Oleh: I Wayan
Rusman, S.P.
Pengendali
Organisme Pengganggu Tumbuhan Ahli Pertama
Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kubutambahan
Padi (Oryza sativa L.)
merupakan tanaman pangan pokok yang memiliki peran strategis dalam ketahanan
pangan nasional. Salah satu hambatan utama dalam budidaya padi adalah serangan
penyakit, tidak hanya penyakit blas dan kresek ada gejala penyakit yang cukup mirip
yaitu penyakit bercak coklat (Brown Spot), yang disebabkan oleh cendawan
Helminthosporium oryzae, yang kini lebih dikenal sebagai Bipolaris
oryzae (teleomorf: Cochliobolus miyabeanus). Penyakit ini pertama
kali mendapatkan perhatian besar ketika menjadi penyebab kelaparan besar di
Benggala, India, pada tahun 1942. Sejak saat itu, bercak coklat dikenal sebagai
penyakit penting, terutama di lahan sawah yang kekurangan unsur hara dan dalam
kondisi iklim yang mendukung perkembangan patogen.
Gejala utama penyakit bercak
coklat ditandai dengan munculnya bercak berwarna coklat gelap hingga kehitaman
pada daun padi. Awalnya, bercak berukuran kecil dan berbentuk oval atau bulat,
kemudian berkembang menjadi lebih besar dengan pusat bercak berwarna coklat
terang dan tepi yang lebih gelap. Pada infeksi berat, daun bisa mengering dan
mati. Bercak juga dapat muncul pada pelepah, batang, leher malai, dan gabah.
Infeksi pada leher malai dapat menyebabkan gabah kosong atau hampa, yang
berdampak langsung terhadap penurunan hasil panen. Menurut Ou (1985) dan IRRI
(2002), perkembangan penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
seperti suhu optimal antara 25–30°C dan kelembapan udara tinggi (sekitar 90%).
Sumber utama penyebaran patogen
adalah benih terinfeksi dan sisa tanaman yang sakit. Patogen dapat bertahan
hidup dalam benih selama beberapa bulan dan menjadi sumber inokulum primer di
musim tanam berikutnya. Penyebaran juga dapat terjadi melalui percikan air
hujan, angin, atau alat pertanian. Faktor lain yang memperparah serangan adalah
penggunaan benih yang tidak sehat, drainase lahan yang buruk, stres fisiologis
tanaman akibat kekurangan nutrisi (terutama nitrogen, kalium, dan silika),
serta kondisi kekeringan. Kajian oleh Singh et al. (2002) menyebutkan bahwa
bercak coklat cenderung lebih parah di lahan sawah tadah hujan dibandingkan
dengan sawah irigasi teknis, karena kondisi stres air meningkatkan kerentanan
tanaman.
Pengendalian penyakit bercak
coklat harus dilakukan secara terpadu melalui pendekatan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT/IPM). Strategi pertama adalah pengendalian secara kultur teknis,
yakni penggunaan benih sehat dan bersertifikat, sanitasi lahan dengan
membersihkan sisa tanaman terinfeksi, rotasi tanaman dengan jenis non-padi,
serta penanaman varietas tahan penyakit seperti Inpari 32 dan Inpari 42 yang
direkomendasikan oleh Badan Litbang Pertanian (2020). Pengaturan jarak tanam
yang optimal juga penting agar sirkulasi udara baik dan kelembapan daun dapat
dikurangi.
Langkah selanjutnya adalah
pengendalian mekanis dan fisik, seperti pengeringan atau perlakuan benih dengan
air panas (sekitar 50°C selama 10 menit) untuk membunuh spora jamur pada
permukaan benih. Pengolahan tanah yang baik dan pengaturan drainase bertujuan
untuk mengurangi kelembapan berlebih yang menjadi media tumbuh ideal bagi
patogen. Selain itu, pendekatan biologi juga memiliki peran penting. Penggunaan
agen hayati seperti Trichoderma spp. dan Pseudomonas fluorescens
telah terbukti mampu menekan perkembangan Bipolaris oryzae secara
kompetitif dan antagonis, sebagaimana dilaporkan dalam jurnal Biological
Control (2006).
Pada kondisi serangan berat,
pengendalian kimiawi dengan fungisida selektif menjadi alternatif terakhir.
Fungisida berbahan aktif mancozeb, propineb, atau azoxystrobin efektif
digunakan, namun harus diaplikasikan secara bijaksana dan berdasarkan hasil pemantauan
lapangan. Penggunaan fungisida yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi dan
mencemari lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan fungisida sebaiknya
diintegrasikan dengan metode lain, bukan sebagai satu-satunya cara
pengendalian.
Pengelolaan nutrisi juga memiliki
pengaruh besar terhadap ketahanan tanaman. Aplikasi pupuk yang seimbang,
terutama unsur kalium dan silika, dapat memperkuat dinding sel tanaman sehingga
lebih tahan terhadap serangan patogen. Pupuk nitrogen sebaiknya diberikan dalam
jumlah yang cukup, tidak berlebih, karena kelebihan nitrogen justru dapat
meningkatkan kerentanan tanaman terhadap penyakit ini. Suplementasi silika
secara signifikan menurunkan intensitas penyakit bercak coklat pada padi. Secara
keseluruhan, penyakit bercak coklat pada padi merupakan masalah serius dalam
produksi padi nasional, terutama di daerah dengan kondisi lingkungan kurang
optimal. Pengendalian yang efektif memerlukan integrasi berbagai pendekatan
secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Keberhasilan pengendalian
sangat tergantung pada kesadaran petani terhadap pentingnya benih sehat,
pengelolaan agroekosistem, serta keterpaduan antar strategi teknis, biologi,
dan kimiawi dalam satu kesatuan sistem pengendalian yang berkelanjutan.
Sumber Referensi:
IRRI.
(2002). Standard Evaluation System for Rice (4th ed.). International
Rice Research Institute, Los Baños, Philippines.
Singh,
R.A., & Kumar, R. (2002). Diseases of Field Crops. Oxford & IBH
Publishing.
Balitbangtan.
(2020). Rekomendasi Varietas Unggul Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian.
Biological
Control (2006). Biological control of rice brown spot by Pseudomonas
fluorescens strains