Oleh : Rafika Ardiani POPT Kecamatan Gerokgak
Jagung
(Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai
peran strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia. Sistem
perekonomian nasional menempatkan jagung sebagai penyumbang terbesar kedua
setelah padi dalam subsektor tanaman pangan (Rustiani, 2015). Menurut Varina
(2018), kebutuhan jagung nasional sebesar 21.108 ton pada tahun 2014 dan 21.154
ton pada tahun 2015 sedangkan nilai produksi dalam negeri baru mencapai 19.008
ton pada tahun 2014 dan 19.612 ton pada tahun 2015. Kondisi ini kurang
menguntungkan terhadap laju permintaan jagung yang lebih tinggi (Badan Pusat
Statistik, 2018).
Faktor
pembatas dalam upaya peningkatan produksi jagung terdapat beberapa hambatan
salah satunya adanya serangan OPT (organisme pengganggu tanaman). Patogen
merupakan organisme pengganggu tanaman yang dapat menyebabkan penyakit pada
tanaman (Tantawizal dan Rahayu, 2017). Salah satu kendala dalam budidaya
Tanaman jagung yang terserang P. maydis dapat mengalami penurunan
produksi sebesar 80%-100%. Hal ini dikarenakan tanaman jagung yang terserang P.
maydis tidak dapat menghasilkan biji (Ridwan dkk., 2015).
·
Gejala Penyakit Bulai
Pada Jagung
Penyakit bulai
dapat mengakibatkan gejala sistemik pada tanaman jagung. Gejala sistemik
terjadi apabila jamur P. maydis menyerang titik tumbuh. Pada sisi bagian bawah
daun terdapat lapisan putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium jamur
yang terlihat pada pagi hari (Semangun, 1993). Gejala khas yang biasanya muncul
pada tanaman jagung yang terserang bulai (P. maydis) adalah munculnya
klorotik sejajar tulang daun dengan batas daun sakit dan daun sehat yang
terlihat jelas. Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai (P. maydis)
akan terhambat pertumbuhannya, tanaman tidak dapat membentuk tongkol, daun-daun
menggulung, serta bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan
(Badan Litbang Pertanian, 2012).
·
Penyebab Penyakit Bulai
Pada Jagung
Penyakit bulai
pada jagung disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. P. maydis
mengembangkan miselium di dalam ruang antar sel. Miselium pada P. Maydis ada
dua macam yaitu miselium yang hifanya banyak bercabang dan miselium yang kurang
bercabang serta menjalar panjang. Hifa kemudian akan membentuk haustorium yang
masuk ke dalam rongga sel. Haustorium memiliki bentuk batang, paku, cacing,
jari, atau gelembung. Miselium membentuk konidiofor pada saat permukaan daun
berembun. Pada awalnya konidiofor membentuk batang yang kemudian membentuk
cabang dikotom. Panjang konidiofor adalah 200-500 ?m. Panjang konidiofor
dipengaruhi oleh tebal tipisnya lapisan embun (Semangun, 1993).
·
Daur Penyakit Bulai
Menurut Talanca
(2013), proses infeksi cendawan Peronosclerospora spp. dimulai dari
konidia yang terlepas pada tangkai konidia (konidiofor), kemudian disebarkan
oleh angin dan jatuh pada permukaan daun jagung berumur muda. Selanjutnya
konidia akan berkecambah dengan membentuk apressoria, lalu masuk kedalam
jaringan tanaman melalui stomata. Kecepatan infeksi cendawan ini sangat
ditentukan oleh tingkat ketahanan varietas, ketersediaan sumber inokulum
(konidia) bulai, kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban serta adanya
air gutasi pada corong tanaman jagung. Selanjutnya akan terjadi lesion lokal
dan berkembang sampai ketitik tumbuh, yang menyebabkan infeksi sistemik
keseluruhan bagian daun tanaman jagung, sehingga terbentuk gejala khas yaitu
terjadinya khlorotik dipermukaan dan bawah daun.
·
Pengendalian Penyakit
Bulai
a. Kultur
Teknik : Pengendalian menggunakan kultur teknik dilakukan dengan eradikasi
(pemusnahan) tanaman, pengaturan waktu tanam, dan melakukan penanaman secara
serempak. Eradikasi tanaman sakit bertujuan untuk menekan penyebaran penyakit. Apabila
ditemukan tanaman yang memperlihatkan gejala penyakit bulai di antara
pertanaman jagung maka segera dicabut dan diupayakan tidak diangkut terlalu
jauh karena adanya peluang spora yang melekat t pada daun jatuh pada tanaman
sehat yang dilewati.
b. Pengendalian
Hayati : Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroba yang
ada di sekitar kita. Mikroba tersebut dapat diisolasi dari beberapa sumber di
antaranya endofit tanaman maupun rhizosfer tanaman.
c. Penggunaan
varietas Tahan Bulai: Beberapa varietas tahan penyakit bulai, yaitu varietas
Bima-3, Bima-7, Bima8, Bima-9, Bima-14 Batara, Bisi-3, Bisi-4, Bisi-5, Bisi-6,
Bisi-7, Bisi-8, Bisi-9, Bisi-12, Bisi-13, dan Bisi-15. Varietas lainnya yang
diketahui agak tahan terhadap bulai, yaitu Bima-1, Bima2 Bantimurung, Bima-15
Sayang, Pioneer 12, dan jagung merah.
d. Pengendalian Kimiawi : Pengendalian penyakit bulai secara kimiawi yang umum dilakukan selama ini adalah perlakuan benih dengan fungisida saromil atau ridomil yang berbahan aktif metalaksil karena praktis dan mudah dilakukan. (Kementan, 2021).
Sumber:
Jurnal
Pengendalian Hayati. Pengaruh Penggunaan Beberapa Varietas dan Aplikasi
Pseudomonas fluorescens untuk Mengendalikan Penyakit Bulai (Peronosclerospora
maydis) pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Universitas Jember.