(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN NILAI GIZI DODOL

Admin distan | 28 Juni 2022 | 2760 kali

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN NILAI GIZI DODOL

Oleh : Ni Wayan Sukarmi, S.TP/BPP Kubutambahan

Dodol merupakan salah satu makanan tradisional yang cukup popular. Masing- masing daerah di Indonesia memiliki nama tersendiri untuk dodol yang mencerminkan kekhasannya seperti dodol Garut yang berasal dari  Garut, dodol  Betawi  yang  berasal  dari  Betawi, dodol Bali/Buleleng dari Bali, dodol Ulame dari Tapanuli, Sumatera Utara. Jenis dodol sangat beragam tergantung keragaman campuran tambahan dan juga cara pembuatannya. Ada dua jenis pengolongan dodol yaitu dodol yang terbuat dari beras ketan dan dodol yang terbuat dari buah- buahan. Dodol dari tepung beras ketan putih/hitam (injin) merupakan yang banyak ditemui.
Proses pembuatan dodol prinsipnya melibatkan pencampuran dan pemanasan pati pada suhu yang tinggi hingga mencapai aW dan kadar air tertentu. Pada proses pembuatannya, tepung beras ketan dan bahan lainnya dididihkan hingga menjadi kental, berminyak dan tidak lengket, dan apabila dingin pasta akan menjadi padat, kenyal, dan dapat diiris. Proses pemanasan hingga mengental biasanya membutuhkan pengadukan secara terus menerus dan memakan waktu yang cukup lama. Berbagai modifikasi proses pengolahan telah diteliti untuk mempersingkat waktu pengolahan namun tetap mempertahankan mutu dodol.

Beberapa jenis dodol masih mempertahankan metode tradisional dalam pembuatannya, seperti dodol yang diproduksi oleh Kelompok Wanita Tani “Melati” Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Dodol tradisional ini mempunyai bentuk yang memanjang dibungkus daun jagung. Tidak hanya laris-manis sebagai sajian upacara keagamaan tetapi juga banyak diborong sebagai oleh-oleh. Dodol ini memiliki cita rasa yang khas yaitu manis, legit dan wangi. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dodol di KWT Melati adalah ketan hitam, ketan putih, santan, dan gula pasir. Proses pembuatan dodol ini masih tergolong tradisional karena dikerjakan pada industri-industri rumahan di Desa Kubutambahan.

Mutu dan nilai gizi dodol dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya bahan baku yang digunakan, proses pemasakan yang meliputi suhu dan waktu persiapan serta pengemasan. Pengaruh proses pengolahan terhadap mutu dodol, lebih dikaitkan kepada karakteristik sifat reologis pasta dodol yang berhubungan erat dengan gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan reaksi fisik utama yang terjadi pada produk berbasis pati termasuk dodol.

Proses pengolahan dodol melibatkan pengadukan yang dilakukan secara terus menerus. Pengadukan pada pembuatan dodol ditujukan untuk mencegah terjadinya pengendapan tepung, namun setelah campuran mengental, pengadukan akan memudahkan penghantaran panas sehingga pemasakan merata dan menghindari dodol menjadi hangus. Disamping pengadukan, suhu pemasakan juga mempengaruhi kualitas dodol. Tekstur dodol menjadi lebih lembut dan kohesif dengan pemasakan pada suhu yang rendah dan waktu yang lama.

Pengemasan juga merupakan hal penting dalam mempertahankan mutu dodol. Dodol mengalami beberapa perubahan berupa pengerasan tekstur pada permukaan dodol, penguatan warna, ketengikan dan pertumbuhan mikroba terutama kapang dan khamir. Ketengikan lebih disebabkan karena pada proses pembuatannya, dodol dipanaskan pada suhu tinggi sehingga oksidasi lemak telah terjadi sejak awal pembuatan dan berlanjut hingga penyimpanan (Tanhindarto, 1998). Pengemasan menggunakan edible coating  merupakan  salah satu solusi untuk mempertahan mutu dodol dan mencegah kerusakan dodol selama penyimpanan. Edible coating merupakan lapisan yang berkontak  langsung  dengan  produk sehingga dapat langsung dikonsumsi. Penggunaan edible coating dapat meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan yang bertindak sebagai barrier terhadap oksigen dan air, sehingga memperlambat oksidasi dan menjaga kelembaban (Gennadios, dkk., 1997). Disamping edible coating, umur simpan dodol dapat diperpanjang dengan menggunakan kombinasi irradiasi dan pengemasan modifikasi atmosfer. Pengunaan kombinasi pengemasan ini mampu memperpanjang umur simpan  dodol selama 3?4 bulan dibanding normal (Tanhindarto, 1998).

Dodol merupakan produk yang memiliki nilai gizi yang rendah khususnya serat pangan, vitamin, dan iodium namun tinggi kandungan gula dan karbohidrat. Hal ini dikarenakan bahan baku pembuatan dodol terdiri dari tepung beras ketan, gula, dan santan. Dodol tradisional yang dibuat dari campuran tepung beras ketan, gula, dan santan kelapa mengandung air 19,2 persen, protein 0,2 gram, lemak 6,4 gram, karbohidrat 73,8 gram, abu 0,31 gram, dan serat tidak larut 0,1 gram (Chuah, dkk. 2007).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kandungan gizi dodol. Salah satunya yaitu melalui fortifikasi serat pangan, vitamin, dan iodium. Untuk meningkatkan nilai gizinya dodol sering ditambahkan dengan berbagai zat tambahan atau diformulasikan menggunakan sumber pangan yang tinggi kandungan protein atau vitaminnya (Nasaruddin, dkk., 2012). Bubur rumput laut (Eucheuma cottonii) yang kaya akan iodium dan serat secara signifikan mampu meningkatkan kandungan serat pangan pada dodol. Penambahan tepung susu dan tepung kacang hijau pada pembuatan dodol mampu meningkatkan kalori dan lemak dodol hingga layak dijadikan pangan darurat dengan total kalori 700 kkal dimana sumbangan kalori lemak 48,16 persen, protein 11,28 persen, dan karbohidrat 40,56 persen (Syamsir dan Prita, 2010). Rosniyana, dkk. (2010) menambahkan stabilized rice bran (SRB) 30?50 persen untuk meningkatkan nilai gizi dan menjadikan dodol sebagai produk tinggi serat yang dapat menghambat kenaikan glukosa darah dan mengurangi resiko diabetes melitus.

Peningkatan nilai gizi dodol juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan sumber pangan lokal kaya antioksidan, dan vitamin seperti  labu dan wortel. Labu kuning merupakan sumber ?-karoten, air, vitamin, dan karbohidrat. Dodol dengan penambahan bubur wortel dan tepung wortel memiliki kandungan beta karoten yang tinggi. Gula putih yang umumnya digunakan pada pembuatan dodol merupakan pangan dengan indeks glikemik sedang. Meskipun belum ada penelitian mengenai indeks glikemik dodol, namun masyarakat menyakini bahwa dodol merupakan pangan dengan indeks glikemik tinggi dan tidak baik bagi penderita diabetes melitus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan indeks glikemik dodol adalah dengan menggunakan bahan baku rendah indeks glikemik sebagai pemanis gula merah. Senyawa-senyawa tersebut memiliki dampak kesehatan sebagai anti platelet aggregation, menurunkan tingkat low-density lipoprotein dalam darah, dan menghambat sistesis dan ergogenic kolesterol (Asikin, dkk., 2008). Disamping itu, penambahan santan pada pembuatan dodol dapat menurunkan indeks glikemik dodol.

Alternatif penggunaan bahan pangan lokal seperti ubi kayu dan pati biji alpukat yang kaya serat dan antioksidan dapat dijadikan sebagai penganti tepung beras ketan pada pembuatan dodol. Pengunaan bahan pangan lokal tersebut dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras ketan, dan merupakan salah satu upaya untuk mendukung diversifikasi pangan khususnya beras ketan.