(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Mirip Dengan Penyakit Blas, Kenali Penyakit Bercak Coklat (Brown Spot) pada Padi (Helminthosporium oryzae)

Admin distan | 22 Juli 2025 | 1998 kali


Oleh: I Wayan Rusman, S.P.

Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Ahli Pertama

Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kubutambahan



Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan pokok yang memiliki peran strategis dalam ketahanan pangan nasional. Salah satu hambatan utama dalam budidaya padi adalah serangan penyakit, tidak hanya penyakit blas dan kresek ada gejala penyakit yang cukup mirip yaitu penyakit bercak coklat (Brown Spot), yang disebabkan oleh cendawan Helminthosporium oryzae, yang kini lebih dikenal sebagai Bipolaris oryzae (teleomorf: Cochliobolus miyabeanus). Penyakit ini pertama kali mendapatkan perhatian besar ketika menjadi penyebab kelaparan besar di Benggala, India, pada tahun 1942. Sejak saat itu, bercak coklat dikenal sebagai penyakit penting, terutama di lahan sawah yang kekurangan unsur hara dan dalam kondisi iklim yang mendukung perkembangan patogen.

Gejala utama penyakit bercak coklat ditandai dengan munculnya bercak berwarna coklat gelap hingga kehitaman pada daun padi. Awalnya, bercak berukuran kecil dan berbentuk oval atau bulat, kemudian berkembang menjadi lebih besar dengan pusat bercak berwarna coklat terang dan tepi yang lebih gelap. Pada infeksi berat, daun bisa mengering dan mati. Bercak juga dapat muncul pada pelepah, batang, leher malai, dan gabah. Infeksi pada leher malai dapat menyebabkan gabah kosong atau hampa, yang berdampak langsung terhadap penurunan hasil panen. Menurut Ou (1985) dan IRRI (2002), perkembangan penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti suhu optimal antara 25–30°C dan kelembapan udara tinggi (sekitar 90%).

Sumber utama penyebaran patogen adalah benih terinfeksi dan sisa tanaman yang sakit. Patogen dapat bertahan hidup dalam benih selama beberapa bulan dan menjadi sumber inokulum primer di musim tanam berikutnya. Penyebaran juga dapat terjadi melalui percikan air hujan, angin, atau alat pertanian. Faktor lain yang memperparah serangan adalah penggunaan benih yang tidak sehat, drainase lahan yang buruk, stres fisiologis tanaman akibat kekurangan nutrisi (terutama nitrogen, kalium, dan silika), serta kondisi kekeringan. Kajian oleh Singh et al. (2002) menyebutkan bahwa bercak coklat cenderung lebih parah di lahan sawah tadah hujan dibandingkan dengan sawah irigasi teknis, karena kondisi stres air meningkatkan kerentanan tanaman.

Pengendalian penyakit bercak coklat harus dilakukan secara terpadu melalui pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT/IPM). Strategi pertama adalah pengendalian secara kultur teknis, yakni penggunaan benih sehat dan bersertifikat, sanitasi lahan dengan membersihkan sisa tanaman terinfeksi, rotasi tanaman dengan jenis non-padi, serta penanaman varietas tahan penyakit seperti Inpari 32 dan Inpari 42 yang direkomendasikan oleh Badan Litbang Pertanian (2020). Pengaturan jarak tanam yang optimal juga penting agar sirkulasi udara baik dan kelembapan daun dapat dikurangi.

Langkah selanjutnya adalah pengendalian mekanis dan fisik, seperti pengeringan atau perlakuan benih dengan air panas (sekitar 50°C selama 10 menit) untuk membunuh spora jamur pada permukaan benih. Pengolahan tanah yang baik dan pengaturan drainase bertujuan untuk mengurangi kelembapan berlebih yang menjadi media tumbuh ideal bagi patogen. Selain itu, pendekatan biologi juga memiliki peran penting. Penggunaan agen hayati seperti Trichoderma spp. dan Pseudomonas fluorescens telah terbukti mampu menekan perkembangan Bipolaris oryzae secara kompetitif dan antagonis, sebagaimana dilaporkan dalam jurnal Biological Control (2006).

Pada kondisi serangan berat, pengendalian kimiawi dengan fungisida selektif menjadi alternatif terakhir. Fungisida berbahan aktif mancozeb, propineb, atau azoxystrobin efektif digunakan, namun harus diaplikasikan secara bijaksana dan berdasarkan hasil pemantauan lapangan. Penggunaan fungisida yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi dan mencemari lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan fungisida sebaiknya diintegrasikan dengan metode lain, bukan sebagai satu-satunya cara pengendalian.

Pengelolaan nutrisi juga memiliki pengaruh besar terhadap ketahanan tanaman. Aplikasi pupuk yang seimbang, terutama unsur kalium dan silika, dapat memperkuat dinding sel tanaman sehingga lebih tahan terhadap serangan patogen. Pupuk nitrogen sebaiknya diberikan dalam jumlah yang cukup, tidak berlebih, karena kelebihan nitrogen justru dapat meningkatkan kerentanan tanaman terhadap penyakit ini. Suplementasi silika secara signifikan menurunkan intensitas penyakit bercak coklat pada padi. Secara keseluruhan, penyakit bercak coklat pada padi merupakan masalah serius dalam produksi padi nasional, terutama di daerah dengan kondisi lingkungan kurang optimal. Pengendalian yang efektif memerlukan integrasi berbagai pendekatan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Keberhasilan pengendalian sangat tergantung pada kesadaran petani terhadap pentingnya benih sehat, pengelolaan agroekosistem, serta keterpaduan antar strategi teknis, biologi, dan kimiawi dalam satu kesatuan sistem pengendalian yang berkelanjutan.

 

Sumber Referensi:

IRRI. (2002). Standard Evaluation System for Rice (4th ed.). International Rice Research Institute, Los Baños, Philippines.

Singh, R.A., & Kumar, R. (2002). Diseases of Field Crops. Oxford & IBH Publishing.

Balitbangtan. (2020). Rekomendasi Varietas Unggul Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Biological Control (2006). Biological control of rice brown spot by Pseudomonas fluorescens strains