(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Serupa Tapi Tak Sama: Perbedaan Antara Wereng Hijau (Nephotettix virescens) dan Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis)

Admin distan | 29 September 2025 | 50 kali


Oleh: I Wayan Rusman, S.P.

Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Ahli Muda

Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kubutambahan


Ekosistem sawah dihuni oleh beragam organisme, baik yang berperan sebagai hama maupun sebagai musuh alami. Salah satu hama penting adalah wereng hijau (Nephotettix virescens), yang dikenal sebagai vektor utama virus tungro padi. Kerusakan langsung akibat serangan wereng hijau biasanya tidak signifikan, namun penularan virus tungro melalui hama ini dapat menimbulkan kerugian hasil panen yang serius. Di sisi lain, terdapat musuh alami yang sering ditemukan di sawah, yaitu Cyrtorhinus lividipennis. Serangga ini berperan sebagai predator penting dengan memangsa telur dan nimfa wereng, termasuk wereng hijau.

Menariknya, Cyrtorhinus lividipennis atau yang sering disebut kepik mirid memiliki warna hijau pucat yang sekilas mirip dengan wereng hijau, meskipun fungsi ekologis keduanya sangat berbeda. Dengan demikian, meskipun secara penampilan keduanya tampak serupa, peran mereka dalam ekosistem sawah sangat kontras: wereng hijau sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT), sedangkan Cyrtorhinus sebagai agen pengendali atau musuh alami dari wereng hijau itu sendiri.

Secara singkat karakteristik wereng hijau memiliki tubuh ramping dan dilengkapi dengan dua pasang sayap transparan yang menutupi punggungnya saat terdiam. Di bagian punggung atau pronotumnya, terdapat dua bintik hitam kecil yang khas, yang bisa dijadikan indikator visual dalam identifikasi lapangan. Sedangkan kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) memiliki warna hijau, memiliki ukuran tubuh 2,5 - 3,25 mm dengan ciri-ciri ber­warna hijau terang dan pada bagian kepala dan bahu terdapat warna hitam. Tipe alat mulutnya yakni mengisap. 

Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) ini berwarna hijau dan biasanya dijumpai pada tempat yang hamanya tinggi. Cyrtorhinus lividipennis Reuter adalah salah satu predator wereng yang sangat efektif dan tersebar di Asia Tenggara, Australia, dan pulau-pulau di daerah Pasifik. Kepik C. lividipennis bersifat polyphag, karena dapat memangsa beberapa jenis wereng. Kepik predator C. lividipennis bersifat polifag. Stadium nimfa dan dewasa dapat memangsa wereng, khususnya stadia telur wereng. Seekor kepik dapat memangsa 4,1 telur/hari. Lama hidup serangga dewasa berkisar antara 21-25 hari. Satu ekor kepik mampu bertelur 146 butir (Manti et al 1982). Peluang hidup menjadi serangga dewasa adalah 17%.  Artinya serangga ini dapat menghasilkan keturunan 25 pasang selama satu bulan dan 652 pasang selama dua bulan

Stadium nimfa dan dewasa dapat memangsa wereng, khususnya stadia telur wereng. Seekor kepik dapat memangsa 4,1 telur/hari. Lama hidup serangga dewasa berkisar antara 21-25 hari. Satu ekor kepik mampu bertelur 146 butir (Manti et al 1982). Peluang hidup menjadi serangga dewasa adalah 17%.  Artinya serangga ini dapat menghasilkan keturunan 25 pasang selama satu bulan dan 652 pasang selama dua bulan. Pada tanaman padi, Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) dapat memangsa telur dan nimfa wereng coklat,wereng punggung putih dan wereng hijau. Kemampuan Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) betina memangsa 27,67 telur/hari sedangkan yang jantan 9,5 telur/hari. Kemampuan memangsa nimpa instar pertama adalah 0,3-0,5ekor/hari. Menurut Manti (1989) sepasang predator Cyrtorhinus lividipennis dapat memangsa 9,17 telur per hari dan hanya 0,33 ekor imago wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) per hari. Pada umumnya Cyrtorhinus lividipennis lebih bertindak sebagai predator telur daripada predator nimfa dan imago.

Dengan kemampuan kepik mirid sebagai predator dari hama wereng hijau, maka keberadaan populasi dari organisme ini harus lebih diperhatikan. Perlu diketahui bahwa perkembangan populasi hama dan musuh alaminya berbanding terbalik, dimana ketika populasi hama meningkat, musuh alami juga akan bertambah untuk mengendalikan hama, dan sebaliknya, ketika hama berkurang, populasi musuh alami juga akan menurun. Jadi secara alami sebenarnya populasi hama akan dikendalikan oleh musuh alami, namun semua itu akan berubah ketika keseimbangan ekosistem terganggu baik karena perubahan iklim ataupun yang paling banyak adalah karena pengaruh manusia dalam penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Oleh karena itu perlu diperhatikan pengendalian OPT yang berbasis pada pengendalian berkelanjutan yang ramah lingkungan sehingga tidak membunuh musuh alami.

Daftar Pustaka:

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Widiarta, I. N., Kusdiaman, D., Siwi, S. S., & Hasanuddin, A. (2017). Varian efikasi penularan tungro oleh koloni-koloni wereng hijau Nephotettix virescens distant. Jurnal Entomologi Indonesia.

Manti, H., Supartha, I. W., & Pabbage, M. S. (1982). Kajian biologi dan potensi predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter pada ekosistem padi sawah. Laporan Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.

Manti, H. (1989). Peranan predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter dalam pengendalian hama wereng pada tanaman padi. Buletin Penelitian Pertanian, 10(2), 45–53.