(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Hormon Tumbuhan

Admin distan | 11 April 2014 | 330799 kali

Oleh : Ir. IGA. Maya Kurnia, MSi/PP.Madya Distanak Kab.Buleleng

Hormon tumbuhan merupakan sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun buatan, yang dalam kadar sangat kecil mampu menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis untuk mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan. Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan. Namun demikian, hormon tumbuhan tidak dihasilkan dari suatu jaringan khusus berupa kelenjar buntu (endokrin) sebagaimana hewan, tetapi dihasilkan dari jaringan non-spesifik (biasanya meristematik) yang menghasilkan zat ini apabila mendapat rangsang. Penyebaran hormon tumbuhan tidak harus melalui sistem pembuluh karena hormon tumbuhan dapat ditranslokasi melalui sitoplasma atau ruang antarsel. Hormon tumbuhan dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan (endogen).

Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Pemberian hormon dari luar sistem individu (eksogen) dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia non-organik (sintetik, tidak dibuat dari ekstraksi tumbuhan) atau organik (ekstraksi dari tumbuhan contohnya rumput laut atau ganggang coklat) yang menimbulkan rangsangan yang serupa dengan fitohormon yang diproduksi oleh tanaman itu sendiri. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses pengaturan genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Oleh karena itu, untuk mengakomodasi perbedaan dari hormon hewan, dipakai pula istilah zat pengatur tumbuh tumbuhan (bahasa Inggris: plant growth regulator/substances) bagi hormon tumbuhan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Zat Pengatur Tumbuh banyak digunakan dalam pertanian modern untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas produk. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan tanaman buah musiman. Dengan kata lain, hormon tumbuhan adalah suatu zat yang dalam jumlah sangat kecil tapi mampu mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hormon tersebut tidak ikut di dalam proses metabolisme.  Berbeda dengan unsur hara atau zat makanan bagi tumbuhan adalah suatu zat yang mempengaruhi pertumbuhan dan ikut/menjadi bagian/komponen produk yang dihasilkan.  Oleh sebab itulah hormon dapat berpengaruh walaupun dalam jumlah yang sedikit.  Secara alamiah setiap tumbuhan mempunyai kandungan hormon dalam komposisi dan konsentrasi yang berbeda-beda sesuai dengan karakter gen dari masing-masing jenis. Secara garis besar hormon dikelompokkan menjadi 3 kelompok hormon yaitu : (1). Sitokinin, adalah kelompok hormon yang mempunyai fungsi utama mensupport pertumbuhan tunas. Sumber dihasilkan hormon sitokinin adalah diujung akar. (2). Auksin, adalah kelompok hormon yang mempunyai fungsi utama mensupport pertumbuhan akar. Sumber dihasilkannya auksin adalah diujung tunas. (3). Giberelin, adalah kelompok hormon yang mempunyai fungsi pembungaan dan pembuahan. Sumber dihasilkannya adalah di daun dan buah.  Dikatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hormon yaitu hormon mempunyai dua fungsi yang berbeda (mensupport dan menghambat) pada konsentrasi yang berbeda. Satu hormon yang sama, dengan konsentrasi yang sama, akan mempunyai pengaruh yang berbeda pada bagian tanaman yang berbeda.
Hormon auksin menunjang pertumbuhan akar tapi menghambat pertumbuhan tunas dan juga menghambat pembungaan dan pembuahan.    Hormon sitokinin menunjang pertumbuhan tunas tapi menghambat pertumbuhan akar dan menghambat pembungaan dan pembuahan.     Hormon giberelin menunjang pembungaan dan pembuahan dan menunjang pembelahan sel akar dan tunas. Hormon dalam kelompok hormon yang sama akan bersifat sinergis atau saling menguatkan.    Hormon dalam kelompok hormon yang berbeda akan bersifat saling melemahkan atau saling meniadakan. Hal-hal tersebut harus selalu diingat karena sangat penting di dalam penerapannya.  

Ketika membuat ramuan hormon, maka acuannya adalah bukan sebanyak-banyaknya kandungan hormon, tapi lebih kepada ketepatan komposisi dan konsentrasinya, karena semakin tinggi konsentrasinya justru akan menghambat pertumbuhan tanaman. Untuk memberikan dorongan yang kuat dalam pertumbuhan suatu organ perlu diingat bahwa hormon tersebut akan menghambat  organ yang lain. Contoh : Kita bisa memacu pertumbuhan tunas dengan optimal dengan memberikan hormon sitokinin, akan tetapi harus diingat bahwa sitokinin akan menghambat akar. Demikian pula sebaliknya bila kita memberikan hormon akar di dalam merangsang pertumbuhan akar harus diingat bahwa hormon akar tersebut akan menghambat tunas.  Sedangkan dalam hal mendorong pertumbuhan suatu organ terdapat konsentrasi optimal, yaitu konsentrasi yang optimal di dalam memberikan pengaruh yang terbesar  dan setelah itu bila konsentrasi ditambah justru akan menghambat pertumbuhan.  Harus diingat pula bahwa bila kita ingin mendorong pertumbuhan akar dan tunas secara bersamaan, maka hal tersebut justru menyebabkan pengaruh yang saling melemahkan dan meniadakan dan bila suatu tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka jangan sekali-kali memberikan hormon akar karena akan menyebabkan gugur bunga atau buah. Pada perkembangan pertanian saat ini, pemanfaatan Hormon Organik di sekitar kita banyak, contohnya : (a). Air seni (kencing) kambing,  kelinci dll secara umum mengandung hormon auksin. (b). Kecambah (toge) mengandung auksin, (c). bawang merah mengandung auksin, (d).        buncis mengandung sitokinin, (e). air kelapa mengandung auksin, sitokinin, giberelin, (f). sirih mengandung sitokinin, (g). kacang hijau mengandung giberelin, (g). enceng gondok mengandung giberelin, (h).    pisang mengandung auksin dll.  Pemanfaatan bahan-bahan alam/organik sangat penting karena dapat mengefisienkan biaya produksi dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.  Hormon organik adalah hormon yang asli/alamiah dihasilkan oleh tumbuhan atau mahluk hidup.  Hormon organik/alami tersebut bisa diproses secara modern (diisolasi) atau bisa juga dimanfaatkan secara langsung dalam bentuk pupuk organik.

Hormon sebaiknya diberikan langsung pada target kerjanya misalnya : hormon akar langsung pada media tanam, hormon tunas disemprotkan pada tajuk.  Hal yang perlu diingat adalah bahwa konsentrasi optimal hormon adalah konsentrasi optimal yang terjadi pada daerah target. Daerah target yang dimaksud adalah daerah perakaran dan daerah pertunasan. Tercapainya tujuan pemberian hormon tidak hanya tergantung  pada tercapainya konsentrasi optimal pada daerah target/sel target, tapi juga ditentukan oleh kandungan hormon endogen dari tumbuhan. Misalnya : bila kita ingin membungakan suatu tanaman, lalu kita memberikan hormon bunga dengan dosis tertentu, walaupun konsentrasi hormon giberelin sudah mencukupi tapi karena kandungan hormon endogen dari tanaman didominasi oleh hormon vetetatif yaitu hormon auksin dan sitokinin, maka konsentrasi hormon bunga tersebut akan menjadi lemah dan tidak mampu mendorong terbentuknya bunga atau buah.  Dengan mengacu bahwa hormon tunas diproduksi diujung akar dan hormon bunga diproduksi diujung tunas, maka kita dapat mengevaluasi kandungan dan dominasi hormon dalam suatu tanaman dengan melihat bentuk/morfologi tanaman.  Tanaman Adenium dengan bonggol yang besar dan tunas yang sedikit dan kecil menggambarkan dominasi hormon auksin.  Jenis tanaman yang merambat dengan tunas yang tumbuh dengan baik dan cepat menandakan dominasi hormon sitokinin. Hal terpenting yang harus diingat adalah bahwa hormon bukanlah makanan, hormon bukanlah zat pembangun, tapi hormon itu hanyalah “provokator”. Jadi dampak dari hormon tidak akan nyata bila ternyata makanan atau energi untuk pertumbuhan tidak disediakan.  Energi untuk tumbuh bisa berupa bahan baku makanan, makanan setengah jadi atau makanan siap pakai.  Makanan dalam hal ini adalah pupuk.  Sebaiknya pemberian pupuk dalam ramuan hormon harus mempertimbangkan duplikasi perlakuan pemupukan yang akan berdampak negative bagi tanaman. Agar tidak terjadi duplikasi pada perlakuan pemupukan maka pada ramuan hormon dapat diberikan makanan instant seperti : sorbitol, gula, madu, sari kurma dll  Jadi sebaiknya untuk ramuan hormon dapat dicampurkan komponen lain yang diperlukan oleh tanaman.  Komponen lain yang dapat dicampurkan dalam ramuan hormon adalah vitamin, mineral, asam amino, asam lemak, bahan organic lain, enzim.  Bila kita ingin menggabungkan produk ramuan hormon ini dengan mikroba maka kita harus hati-hati dengan karakter mikroba, yang disatu sisi dapat membantu tapi disisi lain dapat mengkonsumsi bahan organik yang ada dalam ramuan hormon tersebut.  Sebenarnya kita dapat memberikan enzimnya secara langsung.  Hal lain yang harus diperhatikan dalam meramu hormon adalah bahwa sebagian besar ramuan ini adalah bahan organik, sehingga harus difikirkan benar jangan sampai terjadinya proses degradasi bahan organik karena faktor lingkungan ekstrim atau rusaknya ramuan karena kontaminasi mikroba yang tidak diharapkan.

Sumber : Anonymous (google), Anna Kasvaa. 2007. The growth enhancing effects of triacontanol.htttp://www.carbonkick.fi. Diakses tanggal 19 februari 2011, Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education.  Inc. San Francisco.802-831, George, L.W. 1995.  Teknik Kultur In Vitro dalam Holtikultura. Penebar Swadaya. Jakarta