Oleh:
Shierly P. V. Nainggolan, SP. / POPT Ahli Pertama
pada Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Seririt
Penyakit virus belang telah ditemukan
secara meluas di berbagai lokasi sentra produksi kacang tanah pada sejumlah
negara termasuk negara Amerika, India, Sudan maupun Indonesia. Laporan pertama
mengenai penyakit ini muncul sekitar tahun 1970 di Indonesia. Kerugian hasil
terhadap tanaman yang ditimbulkan mencapai 29,6 persen, sedangkan pada varietas
yang rentan dapat mencapai hingga 70 persen. Penyakit ini telah menyebar secara
luas dengan potensi yang dapat menurunkan produksi secara signifikan. Oleh
karena itu berdasarkan sudut pandang ekonomi maka penyakit virus belang
dianggap sebagai masalah yang serius.
Patogen dari penyakit ini adalah Peanut
Mottle Virus (PMoV). Virus yang dimurnikan mempunyai zarah-zarah berbentuk
batang lentur, dimana yang terbanyak mempunyai panjang 700-750 nm. Virus ini
dapat ditularkan secara mekanik oleh kutu daun dan oleh biji tanaman sakit. Penyakit
dapat ditularkan oleh kutu daun Aphis craccivora Koch yang umum terdapat
pada tanaman kacang tanah dan kacang panjang. Satu sampai tiga ekor kutu cukup mampu
untuk menularkan penyakit. Bermacam-macam stadium dan umur kutu ini dapat
menularkan virus. Virus hanya dapat bertahan kurang dari 24 jam dalam badan
Aphis. Virus bersifat nonpersisten. Virus tidak dapat diturunkan dari induk ke
anaknya. Kutu yang mengandung virus sudah dapat menularkan virus ke tanaman
sehat jika dibiarkan menghisap selama tiga menit. PMoV dapat ditularkan lewat
benih sakit, dimana persentase penularan berkisar antara 0 hingga 3 persen. Apabila
berdekatan dengan kacang tanah sakit yang berasal dari benih terinfeksi, maka
dapat menginfeksi tanaman disekitarnya. Jarak penularan PMoV relatif dekat,
sehingga jumlah tanaman yang terinfeksi terbanyak hingga jarak 50 meter dari
sumber infeksi dan pada jarak selebihnya persentase tanaman terinfeksi sudah
sangat rendah.
Pertanaman kacang tanah yang terinfeksi
oleh penyakit virus belang menunjukkan gejala berupa belang-belang tidak
beraturan berwarna hijau tua pada daun. Warna daun tanaman yang sakit lebih
pucat dari daun normal, dimana pertumbuhan tanaman lebih pendek dibandingkan
tanaman sehat. Pada helaian anak daun terdapat gambaran belang-belang yang
tidak teratur yang berwarna hijau tua dan hijau muda. Ukuran daun tidak banyak
berbeda daripada daun yang sehat. Infeksi yang terjadi pada waktu tanaman masih
muda sering menyebabkan terjadinya gejala belang dengan cincin-cincin klorotik.
Berdasarkan hasil penelitian Sujana dan Wiswasta (1989) tanaman yang terinfeksi
dengan umur yang berbeda-beda diketahui bahwa serangan penyakit mampu mengurangi
jumlah polong, jumlah biji dan berat kering biji. Semakin awal terjadinya
infeksi, maka pengurangan hasil semakin besar.
Keberhasilan tindakan pengendalian
penyakit ini berkaitan erat dengan pengetahuan tentang epidemi dan sifat-sifat
virus, ekologi vektor maupun tanaman inang utama. Mengobati tanaman yang telah
terinfeksi virus di lapangan adalah tidak mungkin karena sampai sekarang belum
tersedia obat yang efektif menekan/menginaktifkan virus, tanpa mempengaruhi
metabolisme tanaman. Hingga saat ini upaya pengendalian penyakit virus lebih
diusahakan pada upaya mengurangi/menghilangkan sumber infeksi di dalam dan di
luar pertanaman, membatasi laju penyebaran vektor dan mengurangi pengaruh
infeksi terhadap hasil panen atau meningkatkan ketahanan tanaman. Ketahanan
terhadap virus merupakan salah satu metode terbaik untuk pengendalian penyakit,
namun pada umumnya kacang tanah varietas komersial rentan terhadap penyakit
yang disebabkan oleh virus. Sejauh ini belum ditemukan kultivar kacang tanah
yang tahan terhadap infeksi PMoV. Selain varietas yang tahan, varietas yang
toleran juga merupakan alternatif untuk mengendalikan PMoV. Misalnya galur PI
261945 dan PI 261946 yang toleran terhadap infeksi PMoV, tidak menunjukkan
kehilangan hasil, sementara pada varietas Star yang rentan terhadap PMoV,
kehilangan hasilnya mencapai 31 persen.
Cara untuk mengendalikan/mencegah penyakit
belang pada daerah yang bukan endemi dapat mengikuti cara berikut, yaitu : (1) menghindari
penanaman kacang tanah secara terus menerus dalam areal yang sama, (2) sebaiknya
menggunakan benih yang berasal dari pertanaman yang diketahui tidak menunjukkan
gejala terinfeksi PMoV, (3) melakukan pemusnahan terhadap tanaman yang berasal
dari biji-biji yang tertinggal saat panen, (4) tidak menanam kacang tanah di
dekat tanaman lain yang diketahui rentan terhadap PMoV seperti kedelai dan
kacang tunggak, (5) melakukan penyiangan terhadap gulma di sekitar areal yang
akan ditanami, (6) melakukan pengaturan saat tanam dimana menyesuaikan dengan
fluktuasi populasi serangga vektor terutama A. craccivora untuk
menghindari populasi puncak pada saat tanaman masih berumur kurang dari 50 hari,
(7) melakukan rotasi tanaman dengan tanaman serealia, dan (8) melakukan
tindakan pengendalian terhadap serangga vektor dengan menggunakan tanaman
perangkap, penggunaan mulsa dari bahan yang dapat memantulkan cahaya, ataupun
aplikasi insektisida kimia sebagai alternatif terakhir.
Daftar Pustaka
Maulia A. S. dan
M. Willis. 2003. Hama Utama Kacang Tanah dan Alternatif Pengendaliannya di
Lahan Pasang Surut. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, hal 33-44. Dalam:
Hama dan Penyakit Utama Palawija di Lahan Pasang Surut. Diakses pada https://reader.1lib.sk/read/hama-dan-penyakit-utama-palawija-di-lahan-pasang-surut.html
Saleh, N. dan Y.
Baliadi. 2015. Penyakit Virus pada Kacang Tanah dan Upaya Pengendaliannya. Monograf
Balitkabi No. 13, Hlm 306-328.
Semangun, H. 2008.
Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sujana, W. dan I.
G. N. A. Wiswasta. 1989. Pengaruh Waktu Inokulasi Virus Belang Kacang Tanah (Peanut
Mottle Virus) terhadap Hasil Panen Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Varietas Lokal Klungkung. Kongr. Nas. X. PFI, Denpasar, Nov.
1989:212-214.