Oleh: I Wayan Rusman, S.P.
Pengendali Organisme Pengganggu
Tumbuhan Ahli Muda
Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kubutambahan
Ekosistem
sawah dihuni oleh beragam organisme, baik yang berperan sebagai hama maupun
sebagai musuh alami. Salah satu hama penting adalah wereng hijau (Nephotettix
virescens), yang dikenal sebagai vektor utama virus tungro padi. Kerusakan
langsung akibat serangan wereng hijau biasanya tidak signifikan, namun
penularan virus tungro melalui hama ini dapat menimbulkan kerugian hasil panen
yang serius. Di sisi lain, terdapat musuh alami yang sering ditemukan di sawah,
yaitu Cyrtorhinus lividipennis. Serangga ini berperan sebagai predator
penting dengan memangsa telur dan nimfa wereng, termasuk wereng hijau.
Menariknya,
Cyrtorhinus lividipennis atau yang sering disebut kepik mirid memiliki
warna hijau pucat yang sekilas mirip dengan wereng hijau, meskipun fungsi
ekologis keduanya sangat berbeda. Dengan demikian, meskipun secara penampilan
keduanya tampak serupa, peran mereka dalam ekosistem sawah sangat kontras:
wereng hijau sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT), sedangkan Cyrtorhinus
sebagai agen pengendali atau musuh alami dari wereng hijau itu sendiri.
Secara
singkat karakteristik wereng hijau memiliki tubuh ramping dan dilengkapi dengan
dua pasang sayap transparan yang menutupi punggungnya saat terdiam. Di bagian
punggung atau pronotumnya, terdapat dua bintik hitam kecil yang khas, yang bisa
dijadikan indikator visual dalam identifikasi lapangan. Sedangkan kepik mirid
(Cyrtorhinus lividipennis) memiliki warna hijau, memiliki ukuran tubuh
2,5 - 3,25 mm dengan ciri-ciri berwarna hijau terang dan pada bagian kepala
dan bahu terdapat warna hitam. Tipe alat mulutnya yakni mengisap.
Kepik
mirid (Cyrtorhinus lividipennis) ini berwarna hijau dan biasanya
dijumpai pada tempat yang hamanya tinggi. Cyrtorhinus lividipennis Reuter
adalah salah satu predator wereng yang sangat efektif dan tersebar di Asia
Tenggara, Australia, dan pulau-pulau di daerah Pasifik. Kepik C.
lividipennis bersifat polyphag, karena dapat memangsa beberapa jenis
wereng. Kepik predator C. lividipennis bersifat polifag.
Stadium nimfa dan dewasa dapat memangsa wereng, khususnya stadia telur wereng.
Seekor kepik dapat memangsa 4,1 telur/hari. Lama hidup serangga dewasa berkisar
antara 21-25 hari. Satu ekor kepik mampu bertelur 146 butir (Manti et al 1982).
Peluang hidup menjadi serangga dewasa adalah 17%. Artinya serangga
ini dapat menghasilkan keturunan 25 pasang selama satu bulan dan 652 pasang
selama dua bulan
Stadium
nimfa dan dewasa dapat memangsa wereng, khususnya stadia telur wereng. Seekor
kepik dapat memangsa 4,1 telur/hari. Lama hidup serangga dewasa berkisar antara
21-25 hari. Satu ekor kepik mampu bertelur 146 butir (Manti et al 1982).
Peluang hidup menjadi serangga dewasa adalah 17%. Artinya serangga
ini dapat menghasilkan keturunan 25 pasang selama satu bulan dan 652 pasang
selama dua bulan. Pada tanaman padi, Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis)
dapat memangsa telur dan nimfa wereng coklat,wereng punggung putih dan wereng
hijau. Kemampuan Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) betina memangsa
27,67 telur/hari sedangkan yang jantan 9,5 telur/hari. Kemampuan memangsa nimpa
instar pertama adalah 0,3-0,5ekor/hari. Menurut Manti (1989) sepasang
predator Cyrtorhinus lividipennis dapat memangsa 9,17 telur
per hari dan hanya 0,33 ekor imago wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.)
per hari. Pada umumnya Cyrtorhinus lividipennis lebih
bertindak sebagai predator telur daripada predator nimfa dan imago.
Dengan
kemampuan kepik mirid sebagai predator dari hama wereng hijau, maka keberadaan
populasi dari organisme ini harus lebih diperhatikan. Perlu diketahui bahwa perkembangan
populasi hama dan musuh alaminya berbanding terbalik, dimana ketika populasi
hama meningkat, musuh alami juga akan bertambah untuk mengendalikan hama, dan
sebaliknya, ketika hama berkurang, populasi musuh alami juga akan menurun. Jadi
secara alami sebenarnya populasi hama akan dikendalikan oleh musuh alami, namun
semua itu akan berubah ketika keseimbangan ekosistem terganggu baik karena
perubahan iklim ataupun yang paling banyak adalah karena pengaruh manusia dalam
penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Oleh karena itu perlu diperhatikan
pengendalian OPT yang berbasis pada pengendalian berkelanjutan yang ramah
lingkungan sehingga tidak membunuh musuh alami.
Daftar
Pustaka:
Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, Widiarta, I. N., Kusdiaman, D., Siwi, S. S., &
Hasanuddin, A. (2017). Varian efikasi penularan tungro oleh koloni-koloni
wereng hijau Nephotettix virescens distant. Jurnal Entomologi Indonesia.
Manti, H.,
Supartha, I. W., & Pabbage, M. S. (1982). Kajian biologi dan potensi
predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter pada ekosistem padi sawah. Laporan
Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.
Manti, H. (1989). Peranan
predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter dalam pengendalian hama wereng pada
tanaman padi. Buletin Penelitian Pertanian, 10(2), 45–53.