oleh: Ni Putu Eka Handayani, S.P/ POPT Ahli Pertama
Cabai (Capsicum
annum L.) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis cukup
tinggi. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun, sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya produk olahan makanan yang
membutuhkan bahan baku cabai. Namun faktanya masih sering didapati kebutuhan
konsumen akan cabai tidak terpenuhi yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga.
Hal tersebut dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu adanya gangguan
hama dan penyakit seperti OPT Virus Kuning sehingga menyebabkan produktivitas
tanaman cabai menurun. Gejala yang paling umum pada cabai berupa vein clearing (klorosis pada
tulang daun) dan ukuran daun mengecil. Infeksi virus pada awal pertumbuhan tanaman menyebabkan tanaman menjadi
kerdil dan tidak menghasilkan bunga dan buah. Gejala
lain berupa tepi daun menebal dan melengkung menggulung (cupping), daun
muda mengecil dan berwarna kuning cerah, nekrotik kuning, hingga gejala
sistemik. Tanaman terlihat kuning, keriting, dan kerdil. Variasi gejala dapat
berbeda tergantung ketahanan dan usia tanaman.
Jika infeksi
terjadi masa pertumbuhan generatif akhir, maka hanya bagian atas yang
menunjukkan gejala kuning (jambul kuning). Tanaman masih bisa berbunga dan
berbuah pada bagian tanaman yang tidak terinfeksi virus. Pada tingkat infeksi
berat, dapat mengakibatkan tanaman berwarna kuning total, daun kecil-kecil, tanaman kerdil, bunga rontok, tanaman tinggal ranting
dan batang saja, kemudian mati. Virus kuning pada
cabai ditularkan secara alami oleh kutu kebul (Bemisia tabaci) secara
persisten. Bemisia tabaci merupakan serangga polifag yang memiliki
kisaran tanaman inang yang sangat luas seperti bawang merah, bawang daun tomat,
tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang, kapas, tanaman dari famili crusiferae,
crotalaria, kacang-kacangan dan gulma bebandotan yang sering ditemukan di
pertanaman cabai.
Pengendalian yang dapat
dilakukan apabila tanaman sudah terserang virus kuning pada tanaman cabai
antara lain :
1. Pemasangan
sticky trap
Pemasangan sticky trap warna kuning terbukti mampu mengurangi populasi kutu kebul. Yellow sticky traps adalah metode umum untuk memantau banyak hama sekaligus juga dapat menjadi metode pengendalian.
2. Penggunaan
mulsa reflektif
Pemasangan
mulsa plastik yang berwarna reflektif seperti warna perak terbukti dapat
mengendalikan kutu kebul sebagai vektor penyakit kuning. Warna yang reflektif
pada mulsa dapat memantulkan sinar matahari yang mengganggu perkembangbiakan serangga.
3. Sanitasi gulma. Gulma dapat menjadi sumber inokulum di pertanaman. Sanitasi lahan dengan menyiangi gulma dilakukan secara teratur sesuai kondisi lahan. Gulma yang terinfeksi virus dikubur di luar pertanaman atau dibakar.
4. Eradikasi tanaman sakit. Infeksi virus pada tanaman bersifat sistemik, sehingga keseluruhan bagian tanaman sakit dapat menjadi sumber inokulum virus di pertanaman. Tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan dimusnahkan supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman lain yang sehat.
5. Aplikasi cendawan entomopatogen sebagai biopestisida. Spesies cendawan yang umum digunakan adalah Lecanicillium lecanii, Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, dan Metarhizium anisopliae. Selain dari produk yang sudah dijual bebas, cendawan entomopatogen mudah didapatkan di pertanaman dengan mengoleksi bangkai serangga yang mati terinfeksi kemudian diperbanyak.
6. Penggunaan
PGPR. Aplikasi PGPR dapat dilakukan sebagai
perlakuan benih, dicampurkan ke dalam tanah untuk pembibitan, atau saat pindah
tanam. PGPR mengandung bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp.,
dan dapat menekan insidensi penyakit melalui mekanisme induksi ketahanan secara
sistemik atau menghasilkan hormon tumbuh.
7. Penggunaan sabun cair (yang lembut) 1.5 – 2 cc/liter untuk mengendalikan tungau, thrips, kutu daun, kutu kebul. Penggunaan sabun cair juga dapat meningkatkan efektivitas insektisida yang digunakan.
8. Aplikasi insektisida nabati. Insektisida nabati yang dapat menekan populasi kutu kebul antara lain ekstrak nimba dan ekstrak biji bengkoang. Aplikasi perlu dilakukan secara berkala karena daya bunuh yang lebih rendah dibandingkan insektisida kimia.
9. Pengendalian dengan insektisida kima. Pengendalian dengan insektisida kimia merupakan alternatif terakhir apabila Teknik pengendalian lain tidak mampu mengendalikan populasi hama kutu kebul serangga vector penyebaran virus kuning. Bahan aktif insektisida yang dapat digunakan pada tanaman cabai, antara lain imidakloprid, tiametoksam, diafentiuron, dinotifuran, pimetrozin, siantraniliprol, klorpirifos, asefat, dan abamektin.
Sumber :
https://digitani.ipb.ac.id/seri-hama-dan-penyakit-cabai-virus-kuning,
diakses tanggal 09 September 2024
Nurhayati. 2012. Virus Penyebab
Penyakit Tanaman. Unsri Press. Palembang.
Surahmat, F. 2011. Pengelolaan
Tanaman Cabai Keriting Hibrida Tm 999 (Capsicum Annuum) Secara Konvensional Dan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.