(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

PENGERINGAN GABAH

Admin distan | 10 Oktober 2024 | 57 kali

Oleh : Putu Hetty Armayuni, S.TP / Ahli Pertama-PMHP

 


Padi setelah dipanen secara umum mempunyai kadar air cukup tinggi sekitar 20- 23% basis basah pada musim kering dan pada musim hujan sekitar 24-27%. Pada tingkat kadar air tersebut padi tidak aman disimpan karena sangat mudah terserang jamur atau mudah rusak, pada kondisi yang lembab proses respirasi akan berjalan dengan cepat, akibatnya terjadi butir gabah yang busuk, berjamur, berkecambah maupun terjadi reaksi browning enzimatis yang dapat menyebabkan beras berwarna kuning atau kuning kecoklatan (Nugraha et al., 2007). Penanganan pascapanen padi khususnya pengeringan merupakan proses yang sangat penting untuk mempertahankan kualitas padi selama proses penyimpanan. Pengeringan merupakan usaha mengurangi sejumlah massa air dari dalam bahan. Pengeringan menjadi sangat penting karena dengan berkurangnya kandungan air dalam bahan, resiko kerusakan bahan akibat aktivitas enzimatis dan biologi dapat dikurangi sehingga bahan pertanian dapat dipertahankan kualitasnya selama proses penyimpanan. Padi perlu dikeringkan hingga kadar air sekitar 14% basis basah agar aman disimpan dalam jangka waktu lama atau sebelum dipasarkan.

Di Indonesia pengeringan gabah sebagian besar masih dilakukan dengan metode penjemuran langsung di bawah sinar matahari. Cara ini sederhana dan mudah namun bergantung pada cuaca, memerlukan tempat yang luas, kehilangan hasil padi cukup tinggi, waktu pengeringan cukup lama, mudah terkontaminasi dengan benda asing dan kadar air akhir tidak seragam. Akibat berbagai kendala yang dihadapi tersebut, penggunaan alat pengering buatan mulai digunakan petani untuk mengeringkan gabah. Ada beberapa alat pengering buatan yang saat ini telah berkembang di petani seperti pengering tipe box (box dryer)/tumpukan datar (flat bed dryer), pengering tipe sirkulasi, pengering tipe fluidisasi, tipe oven dan alat pengering dengan tenaga matahari (Solar Dryer). Berbagai tipe pengering ini tidak memerlukan tempat yang luas dan tidak terkotaminasi dengan benda asing. Masing-masing alat tersebut memiliki keunggulan, kelemahan dan kinerja yang berbeda saat diterapkan di petani. Proses pengeringan yang berlangsung lama menyebabkan ada sejumlah gabah yang tertunda pengeringannya. Proses pengeringan gabah di petani sangat tergantung cuaca, saat cuaca panas gabah kering panen (GKP) akan segera dikeringkan. Bila cuaca tidak mendukung GKP ditunda dikeringkan menunggu sampai cuaca panas. Penundaan pengeringan akan berakibat tidak baik terhadap kualitas beras. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa keterlambatan pengeringan dapat merusak atau menurunkan kualitas gabah. Nugraha et al., (1990) dan Rachmat et al., (2002) menyebutkan bahwa keterlambatan pengeringan sampai 3 hari akan menimbulkan kerusakan gabah sebanyak 2,6% dan 1,66-3,11%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Iswari (2011) menyebutkan bahwa keterlambatan pengeringan hingga 7 hari akan meningkatkan beras patah dari 18% menjadi 32,4% dan menurunkan persentase beras kepala dari 72,27% menjadi 66,8%, serta meningkatkan butir kuning dari 0,5% menjadi 10,2%.

Beberapa hasil penelitian juga menyebutkan bahwa cara pengeringan akan mempengaruhi persentase kehilangan hasil. Data mengenai kehilangan hasil tersebut bervariasi, hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraha et al., (2007) dan Hosokakawa (1995) menyebutkan bahwa pengeringan gabah dengan mesin pengering (dryer) memiliki risiko kehilangan hasil lebih rendah daripada penjemuran.

 

 

Sumber :

Dr. Sri Rahayoe, S.TP., M.P. 2017. Teknik Pengeringan. Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada.

Iswari, K. 2011. Survei Mutu Beras di Sumatera Barat. Kerja Sama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat dengan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat

Nugraha, S., Thahir, R., Sudaryono. 2007. Keragaan Kehilangan Hasil Pascapanen padi pada 3 agroekosistem. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol 3. p: 42 – 49.

Yeni Eliza Maryana dan Dian Meithasari. 2014. Mekanisme dan Kinerja Alat Pengeringan Gabah di Lahan Rawa.. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Lampung.