1. Penyakit Layu Fusarium
Penyakit layu fusarium atau sering disebut penyakit panama pada tanaman pisang disebabkan oleh Fusarium Oxysporum f. Sp Cubense (FOC). Penyakit ini merupakan penyakit paling berbahaya yang menyerang tanaman pisang. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian lebih dari 35 %.
Penyakit ini menular melalui tanah, menyerang akar dan masuk kedalam bonggol pisang. Didalam bonggol ini jamur merusak pembuluh sehingga menyebabkan tanaman layu dan akhirnya mati. Cendawan masuk melalui luka pada akar, kemudian berkembang merusak jaringan pembuluh kayu (xylem). Benang –benang cendawan (miselium) terutama terdapat dalam sel, khususnya terdapat dalam jaringan pembuluh kayu. Akibat kerusakan dan adanya miselium dalam jaringan tersebut sehingga transportasi makanan dan air terganggu, sehingga tanaman menjadi layu dan mati.
F.oxysporum memiliki dua jenis konidium (spora) yaitu: makrokonidium yang berbentuk sabit,bertangkai kecil, dan kebanyakan bersel 4, berwarna hialin, dan berukuran sekitar 22-36 x 4-5 um serta mikronidium yang berbentuk jorong atau agak memanjang, bersel 1-2, hialin dan berukuran 5-7 x 25-3 um. Cendawan dapat bertahan lama didalam tanah sebagai klamidospora, yang banyak terdapat dalam akar yang sakit. Klamidospora terbentuk ditengah hifa (benang), sering kali berpasangan bersel satu, berbentuk jorong atau bulat dan berukuran 7-14 x 7-8 um.
Penyakit bisa menular sangat cepat jika penyebaran cendawan ini melalui air. Penyakit ini tak akan bisa diobati, yang bisa dilakukan adalah mencegahnya dengan cara-cara sebagai berikut:
Upaya pengendalian penyakit layu sudah banyak dilakukan termasuk pemakaian bahan kimia yang ternyata menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, untuk mengatasi masalah tersebut maka pengendali hayati menjadi sangat penting seperti penggunaan bakteri antagonis yang hidup di daerah perakaran, mempunyai prospek yang dapat berfungsi untuk menekan penyakit dan dapat mendorong pertumbuhan tanaman. Alternatif lain untuk mengendalikan penyakit layu fusarium adalah dengan memanfaatkan mikroba agen pengendali hayati. Pengendalian dengan cara ini dilaporkan cukup efektif dan belum ada yang melaporkan timbulnya ketahanan jamur patogen terhadap agen pengendali hayati (Freeman et al., 2002).
Pemanfaatan mikroorganisme antagonis yang ada dalam tanah mempunyai peluang yang cukup baik karena secara alamiah terdapat dalam tanah dan aktifitasnya dapat dirangsang dengan modifikasi lingkungan, biayanya relatif lebih murah untuk jangka panjang, aman bagi lingkungan biotik (tidak terakumulasi dalam rantai makanan) dan dapat digunakan bersama-sama dengan cara pengendalian yang telah ada. Pemanfaatan jamur antagonis merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan penyakit layu.
Penggunaan agens hayati kini mulai dikembangkan guna mengurangi penggunaan fungisida sintetik dalam mengendalikan patogen yang memiliki banyak kelemahan. Potensi utama dari Trichoderma spp. adalah sebagai agens pengendali hayati jamur patogen pada tanaman. Jamur ini secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman (spektrum pengendalian luas). Jamur Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi (Purwantisari dan Hastuti, 2009).
Menurut Sinaga (1986) dalam Djaya et al. (2003) bahwa jamur Trichoderma spp. dapat menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum, Phytium aphanidermatum, Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii. Trichoderma spp. adalah salah satu jamur antagonis yang dapat menekan atau menghambat perkembangan patogen tanaman. Mekanisme agens antagonis jamur termasuk Trichoderma spp. terhadap patogen adalah kompetisi, induksi ketahanan tanaman, mikoparasit, antibiosis, disebabkan karena memiliki beberapa kelebihan seperti kompetisi, antibiosis atau parasitik langsung dan mikoparasitik (Driesche dan Bellows, 1996).
Beberapa mikroba antagonis jamur seperti Trichoderma hamatum, Trichoderma viride, Trichoderma koningi, Gliocladium virens, Gliocladium roseum, Penicillium Janthinellum, Epicocum purpureum, Pythium nunn. Sedangkan bakteri antagonis seperti Bacillus subtilis, Bacillus polymixa, Pseudomonas fluorescens. Pseudomonas cepacia, Agrobacterium radiobacter dan Streptomyces spp. (aktinomiset) adalah agensia pengendali penyakit tanaman yang sudah sering digunakan dalam pengendalian hayati (Aryantha, 2001).
Kultur teknis
Mekanis
Biologis
Kimiawi
Karantina
Sumber :