Oleh: Pande Made Giopany, S.P.
(POPT – Ahli Pertama BPP Kecamatan Sukasada)
Penyakit hawar daun pada tanaman padi juga
dikenal sebagai bacterial leaf blight (BLB), disebabkan oleh bakteri Xanthomonas
oryzae pv. oryzae (Xoo). Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Jepang
pada akhir abad ke-19 dan sejak itu telah menyebar ke berbagai negara penghasil
padi, termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit utama yang
menyerang tanaman padi di berbagai negara.
Di Indonesia, penyakit hawar daun dilaporkan menyebabkan penurunan hasil
panen padi sebesar 20-40% pada daerah endemik. Penggunaan varietas tahan dan
praktik pengendalian terpadu dapat mengurangi kerugian tersebut hingga di bawah
10% (Suryadi, et al., 2018)
Gejala awal penyakit hawar daun biasanya
muncul pada daun muda atau daun yang baru berkembang. Gejala serangan ditandai
dengan munculnya bercak-bercak kecil berwarna hijau kekuningan pada tepi daun. Seiring
waktu, bercak ini berkembang menjadi garis-garis memanjang berwarna kuning
hingga kecoklatan, yang dikenal sebagai "streaking".
Garis-garis ini dapat meluas dan menyatu, menyebabkan daun mengering dan mati.
Pada tahap lanjut, daun yang terinfeksi akan tampak seperti terbakar, sehingga
penyakit ini disebut "hawar" atau "blight". Pada
kondisi parah, hawar dapat meluas ke seluruh daun, menyebabkan daun mengering
dan mati. Infeksi berat dapat mengurangi kemampuan fotosintesis tanaman,
sehingga berdampak pada penurunan hasil panen secara signifikan.
Gejala penyakit hawar daun dapat bervariasi
tergantung pada stadium pertumbuhan tanaman. Selain gejala pada daun, bakteri
juga dapat menginfeksi jaringan pembuluh tanaman, menyebabkan gejala yang
disebut "kresek". Pada kondisi ini, tanaman padi mengalami layu
mendadak, terutama pada fase anakan maksimum hingga pembungaan. Tanaman yang
terinfeksi parah akan menghasilkan malai yang tidak terisi atau gabah hampa,
yang secara langsung mengurangi hasil panen.
Bakteri Xanthomonas oryzae pv.
oryzae menyebar melalui air, angin, alat pertanian, atau benih yang
terkontaminasi. Bakteri ini dapat bertahan di sisa-sisa tanaman yang
terinfeksi, jerami, atau gulma inang, sehingga menjadi sumber inokulum untuk
musim tanam berikutnya. Kondisi lingkungan yang lembab, suhu hangat (25-30°C),
dan kelembapan tinggi sangat mendukung perkembangan penyakit ini. Selain itu,
penggunaan pupuk nitrogen berlebihan dan sistem irigasi yang tidak terkontrol
dapat meningkatkan kerentanan tanaman terhadap infeksi.
Penyakit hawar daun memiliki dampak ekonomi
yang signifikan, terutama di negara-negara penghasil padi seperti Indonesia.
Kerugian hasil panen dapat mencapai 50% jika infeksi terjadi pada fase
vegetatif awal. Selain itu, biaya pengendalian penyakit ini juga cukup tinggi,
termasuk penggunaan bakterisida dan penerapan praktik budidaya yang lebih
intensif. Sehingga diperlukan pendekatan terpadu yang mencakup aspek preventif
dan kuratif.
Pengendalian penyakit hawar daun dapat
dilakukan dengan menerapkan beberapa strategi, diantaranya:
1.
Penggunaan varietas tahan
Menanam varietas padi yang tahan
terhadap penyakit hawar daun adalah langkah paling efektif dan ramah
lingkungan. Beberapa varietas padi yang tahan terhadap BLB antara lain IR64,
Ciherang, Inpari 13, dan Inpari 30.
2.
Pengelolaan air
Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae
menyebar dengan cepat melalui air. Oleh karena itu, menghindari genangan air
yang berlebihan di lahan sawah sangat penting. Sistem pengairan berselang (intermittent
irrigation) direkomendasikan untuk mengurangi kelembapan yang mendukung
perkembangan bakteri. Selain itu, drainase yang baik juga dapat membantu
mengurangi risiko penyebaran penyakit (International Rice Research Institute
[IRRI], 2018).
3.
Sanitasi lahan
Membersihkan sisa-sisa tanaman yang
terinfeksi dengan cara dibakar adalah salah satu langkah penting untuk mencegah
bakteri bertahan di lahan. Jerami atau sisa tanaman yang terinfeksi harus
segera dikeluarkan dari lahan setelah panen. Alat pertanian juga harus
dibersihkan secara rutin dengan desinfektan untuk menghindari kontaminasi.
4.
Pemupukan Berimbang
Pemupukan nitrogen berlebihan dapat
menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap infeksi penyakit hawar daun.
Pemupukan yang seimbang dengan unsur hara makro (N, P, K) dan mikro (Zn, Fe)
akan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Penggunaan pupuk organik
juga direkomendasikan untuk meningkatkan kesehatan tanah dan tanaman.
5.
Pengendalian gulma
Gulma dapat menjadi inang alternatif
bagi bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Oleh karena itu,
pengendalian gulma secara rutin sangat penting untuk mengurangi sumber inokulum
di lahan.
6.
Pemantauan rutin
Melakukan pemantauan rutin terhadap
tanaman padi dapat membantu mendeteksi gejala penyakit sejak dini. Jika gejala
hawar daun terdeteksi, tindakan pengendalian segera harus dilakukan untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut.
7.
Pengendalian hayati
Penggunaan agens hayati seperti bakteri Pseudomonas
fluorescens dan Bacillus subtilis telah terbukti efektif dalam
menekan populasi bakteri penyebab penyakit hawar daun bakteri di lapangan
(Suryadi et al., 2018).
8.
Penggunaan bakterisida
Aplikasi bakterisida seperti senyawa tembaga
(copper-based fungicides) dapat membantu mengendalikan penyebaran
bakteri. Namun, penggunaan bahan kimia harus dilakukan dengan bijak untuk
menghindari resistensi bakteri dan dampak negatif terhadap lingkungan.
Bakterisida sebaiknya digunakan sebagai langkah terakhir jika metode
pengendalian lain tidak efektif.
Sumber Pustaka:
International Rice Research Institute [IRRI].
(2018). Bacterial Leaf Blight Management. http://www.knowledgebank.irri.org/decision-tools/rice-doctor/rice-doctor-fact-sheets/item/bacterial-blight. Diakses pada Februari 2025
Wijayanto B., Kiswanto, dan Gohan O.M. 2013. Hama dan
Penyakit Utama Tanaman Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung.
Kementerian Pertanian
Suryadi, Y., Susilowati, D. N., & Priyatno, T. P.
(2018). Pengendalian Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae)
pada Padi Menggunakan Bakteri Endofit. Jurnal Fitopatologi Indonesia,
14(2), 49-57.