Oleh : I Gede Sila Adnyana, S.P.
( POPT Ahli Pertama di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sukasada )
Kakao,
sebagai komoditas perkebunan yang vital, terus menghadapi ancaman serius dari
berbagai penyakit tanaman. Di antara semua ancaman tersebut, Penyakit Busuk
Buah Phytophthora, atau sering disebut Phytophthora Pod Rot,
mencuat sebagai salah satu yang paling merusak dan menyebabkan kerugian ekonomi
yang sangat besar bagi petani secara global. Penyakit ini tidak hanya
mengurangi hasil panen secara kuantitas tetapi juga secara drastis menurunkan
kualitas biji yang dihasilkan.
Penyakit
ini disebabkan oleh organisme jamur dari genus Phytophthora, dengan Phytophthora
palmivora sebagai spesies penyebab utama di Indonesia. Patogen ini
diklasifikasikan sebagai Oomycete atau "water mold",
yang berarti perkembangbiakan dan penyebarannya sangat bergantung pada
keberadaan air. Organisme ini bertahan di dalam tanah dan sisa-sisa tanaman
sakit sebagai spora istirahat yang dapat hidup dalam waktu lama, menunggu
kondisi yang tepat untuk menginfeksi.
Gejala
penyakit ini mudah dikenali, terutama pada buah. Awalnya, muncul bercak kecil
berwarna coklat kehitaman yang terlihat basah pada bagian ujung buah atau area
yang terluka. Dengan cepat, dalam hitungan hari, bercak ini membesar dan
melingkari seluruh buah hingga warnanya berubah menjadi coklat tua kehitaman.
Pada kondisi lembab, permukaan buah yang busuk sering ditutupi miselium
berwarna putih, yang merupakan tanda spora patogen sedang diproduksi untuk
menyebar lebih luas.
Faktor
lingkungan memegang peran krusial dalam meledaknya wabah penyakit ini.
Kelembaban udara yang tinggi dan curah hujan yang sering merupakan faktor
pemacu terpenting. Kebun dengan kanopi yang terlalu rapat, drainase buruk, dan
sanitasi yang tidak terjaga menciptakan kondisi mikro yang ideal bagi patogen
untuk berkembang biak dan menginfeksi inangnya. Penyebaran utamanya terjadi
melalui percikan air hujan yang membawa spora dari tanah ke buah.
Dampak
ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit ini sungguh signifikan. Pada serangan
berat tanpa pengendalian, kehilangan hasil panen dapat mencapai 70 hingga 90%.
Selain kehilangan secara kuantitas, biji dari buah yang terinfeksi memiliki
kadar lemak rendah, ukuran tidak seragam, dan rasa pahit, sehingga harga
jualnya pun anjlok. Petani juga harus menanggung biaya tambahan untuk upaya
pengendalian, yang semakin memberatkan ekonomi budidaya.
Strategi
paling efektif untuk mengelola penyakit ini adalah melalui pendekatan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang berkelanjutan. Langkah pertama dan paling fundamental
adalah sanitasi kebun yang ketat. Ini berarti pemetikan dan pemusnahan semua
buah yang menunjukkan gejala busuk harus dilakukan secara rutin. Buah sakit
harus dibenamkan dalam-dalam di dalam tanah atau dibakar untuk memusnahkan
sumber inokulum, bukan dibiarkan begitu saja di bawah pohon.
Praktik
budidaya yang baik merupakan pilar pengendalian berikutnya. Pemangkasan rutin
untuk membuka kanopi dan meningkatkan sirkulasi udara sangat penting untuk
mengurangi kelembaban di sekitar buah. Pengaturan pohon pelindung dan pemupukan
berimbang juga membantu menciptakan tanaman yang lebih sehat dan lebih tahan
terhadap serangan penyakit. Penggunaan varietas kakao yang memiliki ketahanan
toleran, seperti beberapa klon unggul, merupakan investasi jangka panjang yang
sangat bijaksana.
Dalam
situasi tertentu, pengendalian kimia dengan fungisida mungkin diperlukan.
Aplikasi fungisida protektan berbahan dasar tembaga, seperti Bubur Bordo,
dapat melindungi buah dari infeksi. Namun, penggunaannya harus dilakukan dengan
bijak, tepat waktu (terutama di musim hujan), dan tepat sasaran, yaitu
menyemprot buah-buahan secara merata. Penggunaan fungisida sistemik harus
dirotasi untuk mencegah timbulnya resistensi pada patogen.
Meskipun
Penyakit Busuk Buah Phytophthora merupakan ancaman yang menakutkan, ia dapat
dikelola dan kerugiannya dapat ditekan. Kunci kesuksesannya terletak pada
konsistensi dan kedisiplinan dalam menerapkan praktik-praktik pengelolaan kebun
yang baik, dengan sanitasi sebagai tindakan yang paling murah dan paling
efektif. Dengan pendekatan yang efektif, produktivitas dan kualitas kebun kakao
dapat tetap terjaga..
Daftar Pustaka:
Direktorat Jenderal
Perkebunan. (2017). Pedoman Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Maya DIT, Priyono B, Ruzelfin, Abiyoso K. 2006. Pedoman
Teknis Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Tanaman Kakao.
Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian.
Novariyanthy M, Maya DIT. 2007. Pedoman Pengamatan dan
Pengendalian OPT Utama Tanaman Kakao. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian.