(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Keunggulan dan Kelemahan Sistem Alley Cropping di Lahan Kering

Admin distan | 04 Desember 2014 | 15236 kali

Oleh : Ir. IGA. Maya Kurnia, M.Si/PP.Madya Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Buleleng

Lahan kering merupakan sumber daya alam yang mempunyai peluang besar untuk dimanfaatkan secara optimal. Pengelolaan lahan kering (terutama yang berlereng terjal) harus disertai dengan kaidah-kaidah teknik konservasi yang cocok dan sesuai dengan kondisi petani. Oleh karena itu teknik konservasi yang diintroduksikan haruslah teknik konservasi yang efektif mengendalikan erosi, murah dan mudah diterapkan serta dapat diterima oleh petani. Salah satu teknologi yang tersedia adalah sistem pertanaman lorong (Alley Cropping).

Keunggulan sistem Alley Cropping diantaranya : (1).Efektif Dalam Pengendalian Erosi, Efektivitas pengendalian erosi tersebut sangat tergantung kepada jenis tanaman pagar yang digunakan, jarak antara tanaman pagar dan pada saat awal, kemiringan lahan. Efektivitas pengendalian erosi dapat mencapai >95% dibanding apabila tidak menggunakan Alley cropping. Efektivitas pengendalian erosi ini selain karena hal yang telah disebutkan diatas juga karena terbentuknya teras secara alami dan perlahan-lahan setinggi 25-30 cm pada dasar tanaman pagar. Lebih lanjut Alegre dan Rao (1995) juga mengemukakan bahwa rendahnya erosi disebabkan oleh hasil pangkasan yang sukar melapuk yang berfungsi sebagai mulsa, sehingga tanah terlindung dari air hujan dan pemadatan tanah karena ulah pekerja selama operasi di lapangan. Barisan tanaman pagar menurunkan kecepatan aliran permukaan sehingga memberikan kesempatan pada air untuk berinfiltrasi. Selanjutnya tanaman pagar menyebabkan air tanah selalu berkurang untuk kebutuhan pertumbuhannya selama musim kemarau sehingga sistem ini menyerap lebih banyak air hujan ke dalam tanah dan akhirnya menurunkan erosi. (2).Meningkatkan Produktivitas Tanah dan Tanaman, selain efektif mengendalikan erosi, Alley cropping juga ternyata dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Hasil penelitian Alegre dan Rao (1996) menunjukkan bahwa sistem ini dapat memperbaiki sifat fisik tanah yaitu menurunkan BD (bulk density) dan meningkatkan konduktivitas hidraulik tanah.  Perbaikan sifat fisik ini disebabkan karena adanya perambahan residu organik dari hasil pangkasan secara periodik ke tanah.  Kesuburan tanah dalam Alley cropping ternyata bervariasi menurut fungsi posisi pada lorong (diantara tanaman pagar), pada sistem pertanaman. Perbaikan produktivitas tanah yang meliputi perbaikan sifat fisik tanah, sifat kimia tanah dan aktivitas biologi tanah tentu saja akan sangat menunjang pertumbuhan taaman yang pada akhirnya meningkatkan produksi tanaman pangan/semusim yang ditanam pada lorongnya. Hal tersebut juga dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hasil tanaman pangan/semusim yang ditanam dalam Alley cropping hasilnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa Alley cropping. (3).Interaksi Menguntungkan Antara Tanaman Pagar dan Tanaman Pangan/Semusim, interaksi yang mungkin terjadi antara tanaman pagar dan tanaman utama (pangan/semusim) yang bersifat menguntungkan atau positif adalah serasah dan hasil pangkasan (daun dan ranting) merupakan lapisan pelindung sumber bahn organik untuk tanah.  Lapisan serasah menurunkan kehilangan air melalui evaporasi dari permukaan tanah dan memperbaiki regim kelembaban tanah.  Naungan tanaman pagar dapat menekan pertumbuhan gulma (misalnya Imperata cylindrica), dan mengurangi resiko kebakaran pada musim kemarau.  Sistem perakaran yang dalam memperbaiki siklus unsur hara dengan cara : (a).Nutrient safety net, pengambilan unsur hara yang tercuci ke lapisan sub soil yang tidak terjangkau oleh akar tanaman pangan/semusim yang dangkal; (b).Nutrient Pump, pengambilan unsur hara yang dilepas dari pelapukan mineral pada lapisan yang lebih dalam; (c).Tanaman pagar (Leguminosa) dapat mengikat unsur N2 secara biologis dari udara dan sebagai suplai nitrogen sehingga kebutuhan pupuk N diturunkan; (d).Memberikan iklim mikro yang stabil, dengan penurunan kecepatan angin, peningkatan kelembaban, memberikan naungan (misalnya Erythrina pada pertanaman coklat atau kopi); (e).Memberikan keuntungan jangka panjang, misanya menurunkan resiko melalui perbaikan struktur dan parositas oleh penambahan bahan organik.  Sedangkan kelemahan sistem Alley Cropping diantaranya : (1).Mengurangi luas areal tanam sebanyak ± 20 – 22 % (Alegre and Rao, 1996 ; Laseo et al., 1996); (2).Adanya penambahan biaya dan tenaga untuk penanaman, pemangkasan, pemulsaan dan pemeliharaan tanaman pagar. (Celestino, 1985 dalam Lasco et al., 1996 ; Mercado et al,. 2000 Sanchez, 1995); (3).Efek allelophati (mengeluarkan aksudat yang bersifat racun bagi tanaman) Cuezas and Samson, 1982 dalam Lasco et al,. 1996; Cagampang et al., 1985 dalam Lasco et al., 1996); (4).Interaksi yang tidak menguntungkan antara pohon dan tanaman pangan/semusim, seperti (a).Kompetisi cahaya : naungan pohon, menurunkan intensitas cahaya pada level tanaman pangan/semusim (Mc Intyre et al., 1996 ; Hairiah et al., 2000 ; Garrity, 1996); (b).Kompetisi hara dan air : Sistem perakaran tanaman pagar yang dangkal akan berkompetisi dengan tanaman pangan semusim dalam hal hara dan air, menurunkan penyerapan oleh akar tanaman pangan/semusim (Hairiah et al., 2000); (c).Tanaman pagar bisa sebagai inang hama dan penyakit bagi tanaman pangan/semusim dan sebaliknya (Hairiah et al., 2000).   Persaingan antara tanaman pagar dengan tanaman pangan untuk mendapatkan cahaya, air dan zat hara seringkali sangat mengurangi pengaruh positif tanaman pagar (Van Noordwijk et al., 1998). Persaingan yang ditimbulkan oleh legum yang cepat pertumbuhannya (fast growing leguminnus tree) seperti lamtoro, kaliandra, Flemingia sp dan Glirisidi lebih tinggi dibandingkan dengan persaingan yang ditimbulkan tanaman legum lokal (peltophorum dasyrrhachis) walaupun sebenarnya kontribusi fast growing leguminous tree terhadap kesuburan tanah juga cukup besar.  Kunci untuk suksesnya penerapan Alley cropping sangat tergantung pada bagaimana meminimalkan pengaruh tidak menguntungkan dan memaksimalkan pengaruh menguntungkan pada taraf input tenaga kerja yang memungkinkan (Hairiah et al.,2000).  Pengaruh tidak menguntungkan atau pengaruh negatif tersebut dapat dilakukan dengan cara : (1).Pemangkasan secara periodik selama fase pertumbuhan tanaman utama untuk mengurangi pengaruh naungan; (2).Memilih tanaman yang mempunyai kanopi lebih sempit tetapi rapat untuk mengurangi kompetisi cahaya; (3).Melebarkan jarak tanaman pagar, untuk mengurangi kompetisi di bagian atas tanah juga lapisan bawah tanah; (4).Memilih tanaman utama (pangan/semusim) yang toleran terhadap naungan seperti cocoyam, jahe dan lain-lain; (5).Memilih jenis tanaman pagar yang mempunyai perakaran yang dalam untuk menghilangkan kompetisi dengan tanaman utama tetapi cukup dekat untuk mengendalikan gulma dan untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari suplai bahan organik.  Pengaruh menguntungkan dapat dimaksimalkan dengan cara memilih tanaman pohon yang sesuai untuk ditumpangsarikan dengan tanaman semusim berdasarkan : (a).Bentuk dan distribusi kanopi. Pohon yang tinggi dengan kanopi yang sempit tapi padat tidak akan memberikan terlalu banyak naungan terhadap tanaman utama selama musim tanam. Sebaliknya, pohon dengan kanopi yang lebar dan setengah terbuka akan memungkinkan cahaya menjangkau tanaman utama, tetapi tidak sesuai dalam mengendalikan gulma setelah atau diantara periode pertanaman; (b).Kualitas dan kuantitaas penyediaan bahan organik. Untuk memaksimalkan pengaruh positif, pohon dengan selah yang lambat didekomposisi dikombinasikan dengan pohon yang mempunyai resiau bahan organik yang cepat terdekomposisi serasah dengan kualitas yang rendah dan lambat didekomposisi sesuai untuk mulsa, melindungi permukaan tanah dari erosi. Sebaliknya, serasah dengan kualitas yang tinggi dan cepat didekomposisi mudah tercuci. Kualitas serasah yang tinggi berpotensi sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Kombinasi dari serasah yang berkualitas rendah dan tinggi akan meningkatkan sinkronisasi dari pelepasan hara dari resiau organik dengan kebutuhan tanaman; (c).Kemampuan pertumbuhan. Pohon yang cocok untuk tumpangsari harus tumbuh lebih lambat pada tahap awal dari fase pertanaman, tetapi bertahan pada waktu musim kemarau; (d).Kedalaman perakaran dan distribusinya. Perbandingan perakaran yang dalam dan mempunyai sistem distribusi perakaran akan menurunkan pencucian hara; (e).Tahan terhadap pemangkasan dan periodik. Pemangkasan sangat penting untuk menghilangkan naungan yang berlebihan. Mungkin ada pohon yang tidak tahan terhadap pemangkasan yang berulang; (f).Tahan terhadap hama dan penyakit; (g).Mempunyai kemampuan biologi untuk memfiksasi N2 – Udara.  Petani lahan kering pada umumnya bermodal rendah dengan tenaga kerja yang langka, maka Alley cropping merupakan alternatif yang baik dibandingkan dengan teras bangku. Selain itu sistem ini merupakan pilihan yang cocok baik dimana teknik konservasi yang lain, misalnya teras bangku, tidak cocok diterapkan pada daerah tersebut karena, solum tanah yang dangkal (<50 cm), labil (karena mengandung liat 2:1) dan mempunyai kemiringan >45%.  Pada lahan yang sudah terlanjur dibuat teras bangku, biasanya tanpa tanaman penguat teras, memerlukan tanaman penguat teras berupa rumput dan leguminosa pohon untuk lebih mengefektifkan dari teras bangku tersebut. Ini juga merupakan peluang pengembangan leguminosa yang biasa ditanam dalam Alley cropping. Selanjutnya jenis tanaman yang dikembangkan maupun tempat dan cara bertanam disesuaikan dengan keinginan petani setempat.  Masalah yang kerap kali dihadapi petani di lahan kering yaitu kelangkaan hijauan pohon setiap musim kemarau dapat menjadi pendorong kuat motivasi petani untuk menerapkan Alley cropping. Oleh karena itu untuk lebih mendayagunakan sistem ini hubungannya dengan kebutuhan petani, maka Alley cropping perlu dimodifikasi yaitu dengan mengkombinasikan rumput pakan ternak pada barisan pagarnya atau ditanam secara berselang-seling antar barisan.  Dengan demikian sebaiknya diintroduksikan beberapa jenis legum dalam Alley cropping, karena petani ingin memiliki lebih dari satu jenis legum setelah tahu bahwa masing-masing jenis legum mempunyai kekurangan dan kelebihan yang berbeda.  Secara sosial ekonomi,  Alley cropping mempunyai beberapa tantangan untuk dikembangkan di lahan kering diantaranya : (1).memperbaiki pandangan petani yang teras bangku minded, persepsi negatif petani (trauma) terhadap pengembangan tanaman lamtoro; (2).teknologi ini menghendaki biaya sosial tinggi untuk daerah marjinal kritis, prioritas petani masih berorientasi pada keamanan pangan (food security); (3).kerawanan keamanan tanaman pagar dari masyarakat itu sendiri, dan teknologi ini mengkonsumsi kesadaran, kesabaran, dan pengorbanan petani yang tidak ringan.  Selain hal tersebut, adanya persepsi petani, dengan penerapan budidaya lorong mengurangi areal produksi yang dimiliki, sedangkan rata-rata pemilikan lahan usaha tani sangat sempit. Penyediaan benih tanaman pagar/leguminosa dalam jumlah besar juga menjadi kendala apabila sistem ini akan diterapkan pada skala luas.  Melibatkan petani sejak awal perencanaan, pengambilan keputusan sampai penerapan/implementasi suatu teknologi menyebabkan petani sebagai pelaku lebih merasa memiliki dan merasa dihargai dari pada bertindak hanya sebagai pelaksana saja. Oleh karena itu pendekatan bottom-up akan lebih menunjang suksesnya suatu adopsi teknologi dari pada top-down. Peranan penyuluh tidak kalah pentingnya dalam memberikan bimbingan dan memotivasi petani dalam mengadopsi teknologi. Selain itu peranan pemerintah dalam memberikan subsidi, misalnya dalam penyediaan benih atau bibit tanaman pagar, ternak sebagai insentif yang dapat diberikan. Sumber: http://tumoutou.net/702_05123/umi_haryati.htm