(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Agribisnis Peternakan Sebagai Industri Yang Berwawasan Lingkungan Di Bali

Admin distan | 06 Januari 2016 | 4478 kali

Oleh : Dayu Made Dwiwati - PP Madya
Distanak Buleleng

 

 

Prinsip dasar pembangunan agribisnis yang berkelanjutan adalah pembangunan sektor agribisnis berbasis sumber daya dan ekosistem. Dalam hal ini pembangunan sektor agribisnis peternakan harus didasarkan pada potensi ekosistem setiap wilayah, sehingga melibatkan seluruh wilayah dengan segala keberagamannya (keberagaman hayati, keberagaman mikroklimat, keberagaman sosial budaya, keberagaman sumbar daya manusia dan keberagaman sumber daya alam). Untuk itu, maka agribisnis peternakan harus dilaksanakan dengan pembangunan subsistem-subsistemnya secara harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk memenuhi kebutuhan produk peternakan yang meningkat dilakukan melalui peningkatan kapasitas ekonomi beserta teknologi pemanfaatannya. Tuntutan keberagaman konsumsi dipenuhi dengan keberagaman komoditi yang dikembangkan dan keberagaman teknologi pengolahan produk.

Bila pembangunan sektor agribisnis peternakan dijadikan sebagai strategi industrialisasi nasional, maka perkembangan kegiatan ekonomi akan menyebar dan beragam mengikuti penyebaran dan keberagaman ekosistem. Perkembangan kegiatan ekonomi yang demikian, dari sudut ekonomi akan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan. Sedangkan dari segi kepentingan pelestarian lingkungan hidup, perkembangan kegiatan ekonomi yang demikian berarti menyeimbangkan tekanan penduduk tehadap ruang (kota-desa, dataran tinggi-dataran rendah, jawa-luar jawa) beserta sumber daya alam. Termasuk didalam keberagaman sektor agribisnis peternakan adalah keberagaman komoditi, sehingga keberagaman hayati (sebagai blue print) juga dapat dijamin. Pembangunan sektor agribisnis peternakan sebagai strategi industrialisasi pada dasarnya menginternalisasikan kepentingan pelestarian lingkungan hidup (ekosistem), karena pada dasarnya keberlanjutan dari sektor agribisnis peternakan akan ditentukan kelestarian ekosistem.

Peternakan salah satu komoditas pangan yang berkontribusi  besar bagi devisa negara dan harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang belum terpenuhi.Selain itu ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mengembangkan peternakan yaitu pemerataan dan standar gizi nasional belum tercapai, peluang ekspor yang belum dimanfaatkan secara maksimal, sumber daya pakan yang minimal, belum adanya bibit unggul produk nasional, kualitas produk yang belum standar, efisiensi dan produktivitas yang rendah, sumber daya manusia yang belum dimanfaatkan secara optimal, belum adanya keterpaduan antara pelaku peternakan, komitmen yang rendah dan tingginya kontribusi peternakan pada pencemaran lingkungan.

Permasalahan lain adalah membanjirnya produk peternakan luar negeri yang lebih murah dengan mutu lebih baik ke pasar Indonesia. Hal ini sangat sulit untuk dihindari, karena perdagangan bebas dan Indonesia mau tidak mau harus dihadapi. Kondisi ini tentu mengancam perkembangan peternakan di Indonesia yang harus diantisipasi.

Yang dimaksud dengan para pelaku peternakan antara lain pemerintah (dalam hal ini Departemen Pertanian sub peternakan beserta jajarannya, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas-dinas Peternakan dll.), Asosiasi-asosiasi Peternakan, Bank, Pengusaha, Peternak, Perguruan Tinggi dan lain sebagainya yang terkait dengan dunia usaha peternakan.

Dalam implementasinya maka kesejajaran antara pelaku peternakan di bawah koordinasi pemerintah, sehingga satu dengan yang lainnya tidak bersifat dominan. Untuk mencapai kesejajaran, maka peternak harus berada dalam suatu wadah yang kokoh yaitu koperasi mandiri yang menasional, yang mempunyai kekuatan tawar dengan pelaku peternakan lainnya. Semua elemen pelaku peternakan secara bebas memberi umpan balik kepada perintah dan dapat memberi input terhadap elemen lainnya. Pemerintah selain sebagai koordinator, ia juga sebagai pihak evaluator dan pengontrol pelaksanaan kebijakan di lapangan. Jadi, untuk menghasilkan interaksi yang harmonis perlu adanya sistem peternakan yang baik.

Dalam sistem peternakan ada 4 komponen yang harus diperhatikan yaitu kekuasaan, kepentingan, kebijakan dan budaya peternakan. Kekuasaan adalah cara untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam alokasi sumber daya di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Kepentingan adalah sebagai tujuan-tujuan yang ingin dikejar oleh pelaku peternakan. Kebijakan sebagai hasil interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk undang-undang. Budaya peternakan adalah sebagai orientasi subjektif individu terhadap sistem peternakan yang berlaku. Keempat komponen tersebut harus dibangun secara bersama, agar dicapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak yang bergerak di bidang peternakan.

Kegiatan peternakan sebaiknya memperhatikan aspirasi masyarakat di sekitar mereka. Agar supaya kehadiran mereka dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar, maka sudah selayaknya mereka merekrut masyarakat sebagai pekerja atau tenaga professional serta melatih mereka agar mendapat pekerjaan dan masa depan yang lebih baik. Dengan cara ini sebenarnya menghindarkan perusahaan peternakan dari sikap dan perilaku negatif dari masyarakat.

Disamping itu, para pelaku peternakan harus memperhatikan hak-hak konsumen seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Para pelaku diharapkan tidak melakukan hal-hal yang merugikan konsumen seperti menyembunyikan kualitas produknya.

Kesejahteraan bagi masyarakat dapat diartikan bahwa masyarakat dapat memperoleh kebutuhan gizinya terutama protein asal produk ternak dengan harga yang terjangkau, keamanan pangan terjamin. Diharapkan pula pelaku peternakan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas dalam arti mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan pendapatan masyarakat luas. Selain itu, peternak dalam aktivitasnya harus pula memperhatikan hak-hak yang seharusnya diperoleh oleh seekor ternak. Jadi ternak, jangan hanya dijadikan objek untuk mendapatkan penghasilan, tetapi peternak harus juga memperhatikan keperluan dan kebutuhan mereka seperti makan, minum, kebutuhan akan interaksi antara mereka, kasih sayang dari peternak, dan lain-lain. Kesejahteraan ternak yang dimaksud mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia No. 18 pasal 43 tentang peternakan dan kesehatan hewan yang berbunyi kesehatan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.

Di sisi lain peternakan walaupun berkontribusi besar terhadap peningkatan perekonomian keluarga atau peternak, namun kenyataanya peternakan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi terhadap lingkungan. Karenaternak secara alami memerlukan lingkungan sebagai tempat tinggal, karena jauh sebelum didomestikasi hewan liar yang hidup di alam membutuhkan tempat tinggal (habitat) yang juga sekaligus menyediakan sumber pakan bagi mereka. Menurut kaidah ekologi fenomena ini merupakan hal yang wajar karena dalam kehidupannya, hewan melakukan interaksi dengan lingkungan tempat hidupnya.

Berdasarkan berbagai permasalahan yang timbul dari sektor peternakan maka perlu upaya untuk mengatasinya. Misalnya masalah limbah ternak yang selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances),yang bisa  dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media pelbagai tujuan dan keperluan lain.

  Untuk di wilayah  Bali, pengaplikasian model industri peternakan sapi yang berwawasan lingkungan adalah SIMANTRI, dimana usaha peternakan yang dilakukan dengan menganut pola terintegrasi seperti Simantri sangat tepat untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI) adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi pertanian karena merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat perdesaan. Simantri mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada. Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan 4 F (food, feed, fertilizer dan fuel). Kegiatan utama adalah mengintegrasikan usaha budidaya tanaman dan ternak, dimana limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (faeces, urine) diolah menjadi bio gas, bio urine, pupuk organik dan bio pestisida.

Download disini