an. Tahun 2009 misalnya ada 500 ribu ha penanaman padi hibrida di 20 propinsi di Indonesia.

Petani tidak terlalu bergantung kepada produsen benih swasta. Benih bisa dari hasil petani sendiri dari musim sebelumnya, dengan kemampuan hasil yang tidak banyak menurun.

Petani tergantung kepada produsen benih setiap musimnya. Ini lah alasan beberapa pihak menolak penggunaan benih padi hibrida di Indonesia. Perbanyakan benih hanya bisa dilakukan mereka yang ahli (misalnya peneliti).

Penggunaan benih lebih banyak, namun pupuk lebih sedikit.

Sebaliknya, benih lebih sedikit, namun perlu pupuk lebih banyak. Kebutuhan pupuk lebih banyak karena daya adaptasi lingkungannya rendah, dan pemeliharaan juga harus lebih berhati-hati. Lebih manja.

Lebih kuat terhadap serangan hama dan cekaman lingkungan (misalnya terendam atau kekeringan). Tiap varietas punya kelebihan masing-masing.

Kelemahannya mudah terserang hawar daun bakteri (kresek), hawar pelepah, blast, wereng, sundep, beluk, dan ulat.

Harga benih lebih murah, sekitar Rp 5.000-8.000 per kg.

Sekitar Rp. 45.000 per kg, bahkan lebih.

http://mauiniapaitusyahyuti.blogspot.com/2017/01/varietas-padi-hibrida-vs-nonhibrida.html