Oleh: I Wayan Rusman, S.P.
Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Ahli Muda
Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kubutambahan
Penyakit akar gada atau juga disebut
sebagai penyakit akar bengkak merupakan salah satu penyakit tular tanah yang
penting pada tanaman kubis-kubisan (Brassica spp.) Kubis (Brassica
oleracea L.) merupakan salah satu produk pertanian yang sangat banyak
dibutuhkan oleh sebagian besar Masyarakat Indonesia. Salah satu wilayah yang
mempunyai potensi besar dalam budidaya kubis adalah Kecamatan Kubutambahan
spesifiknya di Desa Tambakan. Petani disana sudah biasa menanam kubis dengan
tantangan OPT yang dihadapi umumnya adalah serangan dari ulat pemakan daun. Namun
yang perlu juga menjadi perhatian oleh petani sayuran khususnya kubis adalah
ancaman penyakit akar gada yang disebabkan oleh cendawan Plasmodiophora
brassicae Wor. Kerugian tahunan yang diakibatkan patogen penyebab akar gada
di seluruh dunia mencapai 10-15% (Dixon 2009). Menurut Semangun (2007), akar
gada sulit dikendalikan karena patogen dapat bertahan lama dalam tanah meskipun
tanpa tanaman inang sehingga perlu adanya upaya pengembangan pengendalian yang
bersifat berkelanjutan.
Siklus
Hidup Patogen Plasmodiophora brassicae
Penyakit akar gada (clubroot)
disebabkan oleh patogen Plasmodiophora brassicae, yang umumnya menyerang
tanaman dari famili Brassicaceae seperti kubis, sawi, dan brokoli. Patogen ini
menular melalui tanah dan memiliki kemampuan bertahan sangat lama dalam bentuk
spora istirahat (resting spores), yang dapat hidup hingga beberapa tahun meski
tanpa inang. Saat kondisi lingkungan mendukung terutama tanah lembap, agak
asam, dan bersuhu sedang, spora ini berkecambah dan melepaskan zoospora primer,
yaitu sel bergerak dengan flagela yang berenang di air tanah. Zoospora tersebut
menempel pada rambut akar dan masuk ke dalam sel epidermis tanaman, membentuk
struktur yang disebut plasmodium primer. Dari sini, terbentuk zoosporangium
yang menghasilkan zoospora sekunder, yang kemudian menginfeksi jaringan korteks
akar. Infeksi sekunder inilah yang menyebabkan pembesaran sel dan pembelahan
berlebihan pada jaringan akar, membentuk benjolan khas atau “gada” pada akar
tanaman.
Setelah proses infeksi berlangsung,
patogen membentuk kembali spora istirahat/ dorman di dalam jaringan akar yang
terinfeksi. Ketika akar tersebut membusuk atau terurai di tanah, spora
dilepaskan kembali dan siap menginfeksi tanaman berikutnya, sehingga siklus
penyakit terus berulang. Penyebaran patogen tidak hanya melalui kontak akar di
tanah, tetapi juga melalui air irigasi, percikan hujan, alat pertanian, sepatu,
pakaian, dan media tanam yang terkontaminasi.
Faktor
Lingkungan yang Memengaruhi Penularan
Beberapa faktor eksternal yang
mempengaruhi apakah penyakit ini akan muncul / menyebar adalah: 1) Kelembapan
& kejenuhan air di tanah: lebih baik jika tanah lembab cukup (tidak
tergenang terlalu banyak, tapi juga tidak kering) supaya zoospore bisa
bergerak. 2) pH tanah: tanah dengan pH lebih asam (pH < 7) lebih mendukung;
pengapuran (menambah kapur) bisa membantu menurunkan serangan. 3) Suhu tanah:
suhu sedang mendukung germinasi spora & aktifitas infeksi. Suhu ekstrem
(terlalu panas atau dingin) memperlambat atau menghambat proses.
Pengendalian Terpadu Penyakit Akar Gada
Pengendalian
penyakit akar gada (clubroot) yang disebabkan oleh Plasmodiophora
brassicae memerlukan pendekatan terpadu (Integrated Disease Management/IDM)
karena patogen ini sangat sulit diberantas setelah berada di tanah. Strategi
utama dimulai dengan pencegahan dan pengelolaan lingkungan tanah, sebab spora istirahat/
dorman dapat bertahan lebih dari 10 tahun. Salah satu cara efektif adalah
pengapuran tanah (liming) untuk menaikkan pH hingga kisaran 7,2–7,5, karena
kondisi basa dapat menekan perkecambahan spora dan menghambat perkembangan
plasmodium di akar. Selain itu, rotasi tanaman dengan jenis non-Brassicaceae
selama 3–4 tahun membantu menurunkan populasi spora di tanah. Penggunaan benih
dan bibit bebas patogen juga penting untuk mencegah introduksi penyakit ke
lahan baru.
Secara
kultur teknis, menjaga drainase tanah agar tidak tergenang sangat disarankan
karena zoospora P. brassicae membutuhkan air bebas untuk bergerak dan
menginfeksi akar. Petani juga perlu membersihkan alat pertanian, sepatu, dan
kendaraan agar tanah terkontaminasi tidak berpindah ke lahan sehat. Aplikasi
kompos matang atau pupuk organik yang memperbaiki mikroflora tanah dapat
membantu meningkatkan antagonisme mikroba terhadap patogen. Beberapa studi
menunjukkan bahwa penambahan mikroorganisme seperti Trichoderma spp.
dan Bacillus subtilis mampu mengurangi tingkat infeksi akar gada
melalui kompetisi dan induksi ketahanan sistemik tanaman.
Dari sisi genetis, penggunaan varietas tahan seperti beberapa kultivar kubis dan sawi hasil pemuliaan modern juga menjadi bagian penting dari pengendalian terpadu, seperti kubis Trendy, Takada, Polaris dan Green Maestro. Penggunaan pestisida kimia tanah (seperti kalsium sianamida atau kapur nitrogen) bisa dipertimbangkan hanya sebagai langkah terakhir, dengan dosis dan waktu aplikasi yang tepat agar tidak merusak mikroorganisme tanah bermanfaat. Dengan menerapkan kombinasi antara pengapuran, rotasi tanaman, kebersihan alat, pengelolaan air, dan varietas tahan, maka siklus hidup Plasmodiophora brassicae dapat diputus secara efektif dan risiko penyakit akar gada dapat ditekan hingga tingkat yang aman bagi produksi tanaman.
Daftar
Referensi:
Semangun,
H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dixon,
G. R. 2009. The occurrence and economic impact of Plasmodiophora brassicae
and clubroot disease. Journal of Plant Growth Regulation, 28(3):
194–202.
Hwang,
S. F., Strelkov, S. E., Feng, J., Gossen, B. D., & Howard, R. J. 2012. Plasmodiophora
brassicae: Causes, consequences, and control of clubroot disease. Canadian
Journal of Plant Pathology, 34(3): 321–337.
Balitbangtan.
2018. Panduan Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Kubis.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.