Oleh:
Shierly P. V. Nainggolan, SP. / POPT Ahli Pertama
pada Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Seririt
Penyakit tanaman di lapangan dapat
dikenali berdasarkan tanda dan gejala penyakit. Tanda penyakit merupakan bagian
mikroorganisme patogen yang dapat diamati dengan mata biasa yang mencirikan
jenis penyebab penyakit tersebut. Gejala pada umumnya sangat spesifik
tergantung pada spesies yang menginfeksinya, sehingga gejala penyakit tersebut
dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi jenis patogen yang menginfeksi di
lapangan.
Penyakit busuk batang merupakan salah satu
penyakit utama padi di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Sclerotium
oryzae dan selalu ditemukan pada setiap musim tanam dengan kategori infeksi
ringan sampai sedang. Pada musim hujan, lebih dari 60 persen tanaman padi di
jalur pantura Jawa Barat mengalami kerebahan akibat diinfeksi cendawan.
Kerebahan menyebabkan persentase gabah hampa meningkat. Kehilangan hasil
padi akibat penyakit busuk batang 25-30 persen. Busuk batang ditemukan lebih
parah pada varietas padi beranakan banyak yang ditanam pada lokasi kahat kalium
serta berdrainase jelek. Umumnya penyakit ini kurang mendapat perhatian, karena
dianggap sebagai gangguan yang bersifat klasik dan biasa-biasa saja.
Penyakit busuk batang terdapat pada semua
negara penanaman padi di daerah tropik dan beriklim sedang. Di Indonesia
penyakit ini banyak terdapat di Sumatera dan Jawa. Biasanya gejala baru tampak
pada saat tanaman sudah tua. Gejala awal berupa bercak-bercak hitam pada
pelepah daun yang kemudian meluas ke batang. Kerusakan pada pangkal batang
dapat menyebabkan hampanya sebagian dari biji serta bulir menjadi ringan dan
seperti kapur. Serangan parah dapat menyebabkan batang membusuk dan mudah
patah. Penyakit ini sering terjadi pada kondisi lembab dan tanah yang tergenang
air.
Selama kondisi lingkungan kurang
menguntungkan, cendawan menghasilkan sklerosia secara berlimpah sebagai alat
untuk bertahan hidup. Sklerosia tersimpan dalam tunggul dan jerami sisa
panen. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh
petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit busuk batang pada musim tanam
berikutnya.
Penyakit ini dipengaruhi oleh cara
bercocok tanam dimana jarak tanam mempengaruhi perkembangan jamur patogen. Penyebarannya
lebih rendah apabila menerapkan penanaman dengan jarak antarbarisan dan cara
tanam pindah yang ditata berbentuk ubin. Kelebihan pupuk nitrogen membantu
perkembangan penyakit sehingga dianjurkan untuk melakukan pemupukan komplit dan
nitrogen diberikan sesuai kebutuhan tanaman. Pemberian natrium silikat ke tanah
mengurangi penyakit sebab silikat berfungsi mengurangi nitrogen dan meningkatkan
perbandingan karbohidrat nitrogen terlarut. Selain itu adanya luka menambah
kerentanan tanaman, termasuk luka-luka karena serangga. Demikian juga
menghilangi daun-daun tua akan meningkatkan infeksi.
Pengendalian dengan teknik pengelolaan
lingkungan yang dilaporkan dapat menekan penyakit busuk batang diantaranya
adalah: jerami dan tunggul dari tanaman yang terinfeksi diangkut keluar petakan
sawah dan dibakar, pengeringan sawah secara berkala, mengatur jarak tanam dan
memilih varietas padi yang tidak mudah rebah. Pengendalian secara biologis
dengan memanfaatkan agen hayati. Agen hayati merupakan agen biokontrol
yang beragam seperti bakteri, jamur ataupun virus ada di alam, dimana diantaranya
terdapat bakteri antagonis yang memiliki kemampuan untuk melindungi tanaman
padi dari berbagai penyakit. Fungisida berbahan aktif
difenoconazol dianjurkan untuk mengendalikan penyakit busuk batang.
Daftar Pustaka
Semangun, H. 2008.
Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Nuryanto, B.,
Yulianto, dan U. S. Nugraha. 1997. Pengaruh Cara Tanam dan Varietas Terhadap
Tingkat Keparahan Penyakit-Penyakit Utama Padi. Kongr. Nas. XIV PFI, Palembang,
1997:97-102.