(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

WASPADA PENYAKIT BUSUK BATANG PADA TANAMAN PADI

Admin distan | 12 Maret 2025 | 424 kali

Oleh: Shierly P. V. Nainggolan, SP. / POPT Ahli Pertama

pada Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Seririt



Penyakit tanaman di lapangan dapat dikenali berdasarkan tanda dan gejala penyakit. Tanda penyakit merupakan bagian mikroorganisme patogen yang dapat diamati dengan mata biasa yang mencirikan jenis penyebab penyakit tersebut. Gejala pada umumnya sangat spesifik tergantung pada spesies yang menginfeksinya, sehingga gejala penyakit tersebut dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi jenis patogen yang menginfeksi di lapangan.

Penyakit busuk batang merupakan salah satu penyakit utama padi di Indonesia.  Penyakit ini disebabkan oleh jamur Sclerotium oryzae dan selalu ditemukan pada setiap musim tanam dengan kategori infeksi ringan sampai sedang. Pada musim hujan, lebih dari 60 persen tanaman padi di jalur pantura Jawa Barat mengalami kerebahan akibat diinfeksi cendawan.  Kerebahan menyebabkan persentase gabah hampa meningkat.  Kehilangan hasil padi akibat penyakit busuk batang 25-30 persen. Busuk batang ditemukan lebih parah pada varietas padi beranakan banyak yang ditanam pada lokasi kahat kalium serta berdrainase jelek. Umumnya penyakit ini kurang mendapat perhatian, karena dianggap sebagai gangguan yang bersifat klasik dan biasa-biasa saja.

Penyakit busuk batang terdapat pada semua negara penanaman padi di daerah tropik dan beriklim sedang. Di Indonesia penyakit ini banyak terdapat di Sumatera dan Jawa. Biasanya gejala baru tampak pada saat tanaman sudah tua. Gejala awal berupa bercak-bercak hitam pada pelepah daun yang kemudian meluas ke batang. Kerusakan pada pangkal batang dapat menyebabkan hampanya sebagian dari biji serta bulir menjadi ringan dan seperti kapur. Serangan parah dapat menyebabkan batang membusuk dan mudah patah. Penyakit ini sering terjadi pada kondisi lembab dan tanah yang tergenang air.

Selama kondisi lingkungan kurang menguntungkan, cendawan menghasilkan sklerosia secara berlimpah sebagai alat untuk bertahan hidup.  Sklerosia tersimpan dalam tunggul dan jerami sisa panen. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit busuk batang pada musim tanam berikutnya.

Penyakit ini dipengaruhi oleh cara bercocok tanam dimana jarak tanam mempengaruhi perkembangan jamur patogen. Penyebarannya lebih rendah apabila menerapkan penanaman dengan jarak antarbarisan dan cara tanam pindah yang ditata berbentuk ubin. Kelebihan pupuk nitrogen membantu perkembangan penyakit sehingga dianjurkan untuk melakukan pemupukan komplit dan nitrogen diberikan sesuai kebutuhan tanaman. Pemberian natrium silikat ke tanah mengurangi penyakit sebab silikat berfungsi mengurangi nitrogen dan meningkatkan perbandingan karbohidrat nitrogen terlarut. Selain itu adanya luka menambah kerentanan tanaman, termasuk luka-luka karena serangga. Demikian juga menghilangi daun-daun tua akan meningkatkan infeksi.

Pengendalian dengan teknik pengelolaan lingkungan yang dilaporkan dapat menekan penyakit busuk batang diantaranya adalah: jerami dan tunggul dari tanaman yang terinfeksi diangkut keluar petakan sawah dan dibakar, pengeringan sawah secara berkala, mengatur jarak tanam dan memilih varietas padi yang tidak mudah rebah. Pengendalian secara biologis dengan memanfaatkan agen hayati. Agen hayati merupakan agen biokontrol yang beragam seperti bakteri, jamur ataupun virus ada di alam, dimana diantaranya terdapat bakteri antagonis yang memiliki kemampuan untuk melindungi tanaman padi dari berbagai penyakit. Fungisida berbahan aktif difenoconazol dianjurkan untuk mengendalikan penyakit busuk batang.

 

Daftar Pustaka

Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Nuryanto, B., Yulianto, dan U. S. Nugraha. 1997. Pengaruh Cara Tanam dan Varietas Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit-Penyakit Utama Padi. Kongr. Nas. XIV PFI, Palembang, 1997:97-102.