(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

IDENTIFIKASI DINI PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG

Admin distan | 27 September 2024 | 529 kali

Oleh : Rafika Ardiani POPT Kecamatan Gerokgak


Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai peran strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia. Sistem perekonomian nasional menempatkan jagung sebagai penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan (Rustiani, 2015). Menurut Varina (2018), kebutuhan jagung nasional sebesar 21.108 ton pada tahun 2014 dan 21.154 ton pada tahun 2015 sedangkan nilai produksi dalam negeri baru mencapai 19.008 ton pada tahun 2014 dan 19.612 ton pada tahun 2015. Kondisi ini kurang menguntungkan terhadap laju permintaan jagung yang lebih tinggi (Badan Pusat Statistik, 2018).

Faktor pembatas dalam upaya peningkatan produksi jagung terdapat beberapa hambatan salah satunya adanya serangan OPT (organisme pengganggu tanaman). Patogen merupakan organisme pengganggu tanaman yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman (Tantawizal dan Rahayu, 2017). Salah satu kendala dalam budidaya Tanaman jagung yang terserang P. maydis dapat mengalami penurunan produksi sebesar 80%-100%. Hal ini dikarenakan tanaman jagung yang terserang P. maydis tidak dapat menghasilkan biji (Ridwan dkk., 2015).

·         Gejala Penyakit Bulai Pada Jagung

Penyakit bulai dapat mengakibatkan gejala sistemik pada tanaman jagung. Gejala sistemik terjadi apabila jamur P. maydis menyerang titik tumbuh. Pada sisi bagian bawah daun terdapat lapisan putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium jamur yang terlihat pada pagi hari (Semangun, 1993). Gejala khas yang biasanya muncul pada tanaman jagung yang terserang bulai (P. maydis) adalah munculnya klorotik sejajar tulang daun dengan batas daun sakit dan daun sehat yang terlihat jelas. Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai (P. maydis) akan terhambat pertumbuhannya, tanaman tidak dapat membentuk tongkol, daun-daun menggulung, serta bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan (Badan Litbang Pertanian, 2012).

·         Penyebab Penyakit Bulai Pada Jagung

Penyakit bulai pada jagung disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. P. maydis mengembangkan miselium di dalam ruang antar sel. Miselium pada P. Maydis ada dua macam yaitu miselium yang hifanya banyak bercabang dan miselium yang kurang bercabang serta menjalar panjang. Hifa kemudian akan membentuk haustorium yang masuk ke dalam rongga sel. Haustorium memiliki bentuk batang, paku, cacing, jari, atau gelembung. Miselium membentuk konidiofor pada saat permukaan daun berembun. Pada awalnya konidiofor membentuk batang yang kemudian membentuk cabang dikotom. Panjang konidiofor adalah 200-500 ?m. Panjang konidiofor dipengaruhi oleh tebal tipisnya lapisan embun (Semangun, 1993).

·         Daur Penyakit Bulai

Menurut Talanca (2013), proses infeksi cendawan Peronosclerospora spp. dimulai dari konidia yang terlepas pada tangkai konidia (konidiofor), kemudian disebarkan oleh angin dan jatuh pada permukaan daun jagung berumur muda. Selanjutnya konidia akan berkecambah dengan membentuk apressoria, lalu masuk kedalam jaringan tanaman melalui stomata. Kecepatan infeksi cendawan ini sangat ditentukan oleh tingkat ketahanan varietas, ketersediaan sumber inokulum (konidia) bulai, kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban serta adanya air gutasi pada corong tanaman jagung. Selanjutnya akan terjadi lesion lokal dan berkembang sampai ketitik tumbuh, yang menyebabkan infeksi sistemik keseluruhan bagian daun tanaman jagung, sehingga terbentuk gejala khas yaitu terjadinya khlorotik dipermukaan dan bawah daun.

·         Pengendalian Penyakit Bulai

a.       Kultur Teknik : Pengendalian menggunakan kultur teknik dilakukan dengan eradikasi (pemusnahan) tanaman, pengaturan waktu tanam, dan melakukan penanaman secara serempak. Eradikasi tanaman sakit bertujuan untuk menekan penyebaran penyakit. Apabila ditemukan tanaman yang memperlihatkan gejala penyakit bulai di antara pertanaman jagung maka segera dicabut dan diupayakan tidak diangkut terlalu jauh karena adanya peluang spora yang melekat t pada daun jatuh pada tanaman sehat yang dilewati.

b.      Pengendalian Hayati : Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroba yang ada di sekitar kita. Mikroba tersebut dapat diisolasi dari beberapa sumber di antaranya endofit tanaman maupun rhizosfer tanaman.

c.       Penggunaan varietas Tahan Bulai: Beberapa varietas tahan penyakit bulai, yaitu varietas Bima-3, Bima-7, Bima8, Bima-9, Bima-14 Batara, Bisi-3, Bisi-4, Bisi-5, Bisi-6, Bisi-7, Bisi-8, Bisi-9, Bisi-12, Bisi-13, dan Bisi-15. Varietas lainnya yang diketahui agak tahan terhadap bulai, yaitu Bima-1, Bima2 Bantimurung, Bima-15 Sayang, Pioneer 12, dan jagung merah.

d.      Pengendalian Kimiawi : Pengendalian penyakit bulai secara kimiawi yang umum dilakukan selama ini adalah perlakuan benih dengan fungisida saromil atau ridomil yang berbahan aktif metalaksil karena praktis dan mudah dilakukan. (Kementan, 2021).



Sumber:

Jurnal Pengendalian Hayati. Pengaruh Penggunaan Beberapa Varietas dan Aplikasi Pseudomonas fluorescens untuk Mengendalikan Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) pada Tanaman Jagung (Zea mays L.). Universitas Jember.

https://repository.pertanian.go.id/server/api/core/bitstreams/a26f44fa-4419-4f26-bda9-ad3b1a173e5c/content.