(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Waspada Akar Gada: Penyakit Tanah yang Menggerogoti Tanaman Kubis Petani

Admin distan | 15 Oktober 2025 | 33 kali


 

Oleh: I Wayan Rusman, S.P.

Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Ahli Muda

Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kubutambahan


 

Penyakit akar gada atau juga disebut sebagai penyakit akar bengkak merupakan salah satu penyakit tular tanah yang penting pada tanaman kubis-kubisan (Brassica spp.) Kubis (Brassica oleracea L.) merupakan salah satu produk pertanian yang sangat banyak dibutuhkan oleh sebagian besar Masyarakat Indonesia. Salah satu wilayah yang mempunyai potensi besar dalam budidaya kubis adalah Kecamatan Kubutambahan spesifiknya di Desa Tambakan. Petani disana sudah biasa menanam kubis dengan tantangan OPT yang dihadapi umumnya adalah serangan dari ulat pemakan daun. Namun yang perlu juga menjadi perhatian oleh petani sayuran khususnya kubis adalah ancaman penyakit akar gada yang disebabkan oleh cendawan Plasmodiophora brassicae Wor. Kerugian tahunan yang diakibatkan patogen penyebab akar gada di seluruh dunia mencapai 10-15% (Dixon 2009). Menurut Semangun (2007), akar gada sulit dikendalikan karena patogen dapat bertahan lama dalam tanah meskipun tanpa tanaman inang sehingga perlu adanya upaya pengembangan pengendalian yang bersifat berkelanjutan.

 

Siklus Hidup Patogen Plasmodiophora brassicae

Penyakit akar gada (clubroot) disebabkan oleh patogen Plasmodiophora brassicae, yang umumnya menyerang tanaman dari famili Brassicaceae seperti kubis, sawi, dan brokoli. Patogen ini menular melalui tanah dan memiliki kemampuan bertahan sangat lama dalam bentuk spora istirahat (resting spores), yang dapat hidup hingga beberapa tahun meski tanpa inang. Saat kondisi lingkungan mendukung terutama tanah lembap, agak asam, dan bersuhu sedang, spora ini berkecambah dan melepaskan zoospora primer, yaitu sel bergerak dengan flagela yang berenang di air tanah. Zoospora tersebut menempel pada rambut akar dan masuk ke dalam sel epidermis tanaman, membentuk struktur yang disebut plasmodium primer. Dari sini, terbentuk zoosporangium yang menghasilkan zoospora sekunder, yang kemudian menginfeksi jaringan korteks akar. Infeksi sekunder inilah yang menyebabkan pembesaran sel dan pembelahan berlebihan pada jaringan akar, membentuk benjolan khas atau “gada” pada akar tanaman.

Setelah proses infeksi berlangsung, patogen membentuk kembali spora istirahat/ dorman di dalam jaringan akar yang terinfeksi. Ketika akar tersebut membusuk atau terurai di tanah, spora dilepaskan kembali dan siap menginfeksi tanaman berikutnya, sehingga siklus penyakit terus berulang. Penyebaran patogen tidak hanya melalui kontak akar di tanah, tetapi juga melalui air irigasi, percikan hujan, alat pertanian, sepatu, pakaian, dan media tanam yang terkontaminasi.

 

Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Penularan

Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi apakah penyakit ini akan muncul / menyebar adalah: 1) Kelembapan & kejenuhan air di tanah: lebih baik jika tanah lembab cukup (tidak tergenang terlalu banyak, tapi juga tidak kering) supaya zoospore bisa bergerak. 2) pH tanah: tanah dengan pH lebih asam (pH < 7) lebih mendukung; pengapuran (menambah kapur) bisa membantu menurunkan serangan. 3) Suhu tanah: suhu sedang mendukung germinasi spora & aktifitas infeksi. Suhu ekstrem (terlalu panas atau dingin) memperlambat atau menghambat proses.

 

Pengendalian Terpadu Penyakit Akar Gada

Pengendalian penyakit akar gada (clubroot) yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae memerlukan pendekatan terpadu (Integrated Disease Management/IDM) karena patogen ini sangat sulit diberantas setelah berada di tanah. Strategi utama dimulai dengan pencegahan dan pengelolaan lingkungan tanah, sebab spora istirahat/ dorman dapat bertahan lebih dari 10 tahun. Salah satu cara efektif adalah pengapuran tanah (liming) untuk menaikkan pH hingga kisaran 7,2–7,5, karena kondisi basa dapat menekan perkecambahan spora dan menghambat perkembangan plasmodium di akar. Selain itu, rotasi tanaman dengan jenis non-Brassicaceae selama 3–4 tahun membantu menurunkan populasi spora di tanah. Penggunaan benih dan bibit bebas patogen juga penting untuk mencegah introduksi penyakit ke lahan baru.

Secara kultur teknis, menjaga drainase tanah agar tidak tergenang sangat disarankan karena zoospora P. brassicae membutuhkan air bebas untuk bergerak dan menginfeksi akar. Petani juga perlu membersihkan alat pertanian, sepatu, dan kendaraan agar tanah terkontaminasi tidak berpindah ke lahan sehat. Aplikasi kompos matang atau pupuk organik yang memperbaiki mikroflora tanah dapat membantu meningkatkan antagonisme mikroba terhadap patogen. Beberapa studi menunjukkan bahwa penambahan mikroorganisme seperti Trichoderma spp. dan Bacillus subtilis mampu mengurangi tingkat infeksi akar gada melalui kompetisi dan induksi ketahanan sistemik tanaman.

Dari sisi genetis, penggunaan varietas tahan seperti beberapa kultivar kubis dan sawi hasil pemuliaan modern juga menjadi bagian penting dari pengendalian terpadu, seperti kubis Trendy, Takada, Polaris dan Green Maestro. Penggunaan pestisida kimia tanah (seperti kalsium sianamida atau kapur nitrogen) bisa dipertimbangkan hanya sebagai langkah terakhir, dengan dosis dan waktu aplikasi yang tepat agar tidak merusak mikroorganisme tanah bermanfaat. Dengan menerapkan kombinasi antara pengapuran, rotasi tanaman, kebersihan alat, pengelolaan air, dan varietas tahan, maka siklus hidup Plasmodiophora brassicae dapat diputus secara efektif dan risiko penyakit akar gada dapat ditekan hingga tingkat yang aman bagi produksi tanaman.



 

Daftar Referensi:

Semangun, H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dixon, G. R. 2009. The occurrence and economic impact of Plasmodiophora brassicae and clubroot disease. Journal of Plant Growth Regulation, 28(3): 194–202.

Hwang, S. F., Strelkov, S. E., Feng, J., Gossen, B. D., & Howard, R. J. 2012. Plasmodiophora brassicae: Causes, consequences, and control of clubroot disease. Canadian Journal of Plant Pathology, 34(3): 321–337.

Balitbangtan. 2018. Panduan Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Kubis. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.