(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

Penyakit Gosong Palsu pada Bulir Padi Menjelang Panen

Admin distan | 17 Oktober 2025 | 1166 kali

 


Oleh : I Gede Sila Adnyana, S.P.

( POPT Ahli Pertama di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sukasada )


Padi merupakan komoditas pangan utama di Indonesia yang memiliki peranan strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Namun demikian, produktivitas padi sering kali terganggu oleh serangan berbagai organisme pengganggu tumbuhan (OPT), salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur Ustilago spp. Penyakit ini umumnya menyerang bagian bulir padi pada fase menjelang panen, yang dapat menyebabkan kehilangan hasil cukup signifikan. Pengendalian dini serta pemahaman terhadap karakteristik jamur ini sangat penting agar tindakan pengendalian dapat dilakukan secara tepat dan efektif di lapangan.

Jamur Ustilago virens (Cooke) Takahashi merupakan patogen penyebab penyakit gosong palsu (false smut) pada tanaman padi. Patogen ini merupakan parasit obligat yang menyerang bunga padi, khususnya pada fase pembentukan bulir. Spora jamur ini mampu bertahan di lingkungan dalam waktu yang lama dan akan berkembang cepat pada kondisi kelembapan udara tinggi (90–100%) dan suhu sekitar 25–30 derajat Celcius. Faktor pemicu lain yang berperan adalah curah hujan yang tinggi saat pembungaan, sistem tanam yang terlalu rapat, serta penggunaan pupuk nitrogen berlebih. Selain itu, penggunaan benih yang terinfeksi tanpa perlakuan fungisida awal turut menjadi sumber inokulum utama yang menyebabkan penyebaran penyakit di lapangan.

Gejala khas yang ditimbulkan oleh jamur Ustilago mudah dikenali di lapangan, yaitu terbentuknya massa (bola) spora berwarna kehijauan hingga kehitaman pada bulir padi yang seharusnya berisi gabah. Bulir terinfeksi tampak menggembung, berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi kehijauan dan akhirnya menjadi hitam saat spora matang. Pada beberapa kasus, hanya sebagian kecil bulir dalam satu malai yang terserang, namun pada serangan berat seluruh malai bisa terinfeksi dan tidak menghasilkan gabah sama sekali. Serangan ini tidak hanya menurunkan hasil panen, tetapi juga menurunkan mutu gabah karena keberadaan spora jamur yang mencemari hasil panen.

Siklus hidup Ustilago virens dimulai dari terbentuknya spora tebal (teliospora) yang mampu bertahan di tanah atau di permukaan jerami. Saat kondisi lingkungan mendukung, teliospora akan berkecambah membentuk basidiospora yang kemudian menginfeksi bunga padi. Setelah infeksi terjadi, jamur berkembang di dalam bakal bulir dan menggantikan jaringan gabah dengan massa spora. Setelah malai mengering, spora tersebut kembali tersebar melalui angin, air irigasi, atau alat pertanian, dan akan menjadi sumber inokulum bagi musim tanam berikutnya.

Beberapa faktor yang memperparah perkembangan penyakit ini antara lain penggunaan varietas peka, penanaman dengan jarak terlalu rapat, pemupukan nitrogen berlebihan, serta kondisi lingkungan dengan kelembapan tinggi menjelang panen. Selain itu, pola tanam yang tidak serempak dan keberadaan sisa jerami terinfeksi di lahan menjadi sumber inokulum utama bagi siklus penyakit berikutnya. Oleh karena itu, pendekatan pengendalian harus mempertimbangkan faktor ekologi dan teknik budidaya yang tepat.

Pengendalian penyakit gosong akibat Ustilago virens perlu dilakukan secara terpadu melalui pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Langkah pertama yaitu penggunaan varietas tahan dan penanaman serempak dalam satu hamparan. Pengelolaan lahan dengan baik, seperti membenamkan jerami terinfeksi dan menjaga drainase agar tidak terlalu lembap, dapat menekan perkembangan patogen di lapangan. Pemupukan berimbang, khususnya menghindari kelebihan nitrogen, juga berperan penting dalam mengurangi tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi jamur.

Aplikasi agens hayati seperti Trichoderma harzianum dan Bacillus subtilis dapat menjadi pilihan efektif untuk menekan inokulum Ustilago virens. Trichoderma berperan sebagai antagonis melalui mekanisme kompetisi ruang dan nutrisi, serta menghasilkan enzim yang mampu melisiskan dinding hifa jamur patogen. Aplikasi dilakukan pada benih sebelum tanam atau pada fase awal pertumbuhan tanaman. Sementara Bacillus subtilis dapat diaplikasikan melalui penyemprotan pada fase primordia malai untuk melindungi bunga dari infeksi patogen. Penggunaan agens hayati ini relatif aman, tidak meninggalkan residu, dan mendukung peningkatan aktivitas mikroorganisme menguntungkan di tanah.

Selain agens hayati, pestisida nabati dapat digunakan sebagai tindakan preventif. Ekstrak tanaman seperti daun mimba (Azadirachta indica), serai wangi (Cymbopogon nardus), dan bawang putih (Allium sativum) mengandung senyawa aktif seperti azadirachtin, sitronelal, dan allicin yang bersifat antifungi. Penyemprotan dilakukan secara rutin menjelang fase pembungaan dengan interval 5–7 hari untuk menekan populasi spora di lapangan. Pestisida nabati memiliki keuntungan berupa ketersediaan bahan yang mudah diperoleh, ramah terhadap musuh alami, dan tidak menimbulkan resistensi patogen.

Apabila tingkat serangan telah meluas dan intensitas penyakit tinggi, penggunaan pestisida kimia dapat dilakukan sebagai langkah terakhir dengan prinsip 6T. Fungisida berbahan aktif propikonazol, tebuconazole, atau difenokonazol dapat digunakan sesuai dosis anjuran label. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada awal fase pembungaan dan diulang 7–10 hari kemudian bila kondisi masih mendukung infeksi. Dengan memperhatikan interval panen berdasarkan PHI atau Pre-Harvest Interval dan rotasi bahan aktif untuk mencegah resistensi jamur. Penggunaan pestisida kimia sebaiknya dikombinasikan dengan langkah kultur teknis seperti aplikasi fungisida pada perendaman awal sebelum persemaian agar hasil pengendalian lebih efektif.

Jamur Ustilago virens merupakan salah satu patogen penting pada tanaman padi yang menyerang bulir menjelang panen dan menyebabkan penurunan hasil serta mutu gabah. Penyakit ini dipicu oleh kondisi lembap, sistem tanam rapat, dan penggunaan pupuk nitrogen berlebih. Upaya pengendalian efektif harus mencakup kombinasi antara sanitasi lahan, penggunaan benih sehat, pemanfaatan agens hayati dan pestisida nabati, serta penerapan pestisida kimia secara bijaksana berdasarkan prinsip 6T. Diharapkan dengan penerapan langkah-langkah teknis yang tepat dan berkesinambungan, produksi padi dapat tetap terjaga dan kerugian akibat serangan gosong palsu dapat diminimalkan secara efektif.

 

Daftar Pustaka:

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi). (2017). Panduan Pengamatan dan Pengendalian Penyakit pada Tanaman Padi. Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Sukamandi.

Suyatno, B., & Ningsih, T. (2020). Pemanfaatan agens hayati Trichoderma sp. untuk menekan penyakit jamur pada tanaman padi sawah di Lampung Selatan. Jurnal Produksi Tanaman, 8(4), 250–257. Universitas Lampung.

Sari, W. (2019). Inventarisasi penyakit tanaman padi (Oryza sativa L.) di beberapa daerah sentra produksi padi di Indonesia. Jurnal Agroscience, 9(1), 45–53. Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.