Oleh:
Rafika
Ardiani, S.P
POPT
Ahli Pertama Balai Penyuluhan Pertanian Gerokgak
Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi oleh laut, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Pemanasan global, yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata suhu udara, membawa dampak serius pada pola cuaca dan iklim. Dalam beberapa tahun terakhir, suhu bumi mengalami kenaikan yang signifikan, mencapai 1-3 °C. Tren kenaikan suhu nasional juga terus meningkat setiap dekade. Berdasarkan data, pada periode 1991-2000 suhu rata-rata di Indonesia tercatat 26,6 °C, meningkat menjadi 26,8 °C pada periode 2001-2010, dan kembali naik menjadi 27,1 °C pada 2019-2020 (Arif, 2022).
Perubahan
suhu ini berdampak langsung pada ekosistem, terutama serangga. Serangga yang
berperan sebagai hama maupun yang berguna mengalami perubahan signifikan,
seperti penyebaran geografis yang meluas dan siklus hidup yang lebih panjang.
Interaksi antara tumbuhan dengan serangga, baik hama maupun yang bermanfaat,
juga mengalami perubahan drastis (Sastrodihardjo, 2003). Dampak ini tidak hanya
mengancam keanekaragaman hayati tetapi juga produktivitas sektor pertanian.
Oleh karena itu, perlu ada langkah mitigasi dan adaptasi untuk menghadapi
ancaman ini, guna melindungi kelestarian lingkungan dan keberlanjutan kehidupan
masyarakat Indonesia di masa depan.
Menurut
Megasari dan Sodiq (2023) Guna mengatasi dampak negatif perubahan iklim
terhadap peningkatan serangan organisme pengganggu tumbuhan, perlu dilakukan:
1.
Sosialisasi prakiraan
cuaca dari BMKG setempat perlu lebih intensif dan cepat dapat diterima oleh
masyarakat petani. Dinas terkait juga harus memberikan informasi jenis tanaman
apa yang harus ditanam, sehingga terhindar dari bahaya kebanjiran, kekeringan,
dan serangan OPT yang berat. Harus tersedia dengan baik yaitu benih, pupuk, dan
pestisida yang diperlukan petani.
2.
Menyesuaikan pola tanam
dengan menerapkan kalender tanam. Kalender tanam dilakukan melalui pengaturan
pola tanam (waktu, jenis tanaman, dan sebagainya), mengatur atau melihat pola
curah hujan dan ketersediaan air irigasi, serta elastisitas ketersediaan air
menurut skenario perubahan iklim (maju, mundur, basah, kering atau normal).
3.
Menanam varietas unggul
toleran salinitas, tahan hama penyakit, sekaligus rendah emisi gas rumah kaca
seperti Ciherang, Way Apoburu, dan Tukad Belian. Padi toleran kekeringan dan tahan
hama WBC biotipe 1 dan 2 serta tahan blast yaitu Silugonggo. Kacang tanah toleran
kekeringan serta tahan penyakit layu dan karat daun yaitu Singa. Kedelai
toleran kekeringan,tahan rebah, dan toleran penyakit karat daun adalah
Burangrang. Kacang hijau toleran kekeringan dan tahan penyakit embun adalah
Kutilang. Jagung toleran kekeringan dan penyakit bulai adalah Bima 2 dan Bima
3.
4.
Mengintensifkan
pemantauan (monitoring) mingguan serangan OPT utama pada daerah-daerah endemis
serta tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
5.
Melaksanakan pergiliran
tanaman dengan pola padi-padi-palawija atau padi-palawija-padi. Hal ini penting
untuk menjaga keseimbangan hara dan kesuburan lahan. Pergiliran tanaman juga penting
untuk mengendalikan OPT. Dengan pergiliran tanaman, inang hama/penyakit akan berganti,
sehingga akan memutuskan siklus hidup hama/penyakit yang sedang menyerang.
6.
Mengembangkan model
peramalan iklim yang dikaitkan dengan dinamika serangan OPT. Dengan peramalan
iklim yang saat ini hampir mendekati realitanya sangat membantu dalam menentukan
jenis tanaman dan varietas tanaman yang akan dibudidayakan pada musim berikutnya.
Bila terjadi suatu out break (ledakan) OPT sudah dapat dipersiapkan pencegahan dan
pengendaliannya dengan baik, sehingga kerugian produksi dapat diminimalkan.
7.
Melaksanakan pengendalian
hama terpadu yang terdiri budidaya tanaman sehat, pelestarian dan pemanfaatan
musuh alami serta penggunaan pestisida yang selektif baik jenis, dosis, konsentrasi,
waktu aplikasi, dan cara penggunaannya. Dengan demikian pencemaran lingkungan
dan kematian musuh alami hama/penyakit dapat dihindari.
Sumber
:
Megasari,
D, Sodiq,M. 2023. Perubahan Iklim terhadap Organisme Pengganggu Tumbuhan. Universitas
Muhamadiyah Mataram. Seminar Nasional LPPM UMMAT.