(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Penyuluhan Pertanian di Masa Depan

Admin distan | 30 Juli 2019 | 6107 kali

Pembangunan adalah upaya terencana yang dirancang dan digerakkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Manusia yang menentukan arah, tujuan, proses, intensitas, waktu, biaya dan sumber daya yang dibutuhkan pembangunan. Manusia juga yang mengorganisasikan semua sumber daya yang diperlukan agar proses pembangunan berjalan dengan produktif, efektif, dan efisien serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menyadari kedudukan dan peran strategis sumber daya manusia (SDM) dalam pembangunan maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas mereka. Peningkatan kualitas SDM harus dilakukan secara terencana, berkelanjutan dan dengan visi jauh ke depan serta dengan mempertimbangkan perubahan lingkungan strategis.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM petani dan keluarganya adalah melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Peningkatan kemampuan petani tidak hanya mencakup kemampuan teknik budidaya atau teknik produksi, tetapi juga kemampuan petani dalam menangani aspek ekonomi usaha dan kemampuan menumbuhkembangkan organisasi ekonomi mereka. Petani mulai menyadari betapa pentingnya mengetahui kelayakan ekonomi usaha dan peran organisasi ekonomi mereka dalam meningkatkan posisi tawar mereka. Bukan karena penyuluh pertanian dilaksanakan selama ini kurang benar atau salah tetapi untuk meningkatkan fungsi dan kemampuan penyuluh dalam proses penyelenggaraan pembangunan pertanian lebih lanjut dimasa mendatang.

Pada saat ini sebetulnya ada banyak perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhi penyuluhan pertanian kedepan. Tetapi ada tiga perubahan lingkungan strategis yang secara signifikan mempunyai pengaruh luas terhadap penyuluhan pertanian, yaitu globalisasi dan berlakunya Otonomi Daerah dan Berlakunya UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K). Perubahan-perubahan yang terjadi pada era globalisasi adalah tersedianya peluang ekonomi yang lebih besar, pesatnya perkembangan IPTEK dan pesatnya kemajuan dibidang telekomunikasi yang makin mempermudah mendapatkan informasi dari berbagai sumber yang dapat diakses dengan menggunakan teknologi dan peralatan komunikasi mutakhir (information and communication technology). Dengan dasar ini paradigma kita dalam menghadapi globalisasi adalah bahwa globalisasi bukanlah sebuah ancaman, tetapi sebuah peluang ekonomi yang dapat dan harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Peluang ekonomi yang ditawarkan globalisasi meliputi peluang pasar, peluang usaha, peluang kerja, dan peluang kerjasama yang makin luas (domestik, regional dan global). Semua peluang ekonomi ini ditawarkan dalam iklim yang sangat kompetitif yang harus dijawab dengan peningkatan daya saing, baik daya saing petani, petugas, maupun daya saing, stakeholders. Kata kunci dari daya saing adalah efisiensi.

Implikasi dari peningkatan daya saing petani ini adalah bahwa materi penyuluhan pertanian porsinya tidak lagi bertitik berat pada teknik budidaya atau teknik produksi, tetapi harus seimbang dengan materi mengenai aspek ekonomi usaha dan pengembangan lembaga ekonomi petani. Dengan penguasaan materi tentang aspek ekonomi usaha, penyuluh pertanian akan membuat petani mampu mengelola usahanya dengan menerapkan kaidah-kaidah bisnis, sehingga mereka dapat mengembangkan usahanya dengan produktivitas dan efisiensi usaha yang tinggi dan kualitas produksi yang sesuai dengan permintaan pasar. Untuk itu, penyuluh pertanian harus menguasai teknik menganalisa kelayakan ekonomi usaha petani dan harus dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan petani atau setidaknya mengikhtiarkan akses petani kesumber informasi pasar dan sumberdaya lainnya.

Implikasi lainya adalah bahwa pengembangan agribisnis petani akan diikuti oleh pengembangan agribisnis yang dikelola oleh pelaku bisnis lainnya. Untuk itu, penyuluh pertanian harus mampu mendorong atau mengembangkan semua pelaku agribisnis untuk membangun jaringan kerjasama usaha dengan dasar kemitraan sejajar, saling ketergantungan, terbuka dan saling menguntungkan. Penyuluh juga harus dapat memampukan petani untuk menumbuhkembangkan lembaga ekonominya sebagai bagian dari kegiatan bisnisnya. Dengan membangun lembaga ekonomi yang tangguh, petani akan dapat meningkatkan posisi tawarnya dalam menghadapi atau ketika bernegosiasi dengan pelaku agribisnis lainnya.

Pesatnya perkembangan IPTEK termasuk IPTEK dibidang telekomunikasi membuka peluang bagi penyuluh, peneliti dan bahkan para petani untuk mengakses informasi tentang IPTEK yang mereka butuhkan. Melalui internet petani dapat mengakses teknologi budidaya atau teknologi produksi, pengolahan hasil, informasi pasar dan informasi tentang mitra bisnisnya. Untuk itu pemerintah harus dapat menyediakan fasilitas komunikasi di lembaga-lembaga penyuluh pertanian pemerintah, mulai dari pusat provinsi, sampai ke kabupaten/kota, kecamatan dan desa.

Dengan berlakunya otonomi daerah (desentralisasi) maka penyelenggaraan penyuluhan pertanian di kabupaten/kota yang menyangkut aspek-aspek perencanaan, kelembagaan, program, manajemen, dan pembiayaan menjadi wewenang kabupaten/kota. Sedangkan wewenang Pemerintah Pusat, baik secara langsung maupun melalui Pemerintah Provinsi, adalah memfasilitasi pemerintah kabupaten/kota agar mereka dapat menyelenggarakan penyuluhan pertanian secara produktif, efektif, efisien sesuai kebutuhan spesifik lokalita. Bentuk fasilitasi Pemerintah Pusat antara lain mengalokasi anggaran (APBN), pengadaan prasarana dan sarana penyuluhan, membuat pedoman-pedoman umum dan petunjuk teknis serta informasi pertanian.

Konsekuensi penyerahan wewenang untuk membentuk kelembagaan penyuluhan kepada pemerintah kabupaten/kota adalah bahwa pemerintah kabupaten/kota berwenang untuk menetapkan kelembagaan penyuluhan pertanian di kabupaten/kota, di kecamatan dan mendorong dibentuknya pos penyuluhan di desa oleh petani. Dengan wewenang ini beragamnya bentuk dan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian di kabupaten/kota dan kecamatan tidak dapat dihindari.

Pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 16 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K). Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang mencakup pengertian penyuluhan pertanian penyuluhan pertanian, sistem penyuluhan, azas, tujuan dan fungsi penyuluh, mekanisme kerja, pembiayaan dan sebagainya. UU Nomor 16 Tahun 2006 ini menjadi acuan, pedoman dan pegangan bagi seluruh stakeholders yang terlibat dalam penyuluhan pertanian. Beberapa hal yang diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2006 ini yang menyangkut kelembagaan, tenaga penyuluh, dan pengadaan sarana dan prasarana masih perlu dibicarakan secara intensif dengan pemerintah kabupaten/kota.

Mengenai kelembagaan penyuluhan pertanian, UU Nomor 16 Tahun 2006 mengatur bahwa kelembagaan penyuluhan terdiri dari: Kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah, Kelembagaan penyuluhan pertanian swasta dan swadaya, khusus mengenai kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah, Undang-Undang nomor 16 tahun 2006 ini mengatur bahwa pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan, pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan, dan pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan. Ditingkat desa/kelurahan ditumbuhkembangkan Pos Penyuluhan Desa/kelurahan yang bersifat non struktural. Ketentuan mengenai kelembagaan penyuluhan pemerintah ini juga mengatur tentang tugas dan fungsi masing-masing kelembagaan penyuluhan di setiap tingkatan. Dengan adanya pengaturan mengenai nama dan tugas serta fungsi dari kelembagaan penyuluhan pertanian kabupaten/kota, keberagaman nama dan struktur organisasi badan pelaksana penyuluhan dan tugas serta fungsinya dapat dikurangi.                  

Mengenai ketenagaan penyuluhan pertanian, Kementerian Pertanian telah menetapkan kebijakan satu desa satu penyuluh. Kebijakan satu penyuluh satu desa di Pulau Jawa barangkali tidak cukup, mengingat jumlah petani yang harus dilayani jumlahnya di desa-desa di Pulau Jawa sangat banyak, sampai mencakup ribuan petani. Kebijakan ini juga harus dibicarakan dengan intensif dengan pemerintah kabupaten/kota. Hal lain yang diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 yang juga harus dibicarakan dengan intensif dengan pemerintah kabupaten/kota adalah mengenai pembiayaan dan pengadaan sarana dan prasarana penyuluhan. Mengenai pembiayaan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006, mengatur bahwa sumber pembiayaan untuk penyuluhan pertanian disediakan melalui APBN, APBD, baik provinsi maupun kabupaten/kota, baik secara sektoral, lintas sektoral maupun dari sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Daftar Pustaka

Nasution Zulkarimen, 2002 Komunikasi Pembangunan. Pengenalan Teori dan Prakteknya. Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Ndraha Thaliziduhu, 1999. Pengantar Teori Pengembangan Sumberdaya Manusia. Rineka Cipta, Jakarta, 1999.

Padmanegara Salmon. 1974. Membina Penyuluhan Pertanian. Dicetak ulang oleh Departemen Pertanian, 1984.

Slamet Margono, 1987. Memantapkan Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Dalam Yustina Ida dan Sudradjat Adjat. Membentuk Pola Prilaku Manusia Pembangunan. IPB Press, Bogor, 2003.

Soedjadi J.F.X. 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Penerbit CV Pucang Kembar, Tangerang, 2003.