Oleh
: I Gede Sila Adnyana, S.P.
( POPT Ahli Pertama BPP Kecamatan Sukasada )
Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan
utama yang menjadi sumber karbohidrat bagi sebagian besar penduduk dunia,
terutama di Asia. Sebagai komoditas strategis, produksi padi sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti varietas yang digunakan, teknik budidaya, dan
kondisi lingkungan. Indonesia, sebagai salah satu produsen padi terbesar, terus
mengupayakan peningkatan produktivitas melalui pengembangan teknologi pertanian
modern, penggunaan benih unggul, serta pengelolaan lahan yang efisien. Namun,
tantangan seperti perubahan iklim, serangan hama dan penyakit, serta alih
fungsi lahan sering kali menjadi hambatan dalam menjaga stabilitas produksi
padi. Optimalisasi praktik pertanian berkelanjutan dan inovasi agrikultur
menjadi kunci untuk memastikan ketersediaan padi yang cukup bagi kebutuhan
masyarakat.
Blas padi, yang disebabkan oleh jamur
Pyricularia oryzae, adalah salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman
padi. Penyakit ini dikenal luas karena mampu menyebabkan kerusakan signifikan
pada produksi padi, terutama di daerah tropis dan subtropis. Gejala penyakit
blas mencakup bercak berbentuk berlian pada daun yang kemudian dapat meluas
hingga menyerang batang dan leher malai, menyebabkan padi menjadi gagal panen.
Penyakit ini berkembang pesat dalam kondisi lingkungan yang lembab dengan suhu
hangat, serta sering dipicu oleh kurangnya rotasi tanaman dan pemupukan
nitrogen berlebihan.
Upaya pengendalian penyakit blas padi
melibatkan berbagai strategi yang meliputi tindakan preventif dan pengobatan
langsung. Salah satu cara efektif adalah dengan menanam varietas padi tahan
blas yang telah dikembangkan melalui pemuliaan tanaman. Selain itu, pengelolaan
lingkungan seperti menjaga sanitasi lahan, rotasi tanaman, dan mengatur pola
tanam dapat membantu meminimalkan risiko infeksi. Penggunaan pupuk dengan dosis
yang tepat juga penting untuk mencegah ketidakseimbangan nutrisi yang mendukung
perkembangan jamur.
Agen hayati kini menjadi solusi ramah
lingkungan untuk mengendalikan penyakit blas padi. Beberapa mikroorganisme
antagonis, seperti bakteri Pseudomonas fluorescens dan jamur Trichoderma
harzianum, telah terbukti efektif menghambat pertumbuhan Pyricularia oryzae.
Mikroorganisme ini bekerja dengan mekanisme kompetisi ruang dan nutrisi,
produksi metabolit antijamur, serta induksi resistensi sistemik pada tanaman
padi. Trichoderma spp., telah terbukti efektif sebagai agen biokontrol karena
kemampuannya menghambat pertumbuhan Pyricularia oryzae secara alami. Aplikasi
agen hayati ini tidak hanya aman bagi lingkungan, tetapi juga membantu
meningkatkan kesuburan tanah dan kesehatan ekosistem secara keseluruhan.
Kombinasi agen hayati dengan teknik pertanian terpadu semakin menunjukkan hasil
yang menjanjikan dalam menekan wabah penyakit ini.
Penggunaan pestisida kimia tetap menjadi
opsi terakhir untuk mengendalikan penyakit blas, terutama ketika infeksi sudah
meluas. Namun, penggunaannya harus dilakukan secara bijaksana untuk mencegah
resistensi jamur serta dampak negatif terhadap lingkungan. Penerapan pestisida
berbasis bahan aktif seperti fungisida dapat efektif jika digunakan sesuai
dosis dan waktu yang tepat. Meski demikian, pendekatan terpadu yang
mengombinasikan berbagai metode tetap menjadi rekomendasi utama untuk
keberlanjutan produksi padi.
Dengan pemahaman yang baik tentang penyakit
blas padi dan metode pengendaliannya, petani dapat mengelola lahan mereka
dengan lebih efektif. Edukasi tentang praktik pertanian berkelanjutan sangat
penting untuk mendorong adopsi teknologi dan strategi pengendalian modern.
Dengan demikian, ancaman penyakit blas terhadap ketahanan pangan nasional dapat
diminimalkan, sekaligus mendukung produksi padi yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
Daftar Pustaka :
Suparyono, & Setyono, A. (1999). Pengendalian Penyakit Padi secara Terpadu. Yogyakarta: Kanisius.