(0362) 25090
distan@bulelengkab.go.id
Dinas Pertanian

ANIMAL WELFARE

Admin distan | 13 Desember 2018 | 16202 kali

Defisi Animal welfare atau kesejahteraan satwa adalah suatu keadaan fisik dan psikologi hewan sebagai usaha untuk mengatasi lingkungannya.
Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.

Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu : Welfare Science, etika dan hukum.
Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, dari sudut pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan hewan.
Animal welfare berbicara tentang kepedulian dan perlakuan manusia pada masing-masing satwa, dalam meningkatkan kualitas hidup satwa secara individual. Sasaran Animal Welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan manusia dimana intervensi manusia sangat mempengaruhi kelangsungan hidup hewan, bukan yang hidup di alam. Dalam hal ini adalah hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan ternak dan hewan potong (ternak besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan.

Cara untuk menilai kesejahteraan hewan dikenal dengan konsep “Lima Kebebasan” (Five of Freedom) yang dicetuskan oleh Inggris sejak tahun 1992. Lima unsur kebebasan tersebut adalah:
1 Bebas dari rasa lapar dan haus
2 Bebas dari rasa tidak nyaman
3 Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
4 Bebas mengekspresikan perilaku normal
5 Bebas dari rasa stress dan tertekan.

Kelima faktor dari 5 kebebasan saling berkait dan akan berpengaruh pada semua faktor apabila salah satu tidak terpenuhi atau terganggu.

Bebas dari rasa lapar dan haus dimaksudkan sebagai kemudahan akses akan air minum dan makanan yang dapat mempertahankan kesehatan dan tenaga. Dalam hal ini adalah penyediaan pakan yang sesuai dengan species dan keseimbangan gizi. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan memicu timbulnya penyakit dan penderitaan.

Bebas dari rasa tidak nyaman dipenuhi dengan penyediaan ingkungan yang layak termasuk shelter dan areal istirahat yang nyaman. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan menimbulkan penderitaan dan rasa sakit secara mental yang akan berdampak pada kondisi fisik dan psikologi hewan.

Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit meliputi upaya pencegahan penyakit atau diagnosa dan treatmen yang cepat. Kondisi ini dipenuhi melalui penerapan pemeriksaan medis yang reguler. Apabila kondisi ini terabaikan maka akan memicu timbulnya penyakit dan ancaman transmisi penyakit baik pada hewan lain maupun manusia. Contohnya: penyakit Hepatitis dan TBC pada orangutan yang direhabilitasi.
Sementara bebas mengekspresikan perilaku normal adalah penyediaan ruang yang cukup, fasilitas yang tepat dan adanya teman dari jenis yang sama. Apabila keadaan ini tidak terpenuhi maka akan muncul perilaku abnormal seperti stereotype, dan berakhir dengan gangguan fisik lainnya.
Faktor terakhir adalah bebas dari rasa takut dan tertekan yaitu memberikan kondisi dan perlakuan yang mencegah penderitaan mental. Stress umumnya diartikan sebagai antithesis daripada sejahtera. Distress merupakan kondisi lanjutan dari stress yang mengakibatkan perubahan patologis. Lebih lanjut kondisi ini terlihat pada respon perilaku seperti menghindar dari stressor (contoh: menghindar dari temperatur dingin ke tempat yang lebih hangat dan sebaliknya), menunjukkan perilaku displacement (contoh; menunjukkan perilaku display yang tidak relevan terhadap situasi konflik dimana tidak ada fungsi nyata), dan bila tidak ditangani akan muncul perilaku stereotipik yang merupakan gerakan pengulangan dan secara relatif kelangsungan gerakan tidak bervariasi dan tidak punya tujuan jelas.

Berdasarkan uraian diatas maka gangguan pada kesejahteraan hewan dapat diamati berdasarkan 3 indikator yaitu: Indikator fisiologi dan psikologi, indikator immun dan produksi serta indikator perilaku. Perubahan yang terjadi pada hewan dapat diamati berdasarkan perubahan pada fisik, mental maupun perilaku. Kondisi kesejahteraan yang buruk yang berkelanjutan akan memicu timbulnya penyakit sebagai bentuk nyata dari gangguan kesejahteraan hewan. Yang mana efek penyakit pada kesejahteraan satwa adalah penderitaan panjang pada hewan.

Secara fisiologi kondisi perubahan kesejahteraan hewan akan mengaktifkan sistem saraf pusat (SSP) dan memberikan respon baik pada sistem saraf otonom maupun sistem endokrin. Akibat dari respon sistem saraf otonom akan berdampak pada Sistem SAM (Simpatetic Adrenal Medulary) dan Sistem PNS (Parasimpatetic Nervous System). Respon Sistem SAM mengakibatkan peningkatan Cardiac output (tachycardia, cardiac muscle contraction), peningkatan aliran darah ke otot (vasokontriksi perifer, kontraksi limfa), peningkatan air intake (respiratory rate, relaksasi bronkhiol). Sementara respon dari Sistem PNS (Parasimpatetic Nervous System) adalah penurunan Cardiac output (branchicerdia).

Secara umum akibat dari perubahan animal welfare adalah munculnya stress dengan gejala seperti Peningkatan aktifitas adrenocortical, penurunan aktifitas hormonal reproduksi, penurunan performance, peningkatan tekanan darah kronis, meningkatnya kerentanan penyakit, gastric ulcer, penyembuhan luka yang lama, Cardiovascular pathologis, immunosuppressive dan juga kematian.

Contoh pengabaian kesejahteraan hewan pada hewan ternak dan hewan potong akan menimbulkan ketakutan, distress dan rasa sakit. Keadaan ini dapat terjadi selama proses penyembelihan, pengangkutan dan pemasaran karena keterbatasan hewan dalam membangun group sosial juga karena persediaan pakan dan minum yang buruk. Efek stress pada hewan sebelum dipotong akan berdampak buruk pada kualitas karkas yang disebut Dark Firm Dry (DFD).
Dark Firm Dry (DFD) terjadi akibat dari stress pre-slaughter sehingga mengosongkan persediaan glycogen pada otot. Keadaan ini menyebabkan kadar Asam laktat pada otot berkurang dan meningkatkan pH daging melebihi dari normal. Pada kondisi seperti ini maka proses post mortem tidak berjalan sempurna terlihat pada warna daging terlihat lebih gelap, kaku dan kering yang mana secara umum lebih alot dan tidak enak. pH daging yang tinggi akan mengakibatkan daging lebih sensitif terhadap tumbuhnya bakteri. DFD beef adalah indikator dari stress, luka, penyakit atau kelelahan pada hewan sebelum disembelih.

Keadaan diatas dapat dikurangi antara lain dengan memberikan perlakuan yang lebih baik pada hewan sebelum dipotong dengan menerapkan lima faktor kebebasan. Juga dengan menerapkan metode “stunning”, yaitu proses pemingsanan pada hewan sebelum dipotong. Tujuannya adalah membuat hewan tidak sadar hanya dalam waktu singkat sehingga pada saat proses pemotongan tidak terjadi stress.

Pengabaian 5 faktor kebebasan pada hewan liar dalam kurungan akan berdampak buruk pada kesejahteraan hewan dan memicu stress. Stress akan mengakibatkan hewan akan rentan terhadap penyakit, terutama zoonosis. Zoonosis adalah penyakit menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Zoonosis sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Parahnya pada hewan liar gejala penyakit akan muncul pada saat kondisi sudah parah sehingga treatment lebih susah dilakukan. Contoh : Balantidiosis, TBC, Hepatitis, Avian Influenza, Salmonellosis.

 

PKH (Tiwi)