Oleh : I Kade Purnawirawan Putra, S.P/ POPT BPP Kecamatan Buleleng
Asam-asaman pada padi adalah kondisi yang sering dijumpai pada lahan dengan tingkat keasaman tanah tinggi, terutama
di lahan rawa, gambut, atau daerah dengan curah hujan tinggi.
Kondisi tanah yang masam menyebabkan pH berada di bawah 5,5, sehingga unsur
hara esensial sulit diserap
oleh tanaman. Sebaliknya, unsur beracun seperti aluminium (Al), besi (Fe), dan
mangan (Mn) menjadi lebih mudah larut dan justru meracuni tanaman padi.
Untuk mengatasi masalah ini, petani dapat melakukan berbagai upaya pengelolaan lahan. Pengapuran dengan kaptan, dolomit, atau kalsit terbukti efektif menaikkan pH tanah dan menetralkan keasaman. Pemberian bahan organik seperti pupuk kandang dan kompos juga membantu memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kesuburan. Selain itu, pemupukan berimbang perlu dilakukan untuk mencegah penumpukan unsur tertentu, disertai dengan pengaturan tata air yang baik agar kadar Fe terlarut bisa ditekan. Salah satu upaya yang dapat membantu mengatasi masalah ini adalah penggunaan asam amino. Senyawa ini bermanfaat sebagai agen pengikat ion logam beracun sehingga ketersediaan unsur hara penting seperti nitrogen, fosfor, dan kalium dapat lebih optimal diserap oleh tanaman. Selain itu, asam amino juga berperan dalam merangsang pertumbuhan akar, terutama melalui senyawa triptofan yang menjadi prekursor hormon auksin. Dengan akar yang lebih panjang dan kuat, tanaman padi mampu menyerap air serta nutrisi lebih baik meskipun tumbuh di tanah masam. Tidak hanya itu, asam amino turut membantu mengurangi stres fisiologis pada padi akibat kondisi keasaman tinggi. Tanaman yang mendapatkan suplai asam amino cenderung memiliki sistem antioksidan yang lebih baik, sehingga lebih tahan terhadap keracunan besi maupun aluminium. Dampaknya, pertumbuhan vegetatif padi tetap terjaga, daun lebih hijau, dan proses fotosintesis berlangsung optimal. Pada akhirnya, penggunaan asam amino mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi di lahan asam, sehingga hasil panen tetap tinggi meskipun kondisi lahan kurang mendukung.
Asam amino untuk padi umumnya diberikan ke lahan dalam bentuk pupuk organik cair (POC)
atau pupuk hayati yang telah melalui proses
hidrolisis protein, misalnya
dari ikan, kedelai,
bulu unggas, atau sisa hasil pertanian. Bentuk cair merupakan yang paling banyak
digunakan karena praktis dan
cepat diserap oleh tanaman. Pupuk cair ini biasanya diaplikasikan dengan cara
dicampur air lalu disemprotkan ke daun (foliar spray) atau dikocorkan langsung
ke tanah melalui irigasi.
Selain bentuk
cair, asam amino juga tersedia dalam bentuk bubuk
atau granul yang dilarutkan
terlebih dahulu sebelum digunakan. Bentuk ini sering dipilih karena lebih
ekonomis untuk volume besar serta mudah dicampur dengan pupuk lain seperti NPK
atau pupuk mikro. Ada pula asam amino yang dicampurkan ke pupuk organik padat
melalui proses fermentasi, sehingga bisa ditebar langsung ke lahan saat
pengolahan tanah atau dibenamkan di sekitar perakaran.
Secara
umum, pupuk cair lebih cepat memberikan efek karena langsung diserap tanaman,
bubuk lebih fleksibel untuk dicampur
dengan pupuk lain, sementara bentuk padat memberikan efek lebih tahan lama di dalam
tanah. Oleh karena itu, petani biasanya memilih pupuk asam amino cair untuk
hasil yang lebih cepat, terutama saat tanaman padi berada pada fase kritis
seperti pertumbuhan vegetatif hingga pengisian bulir.
Petani
bisa mendapatkan asam amino dengan cara yang sangat mudah, baik melalui produk
jadi maupun dari bahan lokal di sekitar mereka. Cara pertama adalah membeli
pupuk asam amino cair yang banyak dijual di kios pertanian atau koperasi tani.
Produk-produk ini, seperti Vigorin, Aminotop, atau Amino Age, sudah siap pakai
sehingga petani hanya perlu mencampurnya dengan air sebelum diaplikasikan ke
daun atau tanah. Cara ini sangat praktis karena dosis pemakaian sudah
jelas dan hasilnya
relatif konsisten, meskipun
harganya biasanya lebih
mahal.
Selain membeli, petani juga bisa membuat asam amino sendiri dari bahan yang mudah ditemukan. Ikan rucah atau sisa ikan dari pasar, kedelai, bungkil kedelai, darah atau jeroan hewan, hingga daun-daunan seperti lamtoro dan azolla bisa difermentasi untuk menghasilkan pupuk cair kaya asam amino. Cara ini lebih murah, ramah lingkungan, dan dapat diproduksi dalam jumlah besar oleh kelompok tani, meski membutuhkan waktu fermentasi sekitar dua hingga empat minggu.
Dengan
demikian, petani memiliki pilihan sesuai kebutuhan mereka. Jika ingin cepat dan
praktis, mereka bisa membeli produk asam amino di pasaran. Namun, jika ingin
lebih hemat dan memanfaatkan sumber daya yang ada, mereka bisa membuat pupuk
asam amino sendiri dari bahan-bahan lokal yang mudah dijangkau.