Dodol
merupakan salah satu makanan tradisional yang cukup popular. Masing- masing daerah di Indonesia memiliki
nama tersendiri untuk dodol yang mencerminkan
kekhasannya seperti dodol Garut yang berasal
dari
Garut, dodol Betawi yang berasal
dari Betawi,
dodol Bali/Buleleng dari Bali, dodol
Ulame dari Tapanuli, Sumatera Utara. Jenis
dodol sangat beragam tergantung keragaman campuran tambahan dan juga cara
pembuatannya. Ada dua jenis pengolongan dodol yaitu dodol yang terbuat dari beras ketan dan dodol yang
terbuat dari buah- buahan. Dodol dari tepung beras ketan putih/hitam (injin)
merupakan yang banyak ditemui.
Proses pembuatan dodol
prinsipnya melibatkan pencampuran dan pemanasan pati pada suhu yang tinggi
hingga mencapai aW
dan kadar air tertentu. Pada proses pembuatannya, tepung beras ketan dan bahan lainnya
dididihkan hingga menjadi kental, berminyak dan tidak lengket, dan apabila
dingin pasta akan menjadi padat, kenyal, dan dapat diiris. Proses pemanasan
hingga mengental biasanya membutuhkan pengadukan secara terus menerus dan
memakan waktu yang cukup lama. Berbagai modifikasi proses pengolahan telah
diteliti untuk mempersingkat waktu pengolahan namun tetap mempertahankan mutu dodol.
Beberapa jenis dodol
masih mempertahankan metode tradisional dalam
pembuatannya, seperti dodol yang diproduksi oleh Kelompok Wanita Tani “Melati” Desa Kubutambahan, Kecamatan
Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Dodol tradisional ini mempunyai
bentuk yang memanjang dibungkus daun jagung. Tidak hanya laris-manis sebagai
sajian upacara keagamaan tetapi juga banyak diborong sebagai oleh-oleh. Dodol ini memiliki cita
rasa yang khas yaitu manis, legit dan wangi. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan dodol di KWT Melati adalah ketan hitam, ketan putih, santan, dan gula
pasir. Proses pembuatan dodol ini masih tergolong tradisional karena dikerjakan
pada industri-industri rumahan di Desa Kubutambahan.
Mutu dan nilai gizi
dodol dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya bahan baku yang digunakan,
proses pemasakan yang meliputi suhu dan waktu persiapan serta pengemasan. Pengaruh proses pengolahan terhadap
mutu dodol, lebih dikaitkan kepada karakteristik sifat reologis pasta dodol
yang berhubungan erat dengan gelatinisasi. Gelatinisasi
merupakan reaksi fisik utama yang terjadi pada produk berbasis pati termasuk dodol.
Proses pengolahan
dodol melibatkan pengadukan yang dilakukan secara terus menerus. Pengadukan pada pembuatan dodol ditujukan untuk mencegah terjadinya
pengendapan tepung, namun setelah campuran mengental, pengadukan akan
memudahkan penghantaran panas sehingga pemasakan merata dan menghindari dodol
menjadi hangus. Disamping pengadukan, suhu pemasakan juga mempengaruhi kualitas
dodol. Tekstur dodol menjadi lebih
lembut dan kohesif dengan pemasakan pada suhu yang rendah dan waktu yang lama.
Pengemasan juga
merupakan hal penting dalam mempertahankan mutu dodol. Dodol mengalami beberapa
perubahan berupa pengerasan tekstur pada permukaan dodol, penguatan warna,
ketengikan dan pertumbuhan mikroba terutama kapang dan khamir. Ketengikan lebih
disebabkan karena pada proses pembuatannya, dodol dipanaskan pada suhu tinggi
sehingga oksidasi lemak telah terjadi sejak awal pembuatan dan berlanjut hingga
penyimpanan (Tanhindarto, 1998). Pengemasan menggunakan edible coating merupakan
salah satu solusi untuk mempertahan mutu dodol dan mencegah kerusakan
dodol selama penyimpanan. Edible coating merupakan lapisan yang berkontak
langsung dengan
produk sehingga dapat langsung dikonsumsi.
Penggunaan edible coating dapat
meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan yang bertindak sebagai barrier terhadap oksigen dan air, sehingga memperlambat oksidasi dan
menjaga kelembaban (Gennadios, dkk., 1997). Disamping edible coating, umur simpan dodol dapat
diperpanjang dengan menggunakan kombinasi irradiasi dan
pengemasan modifikasi atmosfer. Pengunaan
kombinasi pengemasan ini mampu memperpanjang umur simpan dodol selama 3?4 bulan dibanding normal (Tanhindarto, 1998).
Dodol merupakan
produk yang memiliki nilai gizi yang rendah khususnya serat pangan, vitamin,
dan iodium namun tinggi kandungan gula dan karbohidrat. Hal ini dikarenakan bahan baku pembuatan dodol terdiri dari tepung beras ketan,
gula, dan santan. Dodol tradisional yang dibuat dari campuran tepung beras
ketan, gula, dan santan kelapa
mengandung air 19,2 persen,
protein 0,2 gram, lemak 6,4 gram, karbohidrat 73,8 gram, abu 0,31 gram, dan
serat tidak larut 0,1 gram (Chuah, dkk. 2007).
Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk meningkatkan kandungan gizi dodol. Salah satunya yaitu melalui
fortifikasi serat pangan, vitamin, dan iodium. Untuk meningkatkan nilai gizinya
dodol sering ditambahkan dengan berbagai zat tambahan atau diformulasikan
menggunakan sumber pangan yang tinggi kandungan protein atau vitaminnya (Nasaruddin, dkk., 2012). Bubur rumput laut (Eucheuma cottonii) yang
kaya akan iodium
dan serat secara signifikan mampu meningkatkan
kandungan serat pangan pada dodol. Penambahan tepung susu dan tepung kacang
hijau pada pembuatan dodol mampu meningkatkan kalori dan lemak dodol hingga
layak dijadikan pangan darurat dengan total kalori 700 kkal dimana sumbangan
kalori lemak 48,16 persen, protein 11,28 persen, dan karbohidrat 40,56 persen
(Syamsir dan Prita, 2010). Rosniyana, dkk.
(2010) menambahkan stabilized rice bran (SRB)
30?50 persen untuk meningkatkan nilai gizi dan menjadikan
dodol sebagai produk tinggi serat yang dapat menghambat kenaikan glukosa darah
dan mengurangi resiko diabetes melitus.
Peningkatan nilai
gizi dodol juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan sumber pangan lokal kaya
antioksidan, dan vitamin seperti labu
dan wortel. Labu kuning merupakan sumber ?-karoten, air, vitamin, dan karbohidrat. Dodol dengan penambahan bubur
wortel dan tepung wortel memiliki kandungan beta karoten yang tinggi. Gula putih yang umumnya digunakan pada
pembuatan dodol merupakan pangan dengan indeks
glikemik sedang. Meskipun belum
ada penelitian mengenai
indeks glikemik dodol, namun masyarakat menyakini bahwa dodol merupakan pangan dengan indeks glikemik tinggi dan tidak baik
bagi penderita diabetes melitus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
menurunkan indeks glikemik dodol adalah dengan
menggunakan bahan baku rendah indeks glikemik sebagai
pemanis gula merah.
Senyawa-senyawa tersebut memiliki dampak kesehatan sebagai anti platelet aggregation, menurunkan tingkat
low-density lipoprotein dalam darah,
dan menghambat sistesis dan ergogenic kolesterol (Asikin, dkk., 2008). Disamping itu, penambahan santan pada pembuatan
dodol dapat menurunkan indeks glikemik dodol.
Alternatif penggunaan
bahan pangan lokal seperti ubi kayu dan
pati biji alpukat yang kaya serat dan antioksidan dapat dijadikan sebagai penganti tepung beras ketan pada
pembuatan dodol. Pengunaan bahan pangan lokal tersebut dapat mengurangi ketergantungan
terhadap beras ketan, dan merupakan salah satu upaya untuk mendukung diversifikasi pangan khususnya beras ketan.