(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

BABY CORN (Family Gramineae)

Admin distan | 19 Mei 2016 | 4881 kali

Oleh : Ir. IGA. Maya Kurnia, M.Si/PP. Madya pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kab.Buleleng

 

Baby corn atau biasa disebut jagung semi atau jagung putri sebenarnya merupakan tongkol jagung yang dipanen waktu muda (belum berbiji). Mulanya sayuran ini hanya sebagai hasil sampingan panen jagung sehingga jumlahnya relatif sedikit dan sukar didapatkan di pasaran.Padahal sayuran ini sudah lama dikenal di Indonesia dan umumnya dipakai dalam masakan sehari-hari atau perhelatan (pesta), antara lain dalam masakan cap cay, sop, oseng-oseng, dan sebagainya.

Baby corn dapat tumbuh pada daerah berketinggian 0-1.300 m dpl dan dapat hidup baik di daerah yang beriklim panas atau dingin dengan temperatur sekitar 23 – 27° C dan pH sekitar 5,5 – 7,0. Tanah yang disukai baby corn adalah tanah yang gembur, kaya akan humus, dan tingkat kemiringan yang tidak lebih dari 8%. Namun demikian, baby corn masih dapat berproduksi tinggi pada tanah yang tidak terlalu subur asalkan mendapatkan pemeliharaan yang teliti. Seperti juga jagung, baby corn dapat ditanam secara tumpang sari atau secara rotasi dengan padi.Penanaman Baby Corntidak perlu disemaikan, melainkan langsung ditanam pada lahan yang telah diolah. Bersamaan saat pengolahan lahan, pemupukan dengan pupuk kandang sebanyak sekitar 2 ton/ha dilakukan. Kemudian buatlah lubang tanam berjarak 75 x 15 cm beserta saluran air (drainase). Setelah pengolahan lahan selesai, benih segera dimasukkan ke dalam lubang tanam disertai pemberian Furadan atau Indofuran sebanyak 1- 2 g, dan sedikit jerami padi yang tidak berjamur. Setelah itu, lubang tanam ditutupi dengan tanah. Sebelum ditanam, benih perlu dicampur dengan Ridomil berdosis S g/7,5 ml air untuk setiap 1 kg benih. Bersamaan dengan penanaman benih, lakukanlah pemupukan dasar, yaitu dengan Urea 100 kg/ha, TSP 228 kg/ha, KCl 72 kg/ha, dan ZA 50 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara ditugal pada jarak sekitar 5 cm dari tiap lubang tanam.  Penyiangan dilakukan sesering mungkin agar baby corn jangan sampai terganggu gulma. Pada hari ke-20, dilakukan pembumbunan yang dibarengi dengan pemberian Urea sebanyak 100 kg/ha. Pemberian Urea diulangi kembali saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam, yaitu sebanyak 100 kg/ha. Untuk menjamin kesempurnaan struktur daun dan pertumbuhan tongkol yang optimal, serta untuk mencegah serangan penyakit bulai pada baby corn, kita dapat memberikan garam inggris. Cara pemberian garam inggris adalah mencampurkan garam itu dengan air, perbandingannya 4:1. Campuran itu disemprotkan pada tanaman selang seminggu sekali selama 4 minggu berturut-turut (minggu I, II, III, IV). Pemberian/penyiraman air cukup dilakukan sekali sehari apabila tidak turun hujan. Jika kondisi lahan sangat kering, penyiraman dapat ditambah agar tanaman tidak kekeringan, terutama pada saat pertumbuhan dan pembungaan. Pemeliharaan yang lain adalah pembuangan bunga jantan (detasseling) yang dilakukan setelah bunga jantan keluar, tetapi belum sempat mekar (sekitar 5-6 minggu setelah tanam). Caranya adalah batang digoyang perlahan-lahan agar pelepah daun agak melebar. Selanjutnya tangkai bunga jantan dicabut dengan tangan.

 

Hama dan penyakit baby corn adalah hama dan penyakit tanaman jagung yang masih muda (saat pertumbuhan dan pembungaan), antara lain: (1). Serangan lalat bibit (Antherigona exiqua Stein) ditandai dengan matinya tanaman yang baru mulai tumbuh. Pencegahan dan pemberantasannya dapat dilakukan dengan penyemprotan Folidol, Basudin, Diazinon, Agrocide. Dosis penyemprotan umumnya 1,5-2,0 cc/1 air. Penyemprotan dilakukan setiap 2-3 hari sekali, dimulai 5 hari setelah tanam. (2). Serangan ulat tongkol (Heliothis armigera HSN) ditandai dengan rusaknya tongkol, terutama apabila panen terlambat. Pemberantasannya sama seperti pemberantasan lalat bibit. (3). PenyakitBulai (Corn downy mildew) Gejala serangan ditandai dengan adanya garis kuning lebar pada daun yang merupakan benang cendawan. Pada pagi hari, akan timbul tepung putih menutupi daerah yang berwarna kuning itu, terutama bagian bawah. Bila penyakit terbawa dari benih, tanda serangan akan timbul sejak daun masih muda. Penularan penyakit ini dapat melalui benih dan spora yang terbawa angin. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Sclerospora maydis atau disebut pula Peronossclerospora maydis. Sebaiknya penyakit ini dicegah dengan cara menanam varietas yang tahan terhadap penyakit ini. Benih dicampur dengan Ridomil sebelum ditanam secara serentak.

Panen dilakukan dua hari setelah rambut tongkol keluar (silking) pada pagi atau sore hari. Setelah tongkol keluar, harus dilakukan pengontrolan agar panen tidak terlambat. Sebab keterlambatan sehari saja bisa mengurangi kualitas baby corn. Hal ini disebabkan semakin hari tongkol akan semakin mengeras dan membesar sehingga tidak memenuhi mutu yang disukai konsumen. Sebaliknya panen tongkol yang lebih awal akan diperoleh baby corn yang masih terlalu lunak. Sehingga ujung tongkol lebih mudah patah kualitasnya menurun. Ditinjau dari segi standar mutu baby corn, memang belum ada ketentuan baku tentang standar mutu. Setiap konsumen memiliki standar mutu sendiri misalnya : Taiwan menetapkan panjang baby corn sekitar 10 cm dan diameter sekitar 1,2 cm; Philipina menetapkan panjangnya sekitar 4-11 cm dan diameternya sekitar 0,8-1,18 cm; Dieng Jaya menetapkan mutu grade A 7,5 cm, grade B 7,5 – 8,5 cm, dan grade C 8,5 – 9,5 cm; 

Download disini