Oleh
: I Gede Sila Adnyana, S.P.
( POPT Ahli Pertama di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sukasada )
Padi
merupakan komoditas pangan utama di Indonesia yang memiliki peranan strategis
dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Namun demikian, produktivitas padi
sering kali terganggu oleh serangan berbagai organisme pengganggu tumbuhan
(OPT), salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur Ustilago
spp. Penyakit ini umumnya menyerang bagian bulir padi pada fase menjelang
panen, yang dapat menyebabkan kehilangan hasil cukup signifikan. Pengendalian
dini serta pemahaman terhadap karakteristik jamur ini sangat penting agar
tindakan pengendalian dapat dilakukan secara tepat dan efektif di lapangan.
Jamur
Ustilago virens (Cooke) Takahashi merupakan patogen penyebab penyakit
gosong palsu (false smut) pada tanaman padi. Patogen ini merupakan parasit
obligat yang menyerang bunga padi, khususnya pada fase pembentukan bulir.
Spora jamur ini mampu bertahan di lingkungan dalam waktu yang lama dan akan
berkembang cepat pada kondisi kelembapan udara tinggi (90–100%) dan suhu
sekitar 25–30 derajat Celcius. Faktor pemicu lain yang berperan
adalah curah hujan yang tinggi saat pembungaan, sistem tanam yang terlalu rapat,
serta penggunaan pupuk nitrogen berlebih. Selain itu, penggunaan benih yang
terinfeksi tanpa perlakuan fungisida awal turut menjadi sumber inokulum utama
yang menyebabkan penyebaran penyakit di lapangan.
Gejala
khas yang ditimbulkan oleh jamur Ustilago mudah dikenali di lapangan, yaitu
terbentuknya massa (bola) spora berwarna kehijauan hingga kehitaman pada
bulir padi yang seharusnya berisi gabah. Bulir terinfeksi tampak menggembung,
berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi kehijauan dan akhirnya menjadi
hitam saat spora matang. Pada beberapa kasus, hanya sebagian kecil bulir dalam
satu malai yang terserang, namun pada serangan berat seluruh malai bisa
terinfeksi dan tidak menghasilkan gabah sama sekali. Serangan ini tidak hanya
menurunkan hasil panen, tetapi juga menurunkan mutu gabah karena keberadaan
spora jamur yang mencemari hasil panen.
Siklus
hidup Ustilago virens dimulai dari terbentuknya spora tebal (teliospora) yang
mampu bertahan di tanah atau di permukaan jerami. Saat kondisi lingkungan
mendukung, teliospora akan berkecambah membentuk basidiospora yang kemudian
menginfeksi bunga padi. Setelah infeksi terjadi, jamur berkembang di dalam
bakal bulir dan menggantikan jaringan gabah dengan massa spora. Setelah malai
mengering, spora tersebut kembali tersebar melalui angin, air irigasi, atau
alat pertanian, dan akan menjadi sumber inokulum bagi musim tanam berikutnya.
Beberapa
faktor yang memperparah perkembangan penyakit ini antara lain penggunaan
varietas peka, penanaman dengan jarak terlalu rapat, pemupukan nitrogen
berlebihan, serta kondisi lingkungan dengan kelembapan tinggi menjelang panen.
Selain itu, pola tanam yang tidak serempak dan keberadaan sisa jerami
terinfeksi di lahan menjadi sumber inokulum utama bagi siklus penyakit
berikutnya. Oleh karena itu, pendekatan pengendalian harus mempertimbangkan
faktor ekologi dan teknik budidaya yang tepat.
Pengendalian
penyakit gosong akibat Ustilago virens perlu dilakukan secara terpadu melalui
pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Langkah pertama yaitu penggunaan
varietas tahan dan penanaman serempak dalam satu hamparan. Pengelolaan lahan
dengan baik, seperti membenamkan jerami terinfeksi dan menjaga drainase agar
tidak terlalu lembap, dapat menekan perkembangan patogen di lapangan. Pemupukan
berimbang, khususnya menghindari kelebihan nitrogen, juga berperan penting
dalam mengurangi tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi jamur.
Aplikasi
agens hayati seperti Trichoderma harzianum dan Bacillus subtilis dapat menjadi
pilihan efektif untuk menekan inokulum Ustilago virens. Trichoderma berperan
sebagai antagonis melalui mekanisme kompetisi ruang dan nutrisi, serta
menghasilkan enzim yang mampu melisiskan dinding hifa jamur patogen. Aplikasi
dilakukan pada benih sebelum tanam atau pada fase awal pertumbuhan tanaman.
Sementara Bacillus subtilis dapat diaplikasikan melalui penyemprotan pada fase
primordia malai untuk melindungi bunga dari infeksi patogen. Penggunaan agens
hayati ini relatif aman, tidak meninggalkan residu, dan mendukung peningkatan
aktivitas mikroorganisme menguntungkan di tanah.
Selain
agens hayati, pestisida nabati dapat digunakan sebagai tindakan preventif.
Ekstrak tanaman seperti daun mimba (Azadirachta indica), serai wangi (Cymbopogon
nardus), dan bawang putih (Allium sativum) mengandung senyawa aktif
seperti azadirachtin, sitronelal, dan allicin yang bersifat antifungi.
Penyemprotan dilakukan secara rutin menjelang fase pembungaan dengan interval
5–7 hari untuk menekan populasi spora di lapangan. Pestisida nabati memiliki
keuntungan berupa ketersediaan bahan yang mudah diperoleh, ramah terhadap musuh
alami, dan tidak menimbulkan resistensi patogen.
Apabila
tingkat serangan telah meluas dan intensitas penyakit tinggi, penggunaan
pestisida kimia dapat dilakukan sebagai langkah terakhir dengan prinsip 6T.
Fungisida berbahan aktif propikonazol, tebuconazole, atau difenokonazol
dapat digunakan sesuai dosis anjuran label. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada
awal fase pembungaan dan diulang 7–10 hari kemudian bila kondisi masih
mendukung infeksi. Dengan memperhatikan interval panen berdasarkan PHI atau Pre-Harvest
Interval dan rotasi bahan aktif untuk mencegah resistensi jamur. Penggunaan
pestisida kimia sebaiknya dikombinasikan dengan langkah kultur teknis seperti
aplikasi fungisida pada perendaman awal sebelum persemaian agar hasil
pengendalian lebih efektif.
Jamur Ustilago virens merupakan salah satu patogen penting pada tanaman padi yang
menyerang bulir menjelang panen dan menyebabkan penurunan hasil serta mutu
gabah. Penyakit ini dipicu oleh kondisi lembap, sistem tanam rapat, dan
penggunaan pupuk nitrogen berlebih. Upaya pengendalian efektif harus mencakup
kombinasi antara sanitasi lahan, penggunaan benih sehat, pemanfaatan agens
hayati dan pestisida nabati, serta penerapan pestisida kimia secara bijaksana
berdasarkan prinsip 6T. Diharapkan dengan penerapan langkah-langkah teknis yang
tepat dan berkesinambungan, produksi padi dapat tetap terjaga dan kerugian
akibat serangan gosong palsu dapat diminimalkan secara efektif.
Daftar Pustaka:
Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi (BB Padi). (2017). Panduan Pengamatan dan Pengendalian Penyakit pada
Tanaman Padi. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Sukamandi.
Suyatno, B., & Ningsih, T.
(2020). Pemanfaatan agens hayati Trichoderma sp. untuk menekan penyakit
jamur pada tanaman padi sawah di Lampung Selatan. Jurnal Produksi Tanaman,
8(4), 250–257. Universitas Lampung.
Sari, W. (2019). Inventarisasi
penyakit tanaman padi (Oryza sativa L.) di beberapa daerah sentra produksi padi
di Indonesia. Jurnal Agroscience, 9(1), 45–53. Fakultas Pertanian,
Universitas Andalas.