Oleh : Putu Hetty Armayuni, S.TP / Ahli Pertama-PMHP
Padi setelah dipanen secara umum mempunyai kadar air
cukup tinggi sekitar 20- 23% basis basah pada musim kering dan pada musim hujan
sekitar 24-27%. Pada tingkat kadar air tersebut padi tidak aman disimpan karena
sangat mudah terserang jamur atau mudah rusak, pada kondisi yang lembab proses
respirasi akan berjalan dengan cepat, akibatnya terjadi butir gabah yang busuk,
berjamur, berkecambah maupun terjadi reaksi browning enzimatis yang dapat
menyebabkan beras berwarna kuning atau kuning kecoklatan (Nugraha et al.,
2007). Penanganan pascapanen padi khususnya pengeringan merupakan proses yang
sangat penting untuk mempertahankan kualitas padi selama proses penyimpanan.
Pengeringan merupakan usaha mengurangi sejumlah massa air dari dalam bahan.
Pengeringan menjadi sangat penting karena dengan berkurangnya kandungan air
dalam bahan, resiko kerusakan bahan akibat aktivitas enzimatis dan biologi
dapat dikurangi sehingga bahan pertanian dapat dipertahankan kualitasnya selama
proses penyimpanan. Padi perlu dikeringkan hingga kadar air sekitar 14% basis
basah agar aman disimpan dalam jangka waktu lama atau sebelum dipasarkan.
Di Indonesia pengeringan gabah sebagian besar masih
dilakukan dengan metode penjemuran langsung di bawah sinar matahari. Cara ini
sederhana dan mudah namun bergantung pada cuaca, memerlukan tempat yang luas,
kehilangan hasil padi cukup tinggi, waktu pengeringan cukup lama, mudah
terkontaminasi dengan benda asing dan kadar air akhir tidak seragam. Akibat
berbagai kendala yang dihadapi tersebut, penggunaan alat pengering buatan mulai
digunakan petani untuk mengeringkan gabah. Ada beberapa alat pengering buatan
yang saat ini telah berkembang di petani seperti pengering tipe box (box
dryer)/tumpukan datar (flat bed dryer), pengering tipe sirkulasi, pengering
tipe fluidisasi, tipe oven dan alat pengering dengan tenaga matahari (Solar
Dryer). Berbagai tipe pengering ini tidak memerlukan tempat yang luas dan tidak
terkotaminasi dengan benda asing. Masing-masing alat tersebut memiliki
keunggulan, kelemahan dan kinerja yang berbeda saat diterapkan di petani.
Proses pengeringan yang berlangsung lama menyebabkan ada sejumlah gabah yang
tertunda pengeringannya. Proses pengeringan gabah di petani sangat tergantung
cuaca, saat cuaca panas gabah kering panen (GKP) akan segera dikeringkan. Bila
cuaca tidak mendukung GKP ditunda dikeringkan menunggu sampai cuaca panas.
Penundaan pengeringan akan berakibat tidak baik terhadap kualitas beras. Beberapa
peneliti telah melaporkan bahwa keterlambatan pengeringan dapat merusak atau
menurunkan kualitas gabah. Nugraha et al., (1990) dan Rachmat et al., (2002)
menyebutkan bahwa keterlambatan pengeringan sampai 3 hari akan menimbulkan
kerusakan gabah sebanyak 2,6% dan 1,66-3,11%. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Iswari (2011) menyebutkan bahwa keterlambatan pengeringan hingga 7 hari
akan meningkatkan beras patah dari 18% menjadi 32,4% dan menurunkan persentase
beras kepala dari 72,27% menjadi 66,8%, serta meningkatkan butir kuning dari
0,5% menjadi 10,2%.
Beberapa hasil penelitian juga menyebutkan bahwa cara
pengeringan akan mempengaruhi persentase kehilangan hasil. Data mengenai
kehilangan hasil tersebut bervariasi, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nugraha et al., (2007) dan Hosokakawa (1995) menyebutkan bahwa pengeringan
gabah dengan mesin pengering (dryer) memiliki risiko kehilangan hasil lebih
rendah daripada penjemuran.
Sumber :
Dr.
Sri Rahayoe, S.TP., M.P. 2017. Teknik Pengeringan. Departemen
Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada.
Iswari,
K. 2011. Survei Mutu Beras di Sumatera Barat. Kerja Sama Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sumatera Barat dengan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat
Nugraha,
S., Thahir, R., Sudaryono. 2007. Keragaan Kehilangan Hasil Pascapanen padi pada
3 agroekosistem. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol 3. p: 42 – 49.
Yeni
Eliza Maryana dan Dian Meithasari. 2014. Mekanisme dan Kinerja Alat Pengeringan
Gabah di Lahan Rawa.. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Lampung.