(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Blas Padi (Pyricularia oryzae) dan Agen Pengendalinya

Admin distan | 24 Desember 2024 | 1136 kali

Oleh : I Gede Sila Adnyana, S.P.

( POPT Ahli Pertama BPP Kecamatan Sukasada ) 

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan utama yang menjadi sumber karbohidrat bagi sebagian besar penduduk dunia, terutama di Asia. Sebagai komoditas strategis, produksi padi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti varietas yang digunakan, teknik budidaya, dan kondisi lingkungan. Indonesia, sebagai salah satu produsen padi terbesar, terus mengupayakan peningkatan produktivitas melalui pengembangan teknologi pertanian modern, penggunaan benih unggul, serta pengelolaan lahan yang efisien. Namun, tantangan seperti perubahan iklim, serangan hama dan penyakit, serta alih fungsi lahan sering kali menjadi hambatan dalam menjaga stabilitas produksi padi. Optimalisasi praktik pertanian berkelanjutan dan inovasi agrikultur menjadi kunci untuk memastikan ketersediaan padi yang cukup bagi kebutuhan masyarakat.

Blas padi, yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae, adalah salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman padi. Penyakit ini dikenal luas karena mampu menyebabkan kerusakan signifikan pada produksi padi, terutama di daerah tropis dan subtropis. Gejala penyakit blas mencakup bercak berbentuk berlian pada daun yang kemudian dapat meluas hingga menyerang batang dan leher malai, menyebabkan padi menjadi gagal panen. Penyakit ini berkembang pesat dalam kondisi lingkungan yang lembab dengan suhu hangat, serta sering dipicu oleh kurangnya rotasi tanaman dan pemupukan nitrogen berlebihan.

Upaya pengendalian penyakit blas padi melibatkan berbagai strategi yang meliputi tindakan preventif dan pengobatan langsung. Salah satu cara efektif adalah dengan menanam varietas padi tahan blas yang telah dikembangkan melalui pemuliaan tanaman. Selain itu, pengelolaan lingkungan seperti menjaga sanitasi lahan, rotasi tanaman, dan mengatur pola tanam dapat membantu meminimalkan risiko infeksi. Penggunaan pupuk dengan dosis yang tepat juga penting untuk mencegah ketidakseimbangan nutrisi yang mendukung perkembangan jamur.

Agen hayati kini menjadi solusi ramah lingkungan untuk mengendalikan penyakit blas padi. Beberapa mikroorganisme antagonis, seperti bakteri Pseudomonas fluorescens dan jamur Trichoderma harzianum, telah terbukti efektif menghambat pertumbuhan Pyricularia oryzae. Mikroorganisme ini bekerja dengan mekanisme kompetisi ruang dan nutrisi, produksi metabolit antijamur, serta induksi resistensi sistemik pada tanaman padi. Trichoderma spp., telah terbukti efektif sebagai agen biokontrol karena kemampuannya menghambat pertumbuhan Pyricularia oryzae secara alami. Aplikasi agen hayati ini tidak hanya aman bagi lingkungan, tetapi juga membantu meningkatkan kesuburan tanah dan kesehatan ekosistem secara keseluruhan. Kombinasi agen hayati dengan teknik pertanian terpadu semakin menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam menekan wabah penyakit ini.

Penggunaan pestisida kimia tetap menjadi opsi terakhir untuk mengendalikan penyakit blas, terutama ketika infeksi sudah meluas. Namun, penggunaannya harus dilakukan secara bijaksana untuk mencegah resistensi jamur serta dampak negatif terhadap lingkungan. Penerapan pestisida berbasis bahan aktif seperti fungisida dapat efektif jika digunakan sesuai dosis dan waktu yang tepat. Meski demikian, pendekatan terpadu yang mengombinasikan berbagai metode tetap menjadi rekomendasi utama untuk keberlanjutan produksi padi.

Dengan pemahaman yang baik tentang penyakit blas padi dan metode pengendaliannya, petani dapat mengelola lahan mereka dengan lebih efektif. Edukasi tentang praktik pertanian berkelanjutan sangat penting untuk mendorong adopsi teknologi dan strategi pengendalian modern. Dengan demikian, ancaman penyakit blas terhadap ketahanan pangan nasional dapat diminimalkan, sekaligus mendukung produksi padi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

 

Daftar Pustaka :

Suparyono, & Setyono, A. (1999). Pengendalian Penyakit Padi secara Terpadu. Yogyakarta: Kanisius.