(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

PENYAKIT VIRUS KUNING CABAI DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Oleh: Rosma Susiwaty Situmeang, S.P/POPT Ahli Pertama BPP Banjar

Admin distan | 12 Desember 2024 | 1035 kali

Oleh: Rosma Susiwaty Situmeang, S.P/POPT Ahli Pertama BPP Banjar


 

Virus kuning (virus gemini) ditularkan oleh kutu kebul Bemisia tabaci Genn. Penularan oleh serangga vektor kutu kebul sangat dipengaruhi oleh lamanya masa akuisisi serangga pada tanaman sakit, jumlah serangga dan lamanya periode inokulasi yang terjadi pada tanaman sehat. Kutu kebul menularkan virus kuning secara persisten (tetap) artinya sekali kutu kebul makan tanaman yang mengandung virus kuning, maka selama hidupnya dapat menularkan virus kuning. Periode makan akuisisi (makan tanaman sakit untuk memperoleh virus) selama 48 jam dapat menghasilkan tingkat penularan yang paling efisien.

 

Gejala yang ditimbulkan oleh isolat virus gemini berbeda-beda, tergantung pada genus dan spesies tanaman yang terinfeksi. Gejala pada tanaman cabai, pertama kali muncul pada daun muda / pucuk berupa bercak kuning di sekitar tulang daun, kemudian berkembang menjadi urat daun berwarna kuning (vein clearing), cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan atau kuning. Gejala berlanjut hingga hampir seluruh daun muda atau pucuk berwarna kuning cerah, dan ada pula yang berwarna kuning bercampur dengan hijau, daun cekung dan mengkerut berukuran lebih kecil dan lebih tebal.

 

Teknik Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit virus kuning cabai adalah:

1.                  Penggunaan varietas tahan/toleran bertujuan untuk menghindari serangan yang lebih parah. Beberapa varietas cabai merah diketahui toleran terhadap penyakit virus kuning antara lain adalah C. annum (Tit Super, CK Sumatera, TM 99 dan Lembang– 1) dan C. frutescens (Bara dan Rawit Thailand).

2.                  Penggunaan mulsa plastik hitam perak bertujuan untuk memantulkan sinar matahari, sehingga serangga hama tidak menyukai kondisi tersebut, selain itu mulsa digunakan untuk menghambat pertumbuhan gulma, dan dapat menyebabkan patogen tanah tidak aktif. Penggunaan mulsa plastik dapat menunda insiden penyakit virus lebih kurang 21 hari karena pengaruhnya yang dapat menekan gulma inang virus dan dapat menekan populasi vektor B. tabaci.

3.                  Penanaman tanaman penghadang bertujuan untuk menghalangi serangga vektor dan penyakit lain dari pertanaman lain agar tidak dapat masuk ke pertanaman cabai. Tanaman penghadang yang dapat digunakan adalah tanaman jagung yang ditanam 5-6 baris rapat (jarak tanam 15-20 cm) di sekeliling kebun 2-3 minggu sebelum tanam cabai.

4.                  Sanitasi dan pencabutan tanaman sakit bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi dan dilakukan dengan cara selalu melakukan monitoring sampai tanaman berumur 35-40 hari. Tanaman yang menunjukkan gejala sakit dimusnahkan dan diganti dengan tanaman cabai yang sehat. Gulma yang merupakan inang virus juga dikumpulkan lalu dibakar.

5.                  Tumpangsari berbagai jenis tanaman bertujuan untuk mengurangi/ mengurangi populasi kutu kebul. Tumpangsari antara cabai merah dengan kubis atau cabai merah dengan tomat dapat menekan populasi kutukebul sebesar 25 – 60%.

6.                  Perangkap kuning digunakan untuk memerangkap populasi kutu kebul, dan dipasang sebanyak 40 perangkap/ha di tengah pertanaman cabai. Perangkap dipasang dengan ketinggian ± 30 cm.

7.                  Cendawan entomopatogen dapat dimanfaatkan untuk mengurangi populasi kutu kebul. Beberapa cendawan entomopatogen yang dikenal dapat digunakan untuk mengendalikan hama ini antara lain Verticillium lecanii, Paecilomyces fumosoroseus, Peacilomyces farinosus, Aschersonia aleyrodis, and Beauveria bassiana.

8.                  Pergiliran (rotasi) tanaman dilakukan untuk mengurangi sumber infeksi, menggunakan tanaman bukan inang virus, terutama tanaman yang bukan anggota famili solanaceae (seperti tomat, cabai, kentang) dan cucurbitaceae (seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus dilakukan dalam satu hamparan luas, dan serentak.

9.                  Penyemprotan insektisida kimia diusahakan mengenai permukaan daun bagian bawah dan perlu dihindari penggunaan insektisida secara berlebihan, karena dapat mendorong meningkatnya populasi kutu kebul. Beberapa bahan aktif yang banyak digunakan dalam formulasi pestisida yang digunakan untuk mengendalikan kutu kebul antara lain adalah diafentiuron 500 g/l, tiametoksam 25%, buprofezin 10%, imidakloprid 5%, imidakloprid 6%, amitraz 200g/l, asefat 75%, dan metidation 25%.

 

 

Sumber:

N. Gunaeni, W. Setiawati, R. Murtiningsih dan T. Rubiati. 2008. Penyakit virus kuning dan vektornya serta cara pengendaliannya pada tanaman sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.