Oleh: Rosma Susiwaty Situmeang, S.P/POPT Ahli Pertama BPP Banjar
Virus
kuning (virus gemini) ditularkan oleh kutu kebul Bemisia tabaci Genn. Penularan oleh serangga vektor kutu kebul sangat
dipengaruhi oleh lamanya masa akuisisi serangga pada tanaman sakit, jumlah
serangga dan lamanya periode inokulasi yang terjadi pada tanaman sehat. Kutu kebul
menularkan virus kuning secara persisten (tetap) artinya sekali kutu kebul
makan tanaman yang mengandung virus kuning, maka selama hidupnya dapat
menularkan virus kuning. Periode makan akuisisi (makan tanaman sakit untuk
memperoleh virus) selama 48 jam dapat menghasilkan tingkat penularan yang
paling efisien.
Gejala
yang ditimbulkan oleh isolat virus gemini berbeda-beda, tergantung pada genus
dan spesies tanaman yang terinfeksi. Gejala pada tanaman cabai, pertama kali
muncul pada daun muda / pucuk berupa bercak kuning di sekitar tulang daun,
kemudian berkembang menjadi urat daun berwarna kuning (vein clearing), cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan
atau kuning. Gejala berlanjut hingga hampir seluruh daun muda atau pucuk
berwarna kuning cerah, dan ada pula yang berwarna kuning bercampur dengan
hijau, daun cekung dan mengkerut berukuran lebih kecil dan lebih tebal.
Teknik
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit virus kuning
cabai adalah:
1.
Penggunaan varietas tahan/toleran bertujuan untuk menghindari serangan yang
lebih parah. Beberapa varietas cabai merah diketahui toleran terhadap penyakit
virus kuning antara lain adalah C. annum (Tit Super, CK Sumatera, TM 99 dan
Lembang– 1) dan C. frutescens (Bara dan Rawit Thailand).
2.
Penggunaan mulsa plastik hitam perak bertujuan untuk memantulkan sinar matahari,
sehingga serangga hama tidak menyukai kondisi tersebut, selain itu mulsa
digunakan untuk menghambat pertumbuhan gulma, dan dapat menyebabkan patogen
tanah tidak aktif. Penggunaan mulsa plastik dapat menunda insiden penyakit
virus lebih kurang 21 hari karena pengaruhnya yang dapat menekan gulma inang
virus dan dapat menekan populasi vektor B. tabaci.
3.
Penanaman tanaman penghadang bertujuan untuk menghalangi serangga vektor
dan penyakit lain dari pertanaman lain agar tidak dapat masuk ke pertanaman
cabai. Tanaman penghadang yang dapat digunakan adalah tanaman jagung yang
ditanam 5-6 baris rapat (jarak tanam 15-20 cm) di sekeliling kebun 2-3 minggu
sebelum tanam cabai.
4.
Sanitasi dan pencabutan tanaman sakit bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi
dan dilakukan dengan cara selalu melakukan monitoring sampai tanaman berumur
35-40 hari. Tanaman yang menunjukkan gejala sakit dimusnahkan dan diganti
dengan tanaman cabai yang sehat. Gulma yang merupakan inang virus juga
dikumpulkan lalu dibakar.
5.
Tumpangsari berbagai jenis tanaman bertujuan untuk
mengurangi/ mengurangi populasi kutu kebul. Tumpangsari antara cabai merah
dengan kubis atau cabai merah dengan tomat dapat menekan populasi kutukebul
sebesar 25 – 60%.
6.
Perangkap kuning digunakan untuk memerangkap populasi kutu kebul,
dan dipasang sebanyak 40 perangkap/ha di tengah pertanaman cabai. Perangkap
dipasang dengan ketinggian ± 30 cm.
7.
Cendawan entomopatogen dapat dimanfaatkan untuk mengurangi populasi
kutu kebul. Beberapa cendawan entomopatogen yang dikenal dapat digunakan untuk mengendalikan
hama ini antara lain Verticillium
lecanii, Paecilomyces fumosoroseus, Peacilomyces farinosus, Aschersonia
aleyrodis, and Beauveria bassiana.
8.
Pergiliran (rotasi) tanaman dilakukan untuk mengurangi sumber infeksi,
menggunakan tanaman bukan inang virus, terutama tanaman yang bukan anggota
famili solanaceae (seperti tomat, cabai, kentang) dan cucurbitaceae (seperti
mentimun). Pergiliran tanaman harus dilakukan dalam satu hamparan luas, dan
serentak.
9.
Penyemprotan insektisida kimia diusahakan mengenai permukaan daun bagian
bawah dan perlu dihindari penggunaan insektisida secara berlebihan, karena
dapat mendorong meningkatnya populasi kutu kebul. Beberapa bahan aktif yang
banyak digunakan dalam formulasi pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
kutu kebul antara lain adalah diafentiuron 500 g/l, tiametoksam 25%, buprofezin
10%, imidakloprid 5%, imidakloprid 6%, amitraz 200g/l, asefat 75%, dan
metidation 25%.
Sumber:
N.
Gunaeni, W. Setiawati, R. Murtiningsih dan T. Rubiati. 2008. Penyakit virus kuning
dan vektornya serta cara pengendaliannya pada tanaman sayuran. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran. Bandung.